BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah adalah lembaga pendidikan formal yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempelajari apa yang perlu diketahui agar dapat berpikir
cerdas dan bertindak cepat. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa ”Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
1
UNESCO-APNIEVE SOURCE BOOK menetapkan empat pilar utama pendidikan untuk menghadapi abad ke-21, yaitu:1 Learning to know, 2
Learning to do, 3 Learning to be, 4 Learning to live together.
2
Learning to know artinya belajar tidak hanya berorientasi kepada hasil belajar, tetapi harus
berorientasi kepada proses belajar. Learning to do artinya belajar bukan hanya mendengar dan melihat tetapi untuk berbuat dengan tujuan penguasaan
kompetensi. Learning to be artinya membentuk manusia yang menjadi dirinya sendiri dan Learning to live together artinya belajar untuk bekerja sama.
Pendidikan matematika di Indonesia memang belum menampakkan hasil yang diharapkan. Dari hasil studi TIMSS tahun 2007 untuk siswa kelas VIII,
menempatkan siswa Indonesia pada urutan ke-36 dari 49 negara dengan nilai rata- rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 397. Nilai tersebut masih
jauh dari standard minimal nilai rata-rata kemampuan matematika yang ditetapkan TIMSS yaitu 500. Prestasi siswa Indonesia ini berada dibawah siswa Malaysia
dan Singapura. Siswa Malaysia memperoleh nilai rata-rata 474 dan Singapura
1
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana Prenanda Media Group, 2008, h.2
2
Ibid., 110
1
memperoleh nilai rata-rata 593.
3
Skala matematika TIMSS-Benchmark Internasional menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada peringkat bawah,
Malaysia pada peringkat tengah, dan Singapura berada pada peringkat atas. Padahal jam pelajaran matematika di Indonesia 136 jam untuk kelas VIII, lebih
banyak dibanding Malaysia yang hanya 123 jam dan Singapura 124 jam.
4
Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah untuk mengantarkan peserta didik menuju perubahan-perubahan tingkah laku, baik berupa pengetahuan, sikap,
moral, maupun sosial agar dapat hidup mandiri sebagai makhluk individu dan hidup bermasyarakat dengan baik sebagai makhluk sosial. Untuk mencapai tujuan
tersebut peserta didik berinteraksi dengan lingkungan belajar, dimana pada lingkungan belajar di sekolah interaksi ini diatur oleh guru.
Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya
manusia. Guru berhadapan langsung dengan para peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Seorang guru diharapkan dapat menciptakan lingkungan
belajar yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa secara langsung dan bertanggung jawab terhadap proses belajar itu sendiri. Selain faktor guru, siswa
sebagai subyek dalam pembelajaran merupakan faktor yang harus mendapat perhatian cukup besar, hal ini dimaksudkan agar siswa lebih termotivasi untuk
belajar. Pengajaran matematika menuntut siswa menunjukkan sikap yang aktif,
kreatif, inovatif dan bertanggung jawab. Tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa tujuan pembelajaran matematika, belum tercapai
sebagaimana yang diharapkan. Seringkali guru menemukan siswa tidak berani mengemukakan pendapat maupun bertanya. Dalam bekerja kelompok banyak dari
anggota kelompok yang hanya mencantumkan nama saja tanpa ikut berpartisipasi dalam kelompok. Tanggung jawab siswa rendah baik terhadap dirinya sendiri,
maupun terhadap kelompok.
3
Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari http:timss.bc.eduTIMSS2007techreport.html
, 6 September 2009, h. 38.
4
Ibid., h. 195.
Berdasarkan pengamatan dalam penelitian PPKT bulan Maret Tahun 2009, peneliti menemukan bahwa siswa MTs Daarul Hikmah Pamulang Kelas VII
seringkali kurang merespon terhadap pelajaran matematika, dan tidak disiplinnya siswa terhadap pelajaran matematika. Siswa tidak fokus mengikuti pembelajaran,
beberapa siswa berbincang dengan siswa lainnya ketika guru menyampaikan materi, kurangnya rasa ingin tahu terhadap materi yang dipelajari sehingga
kemampuan bertanya mereka rendah, tugas-tugas atau PR yang tidak dikerjakan, rendahnya perhatian siswa terhadap pelajaran matematika dan hanya sebagian
kecil siswa yang mampu menyelesaikan soal matematika. Siswa kurang diberikan kesempatan melakukan aktivitas belajar atau dengan kata lain peran guru dalam
pembelajaran terlihat lebih dominan. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakan belum optimal.
Sebagai motivator guru harus mampu membangkitkan motivasi siswa agar aktivitas siswa dalam proses pembelajaran berhasil dengan baik. Sebab, hakekat
mengajar bukanlah melakukan sesuatu bagi siswa tetapi lebih berupa menggerakkan siswa melakukan hal-hal yang dimaksudkan menjadi tujuan
pendidikan. Tugas utama seorang guru bukanlah menerangkan hal-hal yang terdapat dalam buku-buku, tetapi mendorong, memberikan inspirasi, memberikan
motif-motif dan membimbing siswa dalam usaha mereka mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.
Dalam standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah telah disebutkan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama yang dapat mengaktifkan siswa. Mengembangkan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis maupun bekerja sama sudah
lama menjadi fokus dan perhatian pendidik matematika di kelas, karena hal itu berkaitan dengan sifat dan karakteristik keilmuan matematika.
Teori pembelajaran kognitif memandang bahwa “Learning is much more than memory. For student to really understand and be able to apply knowledge,
they must to solve problems, to discover things for themselves, to wrestle with
ideas” Slavin 1994 : 224.
5
Intinya adalah agar pengetahuan menjadi bermakna bagi dirinya, siswa harus membangun pengetahuannya sendiri. Ini berarti,
menurut teori pembelajaran kognitif pengetahuan adalah dibangun, bukan diperoleh secara pasif. Dengan demikian, dalam kegiatan belajar mengajar guru
tidak hanya memberikan pengetahuan kedalam pikiran siswa, namun harus merencanakan pengajaran dengan berbagai kegiatan-kegiatan belajar yang
melibatkan siswa aktif dalam membangun pengetahuannya tersebut. Dalam proses ini guru berperan memberikan dukungan dan memberi kesempatan kepada siswa
untuk menerapkan ide-ide mereka sendiri dan strategi mereka dalam belajar. Dalam belajar, aktivitas sangat diperlukan. Sebab pada prinsipnya belajar
adalah berbuat. Berbuat untuk mengubah tingkah laku, jadi melakukan kegiatan. Tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas. Itulah sebabnya aktivitas merupakan
prinsip atau asas yang penting dalam interaksi belajar-mengajar. Dalam pembelajaran, yang lebih banyak melakukan aktivitas di dalam pembentukan diri
adalah anak itu sendiri, sedang pendidik memberikan bimbingan dan merencanakan segala kegiatan yang akan diperbuat oleh anak didik.
Mengajarkan matematika memerlukan model dan pendekatan agar siswa lebih mudah memahami materi dan meyelesaikan masalah mengenai materi yang
diajarkan. Model pembelajaran matematika harus mengubah situasi guru mengajar kepada situasi siswa belajar. Guru memberikan pengalamannya kepada siswa
sebagai pengayom, sebagai sumber tempat bertanya, sebagai pengarah, sebagai pembimbing, sebagai fasilitator, dan sebagai organisator dalam belajar.
Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Model-model pembelajaran tradisional kini mulai ditinggalkan
berganti dengan model yang lebih modern. Sejalan dengan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini
banyak mendapat respon adalah
Model pembelajaran terbalik reciprocal teaching.
Model pembelajaran terbalik reciprocal teaching merupakan konsep baru dalam
5
Sri Hartati, Penerapan Pendekatan Pembelajaran Terbalik Reciprocal Teaching Pengajaran Berbalik Sebagai Upaya peningkatan Kadar Keaktifan dan Kemampuan Kognitif
Siswa Pada Pembelajaran IPA SLTP, Jakarta: Laporan Penelitian LIPI,UNS, 2002 h.3
pembelajaran yang dapat
merangsang siswa untuk belajar mandiri, kreatif, dan lebih aktif dalam mengikuti kegiatan pembelajaran juga dapat
membantu memecahkan kebutuhan yang sering dihadapi dalam penggunaan model pembelajaran yang
sudah usang. Pembelajaran terbalik reciprocal teaching ini merupakan model yang
dirasa dapat membantu meningkatkan aktivitas, karena dengan menerapkan pembelajaran terbalik reciprocal teaching siswa diutamakan dapat menerapkan
empat strategi pemahaman mandiri, yaitu: menyimpulkan bahan ajar, menyusun pertanyaan dan menyelesaikannya, menjelaskan kembali pengetahuan yang telah
diperolehnya, kemudian memprediksikan pertanyaan apa selanjutnya dari persoalan yang disodorkan kepada siswa.
6
Manfaatnya adalah dapat meningkatkan antusias siswa dalam pembelajaran karena siswa dituntut untuk
aktif berdiskusi dan menjelaskan hasil pekerjaannya dengan baik. Pada pembelajaran terbalik reciprocal teaching siswa diberi kesempatan
untuk berkomunikasi dan berinteraksi sosial dengan temannya untuk mencapai tujuan pembelajaran, sementara guru bertindak sebagai motivator dan fasilitator
aktivitas siswa. Artinya dalam pembelajaran ini kegiatan aktif dengan pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa dan mereka bertanggung jawab atas
pembelajarannya. Dalam kaitannya dengan pembelajaran terbalik reciprocal teaching adalah untuk menilai aktivitas-aktivitas siswa, dan aktivitas yang
dimasudkan adalah kegiatan siswa selama siswa bekerja dalam kelompoknya, yaitu 1 memperhatikan, 2 memberi penjelasan, 3 menanggapi penjelasan, 4
mengajukan pertanyaan, 5 membuat rangkuman, 6 memecahkan masalah, 7 memprediksi, 8 antusias dan senang dll. Oleh karena itu, dengan menerapkan
pembelajaran terbalik reciprocal teaching dirasa dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika siswa.
Guna membuktikan hal tersebut, maka diperlukan studi penelitian lebih lanjut, untuk itulah peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
6
Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Pembelajaran Terbalik Reciprocal Teaching untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Operasi Bilangan Berpangkat Siswa Kelas
IX-A SMP Negeri 2 Moramo, h. 2 dalam http:pendidikanmatematika.files.wordpress.com200903proposal_reciprocal_teaching_.doc
.
penerapan pembelajaran terbalik reciprocal teaching untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika dengan mengangkatnya menjadi
bahan kajian dalam skripsi yang berjudul: “Penerapan Model Pembelajaran Terbalik
Reciprocal Teaching Untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar Matematika Siswa”
B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian