81 pertambahan ukuran lebar kapal. Kapal yang lebih lebar akan memiliki luas
permukaan basah yang lebih besar pula sehingga dengan jarak KB yang tetap maka posisi titik G akan semakin bergeser ke atas.
Perubahan ukuran lebar kapal juga menyebabkan perubahan periode oleng dimana kapal yang lebar akan memiliki periode oleng yang lebih lambat. Ketika
kapal mengalami oleng, perpindahan titik B dari posisi oleng ke posisi semula akan lebih lambat karena jaraknya yang semakin jauh.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa penambahan lebar kapal hingga menjadi 4 meter
menyebabkan periode oleng yang semakin lambat. Nilai periode oleng pada desain kapal dengan lebar 4 m berubah menjadi 4,55 detik. Namun perubahan
lebar yang tidak diikuti perubahan dalam kapal menyebabkan terjadinya penurunan stabilitas kapal sehingga dapat mengancam keselamatan kapal selama
berlangsungnya operasi penangkapan ikan. Sementara itu, nilai tahanan gerak juga berbanding lurus dengan nilai BD,
dimana semakin kecil ukuran lebar kapal BD kecil maka tahanan yang dialami akan semakin kecil. Hal ini terkait dengan ukuran penampang melintang kapal
yang semakin kecil seiring dengan berkurangnya ukuran lebar kapal. Pada ukuran dalam dan panjang yang sama, penambahan lebar kapal akan menyebabkan
tahanan gerak yang dialami akan semakin besar. Adanya pengaruh perubahan ukuran lebar kapal terhadap kondisi stabilitas
kapal dapat dilihat pada desain kapal 1 hingga 5. Desain kapal tersebut memiliki stabilitas yang lebih rendah dibandingkan Kapal PSP 01. Meskipun memiliki
periode oleng yang lebih lambat, namun kondisi stabilitasnya lebih buruk. Oleh karena itu, penambahan ukuran lebar kapal juga harus diikuti oleh penambahan
ukuran dalam sehingga stabilitas kapal menjadi semakin baik.
5.4.3 Kesesuaian dalam kapal
Hasil simulasi menunjukkan bahwa perubahan nilai dalam kapal D memiliki pengaruh terhadap perubahan nilai KG dan KB. Hal ini terkait dengan
tinggi badan kapal terendam air yang menghasilkan daya apung berbeda pada masing-masing ukuran dalam kapal. Semakin kecil ukuran dalam kapal maka
nilai KB akan semakin kecil, sedangkan nilai KG akan semakin besar. Ukuran
82 dalam kapal yang semakin bertambah akan menyebabkan nilai ton displacement
juga semakin besar. Hal inilah yang menyebabkan nilai KG semakin rendah. Perubahan ukuran dalam kapal juga berpengaruh terhadap kondisi stabilitas.
Nilai KG yang rendah akan menghasilkan kondisi stabilitas yang baik. Namun nilai dalam kapal yang besar menghasilkan periode oleng yang cepat dan
menyentak-nyentak sehingga menyebabkan ketidaknyamanan bagi ABK. Oleh karena itu, penambahan ukuran dalam kapal harus mempertimbangkan faktor
stabilitas dan periode oleng. Apabila melihat pada kondisi stabilitas dan periode oleng, maka ukuran
dalam Kapal PSP 01 sebaiknya ditambah untuk pembuatan kapal sejenis selanjutnya. Selain untuk mendapatkan stabilitas yang baik, periode olengnya
akan lebih lambat dan kapasitas muatnya akan semakin besar. Oleh karena itu, maka penambahan ukuran dalam harus dihubungkan dengan penambahan ukuran
lebar sehingga dimensi yang dihasilkan menjadi lebih ideal.
5.4.4 Perbaikan desain Kapal PSP 01
Hasil analisis terhadap rasio dimensi utama Kapal PSP 01 mengindikasikan bahwa ukuran kapal masih terlalu ramping sebagai kapal static gear. Oleh karena
itu untuk lebih menyempurnakan desain kapal dimasa mendatang perlu dilakukan desain ulang redesign yang berpedoman pada nilai rasio dimensi utama. Hasil
analisis terhadap 20 desain baru menunjukkan bahwa dengan ukuran panjang L
OA
yang sama, ukuran lebar dan dalam kapal dapat ditambah sehingga menghasilkan kapal yang lebih stabil dan memiliki kapasitas muat yang lebih
besar. Menurut Umeda dan Renilson 1993 kapal trawl tipe Australia dengan nilai
LB = 3,02 dan Cb = 0,451 memiliki nilai tahanan gerak lebih rendah dibandingkan dengan kapal trawl tipe Jepang yang memiliki nilai LB = 4,14 dan
Cb = 0,779. Kapal trawl tipe Australia juga relatif lebih lebar dibandingkan
dengan tipe Jepang bila keduanya dibandingkan terhadap panjang kapal yang sama.
Hasil penelitian Umeda dan Renilson tersebut mendukung bahwa perubahan lebar kapal memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap kondisi
kapal dibandingkan perubahan panjangnya.
83 Aydin dan Salci 2008 menyatakan bahwa semakin besar nilai LB maka
tahanan yang dialami kapal akan semakin kecil. Hal ini terkait dengan nilai koefisien bentuk k yang semakin kecil. Sementara itu, peningkatan nilai Cb
juga akan meningkatkan nilai tahanan gerak yang dialami oleh kapal. Oleh karena itu, penentuan ukuran kapal hasil desain ulang selain didasarkan pada rasio
dimensi utama juga mempertimbangkan nilai Cb dari ukuran kapal yang diperoleh sebagai hasil proses redesign.
Kurva stabilitas statis untuk ke-20 desain baru yang disimulasikan menghasilkan 19 desain yang memenuhi kriteria IMO. Desain A merupakan satu-
satunya ukuran kapal yang gagal memenuhi kriteria IMO. Meskipun 19 desain lainnya memenuhi standar stabilitas IMO, namun desain yang diambil adalah
kapal yang memiliki stabilitas lebih baik dari Kapal PSP 01. Desain yang
memiliki stabilitas yang lebih baik adalah desain H sampai T karena memiliki nilai maksimum GZ yang lebih besar dari 0,330 m.
Kondisi stabilitas kapal merupakan salah satu kriteria yang digunakan dalam menentukan desain kapal yang baru. Semakin tinggi nilai GM dan GZ maka
kapal memiliki kualitas stabilitas yang lebih baik. Namun, biasanya stabilitas yang baik juga diikuti oleh nilai tahanan gerak yang tinggi. Hal ini tentunya
menjadi bahan pertimbangan bagi perancang designer dalam menentukan ukuran kapal yang optimal. Nilai tahanan gerak yang tinggi akan berimplikasi
pada besarnya kekuatan mesin yang diperlukan sehingga akan memberikan tambahan biaya yang cukup tinggi.
Dalam menentukan pilihan terhadap ukuran kapal yang paling optimal maka bentuk badan kapal memiliki pengaruh yang sangat besar baik terhadap stabilitas
maupun tahanan gerak. Menurut Yaakob et al. 2005 apabila nilai coefficient of fineness kapal telah ditentukan maka nilai tahanan gerak kapal tergantung dari
beberapa hal antara lain 1 ditribusi bobot muatan sepanjang kapal yang diindikasikan dengan nilai LCB, 2 bentuk area bidang air, terutama dibagian
haluan, 3 bentuk potongan melintang dan 4 tipe buritan. Perubahan ukuran lebar dan dalam kapal dapat meningkatkan kapasitas
palkah sehingga efisiensi kegiatan penangkapan menjadi lebih baik. Selain itu, penambahan dalam kapal akan memperbaiki kondisi stabilitas sehingga
84 keselamatan kapal selama operasi penangkapan menjadi lebih baik. Sementara itu,
penambahan lebar kapal akan mengakibatkan periode oleng kapal menjadi semakin lambat. Oleh karena itu maka penambahan lebar kapal yang juga diikuti
dengan perubahan ukuran dalam akan menghasilkan ukuran kapal yang lebih ideal. Ukuran lebar dan dalam yang memungkinkan untuk pembuatan kapal
sejenis dimasa mendatang seperti ditunjukkan pada Tabel 17. Penentuan prioritas altenatif didasarkan pada nilai GM, GZ maks, LCB dan periode oleng.
Pertimbangan tersebut diambil untuk mendapatkan suatu konfigurasi yang lebih optimal dan mudah untuk diterapkan di galangan kapal tradisional. Yaakob et al.
2005 mengemukakan bahwa salah satu cara untuk mengurangi tahanan total pada kapal adalah dengan menggeser LCB lebih kearah haluan. Urutan 5 terbaik
adalah desain R, S, Q, T dan P dimana masing-masing desain memiliki kelebihan dan kekurangan.
Desain T memiliki nilai GZ yang paling besar, namun nilai LCB-nya paling rendah dibandingkan dengan ke-5 desain tersebut. Sementara itu, nilai periode
olengnya juga masih lebih rendah dibandingkan dengan desain R. Hal ini
disebabkan nilai GM yang paling tinggi, sehingga menghasilkan periode oleng yang lebih cepat. Desain Q merupakan kapal yang mamiliki nilai LCB yang
paling besar kearah haluan dibandingkan yang lain. Namun nilai GZ dan
periode olengnya lebih rendah dibandingkan desain R dan T. Desain R memiliki nilai periode oleng yang paling lambat dibandingkan
desain yang lain. Selain itu, nilai meskipun nilai GZ-nya bukan merupakan yang terbesar namun kondisi stabilitasnya jauh lebih baik dibandingkan Kapal PSP 01.
Menurut Marjoni et al. in press periode oleng Kapal Purse Seine yang berkisar 3,0-3,2 detik menunjukkan olengan kapal yang cepat dan menyentak-nyentak
sehingga menimbulkan ketidaknyamanan kerja ABK diatas kapal. Sementara itu, menurut Bathacarya 1978 nilai periode oleng untuk kapal ikan umumnya
berkisar antara 5-7 detik. Periode oleng yang lambat akan memberikan tingkat kenyamanan yang
lebih baik. Penambahan ukuran lebar sebesar 65 dan dalam sebesar 77
mampu memperlambat periode oleng kapal hasil redesign desain R sebesar 30 dari periode oleng Kapal PSP 01.
Perubahan ukuran kapal tersebut juga
85 mengakibatkan penambahan GZ maksimum sebesar 43. Kapal hasil redesign
desain R memiliki periode oleng sebesar 4,505 detik. Artinya, kapal
membutuhkan waktu 4,5 detik untuk melakukan satu kali gerakan oleng. Meskipun nilai tersebut masih berada dibawah nilai acuan yang disampaikan oleh
Bathacarya 1978, namun perubahan periode oleng tersebut sudah cukup besar dari kondisi kapal saat ini. Hal ini senada dengan hasil penelitian Hadi 2009
yang menyatakan bahwa sebagian besar kapal penangkap ikan hasil pembuatan di galangan tradisional di Indonesia memiliki periode oleng antara 4,5 hingga 6 detik.
Bentuk badan kapal yang ramping dan periode oleng yang cepat merupakan kelemahan kapal yang dapat diatasi apabila pembuatan kapal mengikuti prosedur
pembuatan kapal modern. Perubahan ukuran lebar dan dalam yang disimulasikan pada kapal hasil redesign dapat menghasilkan kapal yang memiliki parameter
teknis yang lebih baik pada ukuran panjang yang sama. Oleh karena itu, kisaran ukuran kapal hasil redesign tersebut dapat dijadikan pedoman bagi pembuatan
kapal sejenis dimasa mendatang.
5.5 Alternatif Nilai Rasio Dimensi Utama Kapal