b. Bahaya
Bahaya di PTB dianalisis dari aspek abrasi yang terjadi di area ini. Berdasarkan wawancara dan laporan RDTR PTB tahun 2003 disebutkan bahwa
PTB telah mangalami abrasi sejauh 100 meter dari garis pantai pada awalnya. Di bagian timur tapak abrasi lebih parah dibandingkan dengan di bagian barat tapak.
Hal ini dapat terlihat dari batas langsung tanah sawah dengan garis pantai. Sedangkan di bagian barat tapak abrasi terjadi walaupun tidak separah di bagian
timur. Indikasinya adalah permukaan daratan yang mendekati datar topografi datar, maka dapat disimpulkan bahwa daratan tersebut tidak tahan abrasi, karena
terbukti abrasi telah berhasil mengikis daratan tersebut DLHPE Kabupaten Karawang, 2008. Gambar 24 menunjukkan salah satu contoh abrasi yang pernah
terjadi di PTB. Terjadinya abrasi ini salah satunya disebabkan oleh hilangnya buffer
pantai berupa vegetasi hutan mangrove. Peta analisis bahaya di PTB dapat dilihat pada Gambar 25.
Sumber: Laporan DLH Kab.Karawang, 2008
Keberadaan mangrove dan formasi pantai sebagai salah satu buffer alami pada kawasan pantai sangat penting. Oleh karena itu, program rehabilitasi yang
diikuti oleh program konservasi yang berkelanjutan sangat diharapkan dapat dilaksanakan pada kawasan ini. Program ini juga sebagai tahap awal dan wajib
dilaksanakan dalam pengembangan rencana wisata PTB berbasis ekologi. Gambar 24. Abrasi Pantai
48
Gambar 25. Peta Analisis Bahaya Abrasi
c. Penggunaan Lahan Land Use
Penggunaan lahan di kawasan wisata PTB sebagian besar sebagai areal tambak warga dan sawah Gambar 26a dan 26b. Lahan terbangun Gambar 26c
berupa kawasan permukiman penduduk, mushola, kamar mandiWC, dan panggung hiburan permanen serta warung makankios semi permanen dan
permanen. Total lahan terbangun yaitu 7,54 Ha 9,05. Sisanya adalah area terbuka yaitu 75,76 Ha 90,95 berupa tambakempang, sawah, pasir, dan bekas
area motor cross Gambar 26d.
a b
c d
Keterangan: a Tambak c Permukiman Penduduk
b Sawah d Area Terbuka
Adanya perubahan penggunaan lahan dari area penyangga pantai berupa hutan mangrove menjadi warung makankios, tambak, dan sawah menjadi
permasalahan di kawasan ini. Hal ini berimplikasi terhadap kondisi garis pantai terkena abrasi oleh terjangan gelombang laut. Oleh karena itu keberadaan area
penyangga pantai berupa hutan mangrove sangat penting untuk direhabilitasi di Gambar 26. Penggunaan Lahan di Pantai Tanjung Baru
kawasan ini. Selain sebagai area penyangga diharapkan keberadaan area tersebut dapat mendukung kegiatan wisata, mengundang kehadiran satwa habitat satwa,
dan fungsi ekonomi misalnya sistem tambak yang ditanam dengan mangrovesilvofishery. Area sempadan pantai minimal 100 meter dari titik arus
pasang tertinggi sesuai dengan Undang-undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kondisi eksisting di tapak
menunjukkan area sempadan pantai telah beralih fungsi menjadi area warungkios makanan. Hal ini bertentangan dengan kondisi ideal yang sebaiknya tercipta untuk
melindungi wisatawan dan lingkungan sekitarnya dari bahaya. Relokasi warung makankios penting dilakukan karena letaknya yang tidak sesuai dan dapat
menghalangi view wisatawan ke arah laut. Relokasi warungkios dapat dilakukan ke zona pemanfaatanbudidaya yang letaknya di belakang area
penyanggasempadan pantai. Selain itu panggung hiburan dapat direlokasi atau dihilangkan diganti karena letaknya terlalu dekat dengan garis pantai. Analisis
penggunaan lahan dapat dilihat pada Gambar 27. Konversi lahan yang ada saat ini merupakan hasil konversi lahan yang harus diperbaiki ke arah yang lebih baik.
Tentu hal tersebut perlu didukung dengan perencanaan yang sesuai dengan kondisi ekologi pantai.
d. Penutupan Lahan Land Cover