Menurut Kellog dalam Supardi 2002 tanah latosol memiliki ciri fisik berwarna merahkuning terutama pada horison B, tetapi jika tererosikan
biasanya akan berwarna coklat atau kelabu. Sifat lainnya yang penting dari jenis tanah ini adalah terbentuknya keadaan granular merangsang drainase dalam
keadaan yang sangat baik. Jenis tanah ini sangat menunjang bagi kegiatan pertanian lahan basah. Tekstur tanah di pesisir Tanjung Baru tergolong jenis tanah
pasir berlempung DLHPE Kabupaten Karawang, 2008. Jenis tanah ini sangat rentan abrasi dan akresi, karena ukuran partikelnya yang kecil, ringan dan mudah
terbawa oleh arus laut, sehingga sedimen pantai mudah berpindah-pindah lokasi garis pantai tidak stabil dan mudah berubah.
5.1.1.3. Iklim
Klasifikasi tipe hujan daerah Karawang menurut Oldeman dalam Ulfah 2006 termasuk tipe E2. Tipe ini dicirikan dengan bulan basah kurang dari 3
bulan secara berturut-turut. Musim angin Baratan terjadi 1 tahun sekali, yaitu pada bulan Mei dan berakibat terhadap pasang air laut yang tinggi. Kondisi ini harus
diperhatikan terhadap fasilitas penunjang yang berkaitan dengan atraksi wisata yang terkait langsung dengan air laut keamanan wisatawan.
a. Suhu
Suhu maksimum di PTB berkisar antara 30,5-33,6°C dan suhu minimum berkisar antara 20-25,2°C. Sedangkan suhu rata-rata berkisar antara 26,9-29°C.
Suhu tertinggi pada bulan September dan suhu terendah pada bulan Oktober Gambar 16.
Sumber: BMG Bogor 2009
Gambar 16. Grafik Fluktuasi Suhu Tahun 2005-2009
10 20
30 40
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
Su hu
C
Bulan
Suhu Max Suhu Rata-rata
Suhu Min
b. Kelembaban Relatif RH
Kelembaban udara di Kawasan PTB maksimum di Tanjung Baru yaitu 85,3 dan kelembaban minimum 76,7. Kelembaban tertinggi terjadi pada bulan
Desember dan kelembaban minimum pada bulan Mei Gambar 17.
Sumber: BMG Bogor 2009
c. Curah Hujan
Curah hujan maksimum di PTB yaitu 275 mm dan curah hujan minimum 0 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari dan curah hujan minimum
pada bulan Agustus Gambar 18. Curah hujan yang rendah pada tapak akan sangat menguntungkan bagi kegiatan wisata, karena curah hujan yang tinggi akan
membatasi kegiatan dan atraksi wisata. Jika curah hujan tinggi dan hari hujan terus-menerus akan membatasi kegiatan wisata terutama di ruang luar.
Sumber: BMG Bogor 2009
Gambar 17. Grafik Fluktuasi RH Tahun 2005-2009
Gambar 18. Grafik Fluktuasi Curah Hujan Tahun 2005-2009
60 65
70 75
80
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
RH
Bulan Fluktuasi RH Tahun 2005-2009
50 100
150 200
250 300
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
C u
ra h Hu
ja n
m m
Bulan Fluktuasi Curah Hujan Tahun 2005-2009
d. Kecepatan Angin
Kecepatan angin di tapak rata-rata 3,16 kmjam dengan kecepatan angin terbesar 3,47 kmjam pada bulan September dan kecepatan angin terendah 2,99
kmjam terjadi pada bulan Juni arah angin dominan dari arah tenggara Gambar 19. Lama tiupan angin selama 5-7 jam.
Sumber: BMG Bogor 2009
5.1.1.4. Hidro-oceanografi
Kondisi hidrologi kawasan dilihat dari keberadaan aliran sungai dan air tanah. Sungai yang terdapat di sekitar wilayah PTB adalah Kali Broim, Kali
Rahim, Kali Danul, Kali Taram, dan Kali Langen yang bermuara ke arah laut. Aliran sungai ini dimanfaatkan juga sebagai saluran pembuangan air drainase
bersama dengan saluran irigasi saluran sistem primer. Air bersih yang dimanfaatkan penduduk bersumber dari air tanah dangkal dengan kedalaman 3-12
meter. Untuk kawasan yang dekat dengan pantai harus menggunakan sumur pompa dengan kedalaman sampai 100 meter lebih. Sumber air lainnya adalah dari
saluran irigasi Tarum Timur yang dimanfaatkan untuk mengairi sawah. Jarak antara bangunan dan sungai hanya sekitar 1 meter. Hal ini tidak sesuai dengan
Keppres No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana lebar sempadan sungai kecil di kanan-kiri yang ideal adalah ±50 meter. Kondisi yang
tidak ideal ini sebaiknya diatasi dengan relokasi permukiman ke daerah yang cocok dan bukan sebagai area sempadan pantaisungai.
Gambar 19. Grafik Fluktuasi Kecepatan Angin Tahun 2005-2009
2.6 2.8
3 3.2
3.4 3.6
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des
K ec
. A ngi
n K
not
Bulan Fluktuasi Kecepatan Angin Tahun 2005-2009
Secara keseluruhan kecepatan arus permukaan air laut di PTB berkisar antara 0,03 mdetik-0,09 mdetik dengan arah dominan pada saat surut
menunjukkan arah relatif ke tenggara dan pada saat slack surut terendah arah arus relatif ke timur laut. Sedangkan pada saat pasang memperlihatkan arah utara
relatif ke barat laut kemudian berbelok ke arah slack pasang tertinggi. Pada kedalaman menengah kecepatan arus berkisar antara 0,03 mdetik-0,09 mdetik
dengan arah yang relatif sama dengan arus permukaan. Begitu pula untuk arus dalam kecepatan berkisar antara 0,03 mdetik-0,06 mdetik dengan pola arus yang
relatif sama DCK Kabupaten Karawang.
5.1.1.5. Sosial Budaya
Kondisi kemasyarakatan warga di PTB merupakan masyarakat pesisir yang tidak terlalu menggantungkan hidupnya terhadap sumberdaya kelautan.
Warga di area tersebut berasal dari sekitar Desa Pasirjaya yang pindah dan bermukim di pesisir Desa Pasirjaya PTB. Warga tersebut termasuk dalam satu
Rukun Tetangga RT di Desa Pasirjaya dengan jumlah Kepala Keluarga KK sebanyak 38. Etnik warga PTB merupakan suku Jawa pesisir utara logat bicara
dan bahasa. Agama yang dianut warga di sana yaitu Islam dengan jumlah mushala sebanyak satu. Mata pencaharian warga di PTB bukan sebagai nelayan,
hanya terdapat beberapa warga yang bekerja sebagai pencari udang rebon dan menyewakan perahu bagi wisatawan yang ingin memancing di laut. Potensi udang
kecil udang rebon untuk dibuat menjadi terasi dan akan dijual pada pengepul. Pekerjaan warga lainnya ada yang menjadi buruh, penjual makanan warung, dan
sebagainya. Pengembangan PTB menjadi kawasan wisata pantai mulai tahun 2001
oleh pemerintah daerah Kabupaten Karawang telah merubah pola penggunaan lahan dan terjadinya degradasi lingkungan alami mangrove di samping
perubahan perilaku masyarakat Desa Pasirjaya itu sendiri pengalihan penggunaan lahan menjadi sawahtambak. Hal tersebut menurut warga turut menjadi
penyebab terjadinya abrasi dan menghilangkan lahan milik mereka. Keberadaan wisata di area ini tidak terlalu berpengaruh terhadap warga karena hanya beberapa
saja yang turut serta di dalamnya baik berupa penjual makanan dan penyewaan perahu untuk memancing serta melihat Karang Meja.
5.1.2. Aspek Ekologi
Aspek ekologi dari tapak yang akan dianalisis berupa kualitas akuatik dan kualitas terestrial. Kualitas akuatik dinilai dengan mengamati kesejarahan
teballebar mangrove di PTB. Kualitas terestrial dinilai dengan mengamati variabel topografi dan kemiringan lahan, bahaya, penggunaan lahan land use,
dan penutupan lahan land cover.
5.1.2.1. Kualitas Akuatik.
Berdasarkan data bahwa mangrove di Kabupaten Karawang tercatat seluas ± 6.099 ha 2001. Keberadaan mangrove berfungsi secara fisik stabilitas garis
pantai dan mempercepat perluasan pantai, fungsi biologik habitat satwa dari lepas pantai dan habitat burung-burung besar, dan fungsi ekonomi lahan untuk
tambak, pembuatan garam, tempat rekreasi, dan penghasil kayu. Sehingga keberadaannya harus dipertahankan dan ditingkatkan secara kualitas dan kuantitas
karena peranannya baik secara ekologi maupun ekonomi. Irwan 2007 mengemukakan bahwa salah satu syarat mangrove muda dapat
tumbuh adalah kondisi pantai yang tenang dan berlumpur. Sebaran sedimen dasar laut di pantai utara termasuk tapak merupakan endapan lumpur Gambar 20.
Tetapi pada saat pasang, arus dan gelombang tidak berkurang kecepatan dan energinya sehingga mangrove muda tidak akan menancapkan akarnya dan
akhirnya mati. Untuk itu, dibutuhkan suatu metode yang dapat mengatasi masalah tersebut, yaitu dengan pembuatan zona buffer bagi mangrove muda. Salah satunya
adalah dengan membuat alat pemecah gelombang buatan seperti terlihat pada Lampiran 5.
Sumber: BPLH Kab. Karawang, 2008
Gambar 20. Peta Sebaran Sedimen Dasar Laut Kabupaten Karawang Tahun 2004 Ketebalan hutan mangrove di daerah Pantai Utara yaitu sekitar 25-50 meter
Dahuri, 2003. Berdasarkan wawancara dan pengataman di lapang vegetasi mangrove yang ada di PTB berupa Rhizopora sp. Gambar 21 dan Aviciena sp.
Jenis penutup tanah ground cover yang dapat ditemui berupa Ipomoea sp. Vegetasi pantai ini termasuk ke dalam formasi pes-caprae berbunga ungu.
Degradasi jumlah mangrove di area ini sangat tinggi. Dari hasil pengamatan dan wawancara dapat dilihat bahwa jumlahnya saat ini sangat sedikit sekitar 10
tetapi tidak berkelompok dari jumlah eksisting sebelum dijadikannya PTB sebagai kawasan wisata. Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk lokal
diketahui bahwa sebelum dikembangkannya PTB sebagai area wisata secara luas dan alih guna lahan menjadi areal tambak lebar mangrove di PTB ±100 meter.
Walaupun sudah pernah dilakukan rehabilitasi mangrove sebanyak tiga kali, namun tingkat keberhasilannya sebesar 0. Sejarah teballuas mangrove di PTB
dapat dilihat pada Gambar 22, sedangkan sebaran mangrove yang masih ada di PTB dapat dilihat pada Gambar 23.
KAB. BEKASI
LAUT JAWA
KAB. KARAWANG
KETERANGAN:
KAB. PURWAKARTA
Garis Pantai Batas Kabupaten Karawang
Lanau Lanau Pasiran
Lempung Lumpur
Lumpur Pasiran Sedikit Kerikil Pasir
Pasir Kerikilan Pasir lanauan
Pasir Sedikit Kerikil Sedimen Biogenik
Selut Gampingan Terumbu Karang
Batu Gamping Terumbu
LOKASI STUDI
a b
Keterangan: a: Sisa mangrove di Garis Pantai b: Sisa mangrove di sempadan sungai
Gambar 21. Sisa Hutan Mangrove di Pantai Tanjung Baru
5.1.2.2. Kualitas Terestrial
Variabel yang termasuk kualitas terestrial yaitu kemiringan lahan, penggunaan lahan land use, bahaya, dan penutupan lahan land cover.
Kemiringan lahan hanya dianalisis secara deskriptif, sedangkan ketiga variabel lainnya penggunaan lahan, bahaya, dan penutupan lahan dianalisis secara
deskriptif dan spasial.
a. Kemiringan Lahan
Topografi di Desa Pasirjaya dan kawasan PTB relatif landaidatar dengan persentase kelerengan 0-2 RDTR Tanjung Baru, 2003. Topografi yang datar
memungkinkan berbagai aktivitas dan pembangunan sarana prasarana penunjang bagi kawasan PTB walaupun akan timbul kesan monoton pada tapak. Topografi
yang cenderung landai diakibatkan adanya abrasipenggerusan pantai oleh arus laut. Jika daratan pesisir masih menunjukkan ketinggian yang signifikan, dapat
dikatakan bahwa daratan tersebut relatif tahan terhadap abrasi. Sebaliknya jika peta topografi mengindikasikan permukaan daratan yang mendekati datar, maka
dapat disimpulkan bahwa daratan tersebut tidak tahan abrasi, karena terbukti abrasi telah berhasil mengikis daratan tersebut DLHPE Kab.Karawang, 2008.
Abrasi yang melanda PTB telah menggerus garis pantai ± 100 meter RDTR Tanjung Baru, 2003. Hal ini terkait dengan perubahan tata guna lahan dan
kerusakan terumbu karang sebagai salah satu penahanpereduksi kecepatan arus dan gelombang laut.
45
Gambar 22. Peta Sejarah Luasan Mangrove di Pantai Tanjung Baru
46
Gambar 23. Peta Persebaran Sisa Mangrove di Pantai Tanjung Baru
b. Bahaya