Hubungan komitmen organisasi dengan disiplin kerja pegawai negeri sipil Jakarta Barat

(1)

HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN

DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL

JAKARTA BARAT

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

DI SUSUN OLEH: HARYANTO 105070002282

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010 M / 1431 H


(2)

KERJA

SKRIPSI

Disusun dan diajukan kepada Fakultas Psikologi

untuk memenuhi salah satu syarat mencapai

Sarjana Psikologi pada

Fakultas Psikologi

UIN Jakarta

Oleh:

HARYANTO

105070002282

Pembimbing I Pembimbing II

Abdul Rahman Shaleh, M. Si Desi Yustari, M. Psi NIP. 150 293 224 NIP. 198212142008012006

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

Skripsi yang berjudul ”HUBUNGAN KOMITMEN ORGANISASI DENGAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL JAKARTA BARAT” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 September 2010 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 6 September 2010

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph,D Dra. Fadhilah Suralaga, M. Si NIP. 130 885 552 NIP. 195612231983032001

Anggota

Penguji I Penguji II

Drs.Sofiandy Zakaria, M.Psi. Abdul Rahman Shaleh, M. Si NIP. 150 293 224

Pembimbing I Pembimbing II

Abdul Rahman Shaleh, M. Si Desi Yustari, M. Psi NIP. 150 293 224 NIP. 198212142008012006


(4)

JAKARTA BARAT

Hasil Penelitian

Diajukan oleh:

Nama : Haryanto

Nim : 105070002282 Fakultas : Psikologi

Telah disetujui oleh Dosen Pembimbing Pada Tanggal 6 September

Dosen Pembimbing,


(5)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya asli yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya asli atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 6 September 2010

Haryanto


(6)

Hai orang-orang yang beriman,

ta’atilah Allah dan ta’atilah Rosul(Nya), dan ulil

amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan

pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia

kepada Allah (Al Quran) dan Rosul (sunahnya), jika

kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari

kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)

dan lebih baik akibatnya

(Q.S. An Nisaa’(4): 59)


(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan setulus hati untuk:

Ibu dan ayahku, Bangsa dan agamaku,

Saudara–saudaraku,

Hasil karya ini teruntuk:

• Kedua orang tuaku yang selalu mendo’akan, memberikan dukungan baik

moril maupun materil.

• Abangku tersayang.

• Guru-guruku di Darussalam dan Darussa’adah.

• Keluarga besar di Kembangan Jakarta.

• Teruntuk para sahabatku yang selalu membantu dan memberikan dukungan


(8)

(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B) September 2010

(C) Haryanto

(D) Hubungan Komitmen Organisasi Dengan Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil Jakarta Barat

(E) 80 Halaman + 31 tabel + xiii Lampiran

(F) Disiplin kerja baik dalam organisasi pemerintahan ataupun instansi lain merupakan faktor kunci dalam menentukan langkah dalam mencapai tujuan organisasi itu sendiri. Faktor penentu dalam disiplin kerja sendiri ditentukan oleh para pegawai itu sendiri. Faktor yang mempengaruhi dari disiplin kerja salah satunya yaitu dengan tingginya tingkat komitmen organisasi para pegawai, karena komitmen organisasi merupakan kepemihakan karyawan pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara komitmen organisasi dan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan Kembangan Jakarta Barat.

komitmen organisasi merupakan kepemihakan karyawan pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu.

Disiplin kerja adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati segala norma peraturan yang berlaku diorganisasi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode korelasi untuk mengetahui apakah ada hubungan antara komitmen organisasi dengan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan Kembangan Jakarta Barat.

Responden penelitian berjumlah 61 orang yang ditentukan dengan teknik simple random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan berupa skala yang terdiri dari skala komitmen organisasi dengan jumlah 15 item dan skala disiplin kerja yang berjumlah 60 item dengan nilai reliabilitas masing-masing skala. Untuk skala komitmen organisasi dengan nilai reliabilitas sebesar 0.701 dan skala disiplin kerja dengan nilai reliabilitas sebesar 0.959 dengan keterangan sangat reliabel. Untuk uji validitas dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment Pearson. Penggunaan uji validitas menggunakan r tabel dengan jumlah N = 30 dengan taraf


(9)

Untuk menguji hipotesa, peneliti menggunakan teknik statistik Product Moment Pearson. Data statistik menunjukan r hitung sebesar 0.553 dan r tabel dengan taraf signifikansi N = 61 sebesar 0.254 (r hitung > r tabel) yang berarti bahwa Ho ditolak. Ditolaknya Ho ini berarti bahwa terdapat hubungan antara komitmen organisasi dengan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan Kembangan. Arah kedua variabel ini positif, dengan kata lain semakin tinggi komitmen organisasinya semakin tinggi disiplin kerjanya, demikian sebaliknya.

Hasil dari diskusi ini adalah komitmen organisasi berhubungan dengan disiplin kerja seorang Pegawai Negeri Sipil ini berarti langkah selanjutnya dalam proses

perekrutan ataupun pelatihan instansi-instansi diharapkan memperhatikan variabel komitmen organisasi terhadap pencapaian disiplin kerja dan tujuan organisasi. (G) Daftar bacaan : 30 buku (1977 - 2009), 2 jurnal, 1 Skripsi, 1Tesis, dan 3 Internet


(10)

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirrabbil’alamin, segala puji syukur terpanjatkan kepada Allah SWT. Yang telah melimpahkan rahmat karunia-Nya hingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “HUBUNGAN KOMITMEN

ORGANISASI DENGAN DISIPLIN KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL JAKARTA BARAT” dengan baik.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperolah gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi penulis sudah semaksimal mungkin untuk memberikan hasil yang terbaik. Dan tidak mungkin terwujud tanpa adanya dorongan, bimbingan, bantuan baik moril maupun materil dan do’a dari berbagai pihak. Karena itu penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Jahja Umar, Ph, D. Selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Abdul Rahman Saleh, M. Si. Selaku Dosen Pembimbing satu skripsi,

terimakasih banyak atas bimbingan dan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan dari bapak penulis banyak belajar tentang arti kesabaran, makna kehidupan, dan keseriusan dalam penelitian sangatlah diperlukan.


(11)

4. Segenap Dosen Pengajar Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pelajaran berharga dengan metode-metode pengajaran yang berbeda-beda.

5. Seluruh Staf Karyawan Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

6. Seluruh Pegawai Negeri Sipil kantor Kecamatan Kembangan Jakarta Barat

yang menjadi sampel penelitian ini yang telah menerima saya dengan baik dan meluangkan waktunya untuk memberikan data dan informasi guna penyelesaian penyusunan Skripsi ini.

7. Kedua Orang Tuaku atas didikan, asuhan dan do’a yang tiada hentinya

selama ini, serta kasih sayang yang teramat besar yang di berikan kepada penulis. Ananda persembahkan kesarjanaan ini untuk ayah dan ibunda tercinta.

8. Keluarga di Kembangan, Cing Nisan yang telah menerima saya, mendidik dan

mendo’akan dan memberikan kasih sayang.

9. Saudara-saudaraku ka Nurlailah, Ka Ayadih, Ka Yayah, Ka Juhaini dan adik

Hermansyah yang begitu banyak memberikan motivasi.

10.Untuk sepupuku Abdul Hakim yang mau membantu, terimakasih atas


(12)

12.Mentor-mentorku yang tidak bosan-bosannya memacu semangat juangku ka Ismu dan ka Al Falaq terimakasih atas waktu dan dorongan- dorongan semagat juang sukses untuk kalian semua.

13.Teman-teman LDK Psikologi Didit, Filah, Arif, Hari, Agus dan Deas tetap

semangat dalam hidup ini salam da’wah.

14.Untuk para murid-muridku anggota majelis ta’lim Al Ikhlas terimakasih telah

mengisi perjalanan panjang ini dengan do’a dan lantunan ayat-ayat Al Qur’an semoga cita-cita kalian terkabul.

Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dalam penyusunan maupun dalam penyajiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun sehingga akan dapat menjadi bahan pertimbangan dan masukan untuk penyusunan tugas-tugas selanjutnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Wabilahi taufiq walhidayah Wasalamu’alaikum wr.wb

Jakarta, 6 September 2010 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Halaman Pengesahan Halaman Berita Acara Ujian Lembar Pernyataan

Halaman Motto

Halaman Persembahan

Abstrak………...i

Kata Pengantar………...iv

Daftar Isi………...viii

Daftar Tabel………...xi

BAB I : PENDAHULUAN...1 - 11 1.1. Latar Belakang Masalah...1

1.2. Idetifikasi dan Pembatasan Masalah...8

1.2.1 Identifikasi Masalah...8

1.2.2 Pembatasan Masalah...8


(14)

1.3.2 Manfaat Penelitian...9

1.4. Sistematika Penulisan...10

BAB II : KAJIAN PUSTAKA...12 - 36 2.1. Disiplin Kerja...12

2.1.1 Pengertian Disiplin Kerja...12

2.1.2 Prinsip-prinsip Disiplin Kerja...15

2.1.3 Bentuk-bentuk Disiplin Kerja...16

2.1.4 Pentingnya Disiplin Kerja...18

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja...20

2.1.6 Pelaksanaan Disiplin Kerja...25

2.2. Komitmen Organisasi ...26

2.2.1 Pengertian Komitmen Organisasi...26

2.2.2 Dimensi-dimensi Komitmen Organisasi...27

2.2.2.1 Dimensi Menurut Allen Mayer...27

2.2.2.2 Dimensi Menurut Mowday, Poters, dan Steers...30

2.3. Tingkatan Komitmen Organisasi...31

2.4. Kerangka Berfikir...34

2.5. Hipotesis...36 BAB III: METODOLOGI PENELITIAN...37-50


(15)

3.1.2. Variabel Penelitian...37

3.1.3. Definisi konseptual...38

3.1.4. Definisi Operasional...38

3.2. Pengambilan Sampel...40

3.2.1. Populasi dan Sampel………...40

3.2.2. Teknik Pengambilan Sampel………..41

3.3. Pengumpulan Data...42

3.3.1. Metode dan Instrumen Penelitian……….42

3.3.2. Teknik Uji Instrumen Penelitian………46

3.3.3. Hasil Uji Instrumen……….47

3.3.4. Teknik Analisis Data………...49

3.3.5. Prosedur Penelitian ………...49

BAB IV: PERSENTASI DAN ANALISIS DATA...51 - 73 4.1. Gambaran Umum Subyek Penelitian...51

4.1.1. Gambaran Disiplin Kerja………58

4.1.2. Gambaran komitmen Organisasi………...60

4.2. Analisis Data………..62

4.2.1. Uji Korelasi………62

4.3. Hasil Tambahan...64


(16)

BAB V : DISKUSI, KESIMPULAN dan SARAN...74 - 80 5.1 Diskusi……...74 5.2 Kesimpulan...75 5.3. Saran...79 DAFTAR PUSTAKA


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Nilai Skor Jawaban...47

Tabel 3.2 Blue Print Field Test Skala Komitmen Organisasi...47

Tabel 3.3 Blue Print Field Test Skala Disiplin Kerja ...49

Tabel 3.4 Kaidah Kasifikasi Uji Reliabilitas ...50

Tabel 3.5 Koefisien Reliabilitas Instrumen Penelitian...52

Tabel 4.1 Kategori sampel berdasarkan jabatan………55

Tabel 4.2 Kategori sampel berdasarkan usia……….56

Tabel 4.3 Kategori sampel berdasarkan jenis kelamin………..57

Tabel 4.4 Kategori sampel berdasarkan pendidikan terakhir……….58

Tabel 4.5 Kategori sampel berdasarkan suku bangsa………59

Tabel 4.6 Kategori sampel berdasarkan agama……….60

Tabel 4.7 Kategori sampel berdasarkan status pernikahan………60

Tabel 4.8 Kategori sampel berdasarkan pendapatan per bulan ……….61

Tabel 4.9 Nilai minimum, maksimum, sum, mean, standar deviasi disiplin kerja…………62

Tabel 4.10 Norma Kategorisasi………...63

Tabel 4.11 Kategorisasi Disiplin Kerja………63

Tabel 4.12 Nilai minimum, maksimum, sum, mean, standar deviasi komitmen organisasi………...64

Tabel 4.13 Norma Kategorisasi………...65

Tabel 4.14 Kategorisasi komitmen organisasi……….65

Tabel 4.15 Uji Korelasi Komitmen Organisasi dengan Disiplin Kerja………...66

Tabel 4.16 Kategori disiplin kerja berdasarkan jabatan………...68


(18)

Tabel 4.20 Kategori disiplin kerja berdasarkan suku bangsa………...70

Tabel 4.21 Kategori disiplin kerja berdasarkan agama………71

Tabel 4.22 Kategori disiplin kerja berdasarkan status pernikahan………..71

Tabel 4.23 Kategori disiplin kerja berdasarkan pendapatan per bulan………72

Tabel 4.24 Kategori komitmen organisasi berdasarkan jabatan………..73

Tabel 4.25 Kategori komitmen organisasi berdasarkan usia………...73

Tabel 4.26 Kategori komitmen organisasi berdasarkan jenis kelamin………74

Tabel 4.27 Kategori komitmen organisasi berdasarkan pendidikan terakhir………...75

Tabel 4.28 Kategori komitmen organisasi berdasarkan suku bangsa………..75

Tabel 4.29 Kategori komitmen organisasi berdasarkan agama………...76

Tabel 4.30 Kategori komitmen organisasi berdasarkan status pernikahan………..76


(19)

(20)

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam pelaksanaan pembangunan nasional dibutuhkan penyelenggara negara yang memiliki sikap dan perilaku yang baik dan benar. Kemajuan suatu bangsa akan tercapai dengan disiplin kerja yang baik penyelenggara negara beserta seluruh rakyat indonesia dalam mematuhi, melaksanakan hukum dan norma kehidupan berbangsa dan bernegara.

Senada dengan itu Poerwopoespito dan Utomo (2004), menyatakan bahwa bangsa Indonesia masih sangat lemah dalam hal kedisiplinan, baik dalam segala sektor kehidupan seperti dalam lingkungan rumah tangga, dalam lingkungan masyarakat, dalam lingkungan kenegaraan, dalam lingkungan perusahaan, dalam lingkungan olah raga, dalam lingkungan pendidikan, dan dalam lingkungan pemerintahan. Dalam rangka mengatasi permasalahan tersebut maka diperlukan adanya pegawai Negeri Sipil sebagai Aparatur Negara, Abdi Negara, dan Abdi Masyarakat yang penuh kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila, Undang-undang Dasar 1945, Negara, pemerintah serta bersatu padu, bermental baik, berwibawa, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bermutu tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggarakan tugas pemerintahan dan pembangunan.


(21)

Menurut Gufron (2009), disiplin PNS pada Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980, dinilai masih perlu penyempurnaan karena ada dasar pertimbangan sebagai berikut:

1. Ada kecenderungan kinerja pegawai menurun dan disiplin yang rendah; 2. Sanksi disiplin yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980

dianggap terlalu ringan, sehingga tidak ada efek jera;

3. Adanya duplikasi ketentuan, sebagaimana tercantum dalam pasal 2 dan pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980;

4. Selama ini terdapat Pimpinan yang membiarkan bawahannya yang melanggar, tidak dikenakan hukuman disiplin, untuk yang akan datang dikenakan sanksi; 5. Dirasakan walaupun masa berlakunya sudah lama, namun pelanggaran secara

signifikan tidak berkurang, pelaksanaan tugas kurang lancar, kurang profesional dan kurang amanah;

6. Ada kecenderungan atasan menutup-nutupi pelanggaran yang dilakukan bawahan sebab akan dianggap Pimpinan tidak bisa membina bawahan;

7. Adanya pelanggaran yang berulang, ini sebagai akibat dari hukuman dianggap ringan sehingga tidak mempunyai efek jera, dengan mudahnya akan mengulangi perbuatannya;

8. Banyak pegawai kurang memahami dalam mengaplikasikan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980.

Dari paparan dasar penyempurnaan Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 di atas dapat diasumsikan bahwa disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil saat ini masih belum terpenuhi.


(22)

Sedangkan Fhatoni (2006), menegaskan faktor tujuan dan kemampuan, keteladanan pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat (pengawasan melekat), sanksi hukuman, ketegasan dan hubungan kemanusiaan merupakan hal yang sangat penting pula dalam mempengaruhi kedisiplinan seseorang. Namun, faktor waskat (pengawasan melekat) merupakan faktor yang paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan suatu organisasi. Karena dengan waskat ini atasan harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya.

Dalam memelihara disiplin, Theo Haimann (dalam Nawawi, 2005) menyatakan bahwa disiplin dikatakan baik apabila karyawan atau anggota organisasi secara umum

mengikuti aturan-aturan organisasi, dan dikatakan buruk apabila tidak mengikuti atau melanggar aturan-aturan tersebut. Akan tetapi kenyataannya masih banyak pegawai sektor-sektor pemerintahan yang seenaknya membuat range waktu sendiri, tidak mengikuti waktu yang ada. Sehingga ada sebutan self timer atau brigade 902 (datang pukul 09.00, pulang pukul 14.00). (Poerwopoespito dan Utomo, 2004).

Dari uraian diatas dapat dikatakan bahwa disiplin sangat penting dalam perkembangan karakteristik kepribadian seperti tanggung jawab, percaya diri, ketekunan, dan kontrol diri. Disiplin dalam pengembangan karakteristik kepribadian tersebut sangat penting bagi para karyawan atau anggota organisasi dalam mempertahankan dan

mengembangkan perilaku yang tepat dalam bekerja. Keefektifan suatu organisasi hanya dapat diwujudkan dengan diwujudkannya disiplin kerja yang tinggi. Disiplin kerja merupakan kondisi organisasi atau iklim kerja yang sangat penting dalam kepemimpinan


(23)

untuk mengefektifkan organisasi. Tanpa disiplin kerja akan sangat sulit mewujudkan efektivitas dan efesiensi kerja sehingga akan sulit pula dalam mencapai tujuan organisasi secara maksimal (Nawawi, 2005).

Disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Tanpa disiplin pegawai yang baik, sulit bagi suatu instansi untuk mencapai hasil yang optimal. Seorang atasan dikatakan efektif dalam kepemimpinannya bila para pegawai berdisiplin dengan baik.Untuk memelihara dan meningkatkan kedisiplinan adalah hal yang sulit karena banyak faktor yang

mempengaruhinya(Khairul, 1999).

Berdasarkan data yang dihimpun Suara Pembaruan (2009), sekitar 215 orang dari 2.915 PNS Pemkot Jakarta Barat tidak masuk kerja pada Kamis (24/9/2009). Pemeriksaan mendadak dipimpin Wali Kota Jakarta Barat Djoko Ramadhan di kantor Wali Kota Jakarta Barat, Jl Raya Kembangan Nomor 2. Dalam sidak itu ditemukan 215 orang tidak masuk kerja, sekitar 44 orang atau 1,40 % dilaporkan sakit, izin 38 orang (1,30%), cuti 93 orang (3,19 %), pendidikan 3 orang atau 0,10 %, dan terlambat 37 orang (1,27%). "Bagi mereka yang tidak masuk hari ini akan diberikan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku yakni PP 30 Tahun 1980," tegas Djoko di hadapan sejumlah PNS yang masuk.


(24)

Berdasarkan paparan di atas membuktikan bahwa masih rendahnya disiplin kerja pegawai negeri saat ini dan hal ini harus benar-benar dipahami dengan kesadaran yang tinggi tentang arti dari komitmen organisasi sendiri.

Hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah unsur komitmen terhadap organisasi yang merupakan topik menarik bagi sejumlah ilmuan dan praktisi. Dasar ketertarikan para ilmuan menelaah tentang komitmen terhadap organisasi adalah karena diduga

berdampak langsung dan positif terhadap organisasi, seperti masalah absensi dan perpindahan kerja, juga terkait dengan loyalitas, motivasi dan keterlibatan kerja, dan menumbuhkan kemauan bekerja keras, kreatif dan inovatif, serta menumbuhkan perilaku prososial. Dengan kata lain, kajian tentang komitmen terhadap organisasi berguna untuk memahami dedikasi bawahan terhadap organisasi kerjanya (Purwanto, 2000). Ini artinya bahwa seorang pegawai yang mempunyai komitmen terhadap organisasi, memaknai kerja dengan hal yang luhur mengindikasikan bahwasanya mereka dekat dengan

kedisiplinan kerja yang akan dicapai dan dekat dengan perasaan puas terhadap pekerjaan yang dicapainya.

Komitmen organisasi mempunyai tiga komponen seperti keyakinan yang kuat dari seseorang dan penerimaan tujuan organisasi, kemauan seseorang untuk berusaha keras untuk bergantung pada organisasi, dan keinginan seseorang yang terbatas untuk mempertahankan keanggotaan. Semakin kuat komitmen, semakin kuat kecenderungan seseorang untuk diarahkan pada tindakan sesuai dengan standar (Imronuddin, 2003).


(25)

Menurut Yoash Wiener (dalam Soetjipto, 1999) dengan adanya komitmen, SDM akan rela berkorban demi kemajuan perusahaan, bersedia memberi perhatian besar pada perkembangan perusahaan, dan punya tekad kuat menjaga eksistensi perusahaan. Menurut wiener itu tercipta karena adanya kepercayaan (belief) yang bersangkutan, bahwa komitmen merupakan kewajiban moralnya terhadap perusahaan tempat ia

bekerja. Kepercayaan ini membuat komitmen menjadi fleksibel, dapat berpindah-pindah mengikuti kepindahan individu dari satu perusahaan keperusahaan lain, serta karyawan mempunyai kewajiban untuk loyal kepada perusahaan, karena dengan kesetiaan yang dimiliki oleh karyawan akan sangat berdampak kepada kinerja perusahaan (Koesmono, 2007).

Sedangkan Wibowo (2006), menegaskan bahwa suatu komitmen untuk mencapai tujuan ambisius sangat beresiko jika landasan daya saing bergeser lebih cepat daripada

kemampuan organisasi mencapai target. Komitmen semacam ini dapat mengunci perusahaan dalam arah visi dengan kebulatan tekad untuk mencapai sasaran yang jelas, walaupun lingkungan tidak pasti. Sebaliknya, komitmen untuk memperluas hubungan dapat mendorong pembaruan perusahaan secara berkelanjutan, tetapi strategi ini dapat mengandung resiko sendiri. Membangun komitmen untuk perubahan tidak mudah, dan prosesnya sulit karena banyak orang belum mempersiapkan diri. Akan tetapi,

pendekatan untuk mengembangkan komitmen yang kuat merupakan proses yang dapat dipahami dan dapat dikelola (Wibowo, 2006). Hal itulah yang memungkinkan


(26)

ini harus benar-benar dipahami dengan kesadaran yang tinggi tentang arti dari komitmen organisasi dan kedisiplinan kerja sendiri.

Penelitian tentang komitmen organisasi ini dilakukan di kantor Kecamatan X Jakarta Barat yang merupakan salah satu instansi pemerintahan yang bergerak dalam sektor pelayanan masyarakat. Peneliti ingin melihat seberapa jauh komitmen organisasi pegawai pemerintah berhubungan dengan disiplin kerja pegawai yang bekerja di kantor itu. Hal tersebut, ternyata sesuai dengan survey pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan mendatangi kantor tersebut sebelumnya yang ternyata masih terdapat pegawai yang mungkin dapat dikatakan mangkir. Meskipun belum dapat diketahui banyaknya namun sudah terlihat ada pegawai yang duduk-duduk di samping kantor sambil merokok sedangkan itu pada jam kerja. Kemudian, peneliti menemukan banyak pegawai yang asyik ngobrol bersama dalam ruangan pada jam kerja dan masih banyak pegawai yang meninggalkan kantor sebelum jam pulang kantor. Hal itu semua mungkin mencerminkan ketidak disiplinan yang mungkin akan memiliki hubungan dengan komitmen organisasi. Atas latar belakang dan fenomena itu maka peneliti tertarik mengambil judul:

“Hubungan Komitmen Organisasi Dengan Disiplin Kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan X Jakarta Barat


(27)

1.2 Identifikasi dan Pembatasan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Identifikasi masalahnya adalah:

1. Apakah ada hubungan antara komitmen organisasi dengan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil kantor Kecamatan X Jakarta Barat?

2. Apakah tingkat disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil kantor Kecamatan X Jakarta Barat adalah dampak dari komitmen organisasi?

3. Apakah faktor-faktor yang menentukan disiplin kerja pegawai Negeri Sipil kantor Kecamatan X Jakarta Barat?

4. Faktor apa saja yang membentuk komitmen pegawai terhadap organisasi?

1.2.2 Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka pembatasan masalah yang terkait dengan komitmen organisasi dan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil yang didefinisikan sebagai berikut:

1. Komitmen yang penulis maksud disini adalah proses pada pegawai dalam mengidentifikasikan dirinya dengan norma, nilai-nilai, dan aturan perusahaan. 2. Disiplin kerja yang dimaksud yaitu suatu sikap menghormati, menghargai, patuh dan

taat terhadap peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, serta sangup menjalankan dan tidak mengelak untuk menerima sanksi


(28)

1.2.3 Rumusan Masalah

Dengan mengetahui batasan masalah tersebut diatas, maka penulis menetapkan masalah yang ingin dijawab dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan yang signifikan antara komitmen organisasi dan disiplin kerja pegawai negeri sipil kantor Kecamatan X Jakarta Barat?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara komitmen organisasi dan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil kantor Kecamatan X Jakarta Barat

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini secara teoritis yaitu:

1. Mengarah pada pengembangan teori tentang komitmen organisasi dan disiplin kerja yang lebih aplikatif.

2. Ikut berpartisifasi memberikan sumbangsih pemikiran tentang pentingnya

pengembangan komitmen organisasi instansi dalam pembentukan disiplin kerja yang tinggi.

Manfaat penelitian secara praktis yaitu:


(29)

masalah-masalah yang berhubungan dengan disiplin kerja.

2. Dapat mengoptimalkan kinerja pelayanan Istansi dalam menjalankan fungsinya. 3. Dapat memberikan dorongan bagi para pegawai tentang pentingnya disiplin kerja,

agar dapat mempertahankan dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Instansi yang ada.

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk lebih memudahkan dalam Skripsi ini, maka penulis menyusun menjadi 5 (lima) bab. Setiap bab saling berkaitan satu sama lain, dari bab pendahuluan sampai bab kesimpulan dan saran.

BAB I: PENDAHULUAN

Merupakan bab pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian dan akhir bab ini adalah sistematika penulisan.

BAB II: KAJIAN PUSTAKA

Merupakan bab kajian pustaka yang meliputi disiplin kerja dan komitmen organisasi. Bagian disiplin kerja berkenaan dengan: pengertian disiplin kerja, bagian disiplin kerja, pentingnya disiplin kerja, faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin kerja, pelaksanaan disiplin kerja. Bagian komitmen organisasi berkenaan dengan: pengertian komitmen organisasi, dimensi-dimensi komitmen organisasi, tingkatan komitmen organisasi. Bagian lain bab ini yaitu kerangka berfikir dan diakhiri dengan hipotesis.

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN


(30)

penelitian, definisi konseptual, definifi operasional, menentukan populasi dan sampel, teknik pengambilan sampel, pengumpulan data, metode dan instrumen penelitian, analisa data, teknik pengolahan data dan prosedur penelitian .

BAB IV: PEMBAHASAN

Membahas tentang penyajian dan hasil penelitian meliputi validitas instrumen, pengumpulan dan penyajian data, analisis data dan hasil penelitian.

BAB V: KESIMPULAN dan SARAN

Adalah bagian akhir dari skripsi yang memuat kesimpulan, diskusi dan saran-saran, dalam skripsi dicantumkan lampiran-lampiran, daftar tabel dan daftar pustaka.


(31)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Disiplin Kerja

2.1.1 Pengertian Disiplin Kerja

Menurut Martoyo (2000), kata disiplin itu sendiri berasal dari bahasa Latin ”discipline” yang berarti: “latihan atau pendidikan kesopanan dan kerohanian serta pengembangan tabiat”. Berdasarkan definisi tersebut, arah dan tujuan disiplin pada dasarnya adalah ”keharmonisan” dan ”kewajaran” kehidupan kelompok atau organisasi, baik organisasi formal maupun non formal.

Sedangkan menurut Rosidah (2003), disiplin (discipline) adalah prosedur yang mengoreksi atau menghukum bawahan karena melanggar peraturan atau prosedur. Disiplin merupakan bentuk pengendalian diri pegawai dan pelaksanaan yang teratur dan menunjukan tingkat kesungguhan tim kerja di dalam sebuah organisasi.

Sementara menurut (Khairul, 1999), kedisiplinan adalah sikap seseorang yang secara sukarela menaati semua peraturan dan norma-norma sosial yang berlaku dan sadar akan tugas dan tanggungjawabnya sehingga pegawai tersebut dapat mematuhi atau

mengerjakan semua tugasnya dengan baik bukan atas paksaan tetapi adanya motivasi tertentu pada pegawai tersebut. Pendapat tersebut didukung oleh Hasibuan (2000) yang mengatakan kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.


(32)

Sama halnya menurut Sutrisno (2009), menyatakan bahwa disiplin adalah sikap

kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati segala norma peraturan yang berlaku diorganisasi. Senada dengan itu Hendro (1996), menyatakan bahwa disiplin adalah ketaatan terhadap peraturan dan norma kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang berlaku, yang dilaksanakan secara sadar dan ikhlas lahir dan batin, sehingga timbul rasa malu terkena sanksi dan rasa takut terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Pendapat yang lain tentang disiplin kerja yaitu oleh Nawawi (2005), bahwa disiplin kerja merupakan kondisi organisasi atau iklim kerja yang sangat penting dalam kepemimpinan untuk mengefektifkan organisasi.

Sedangkan menurut pendapat ahli lainnya Fhatoni (2006), menyatakan bahwa kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran adalah sikap seseorang yang secara suka rela menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak.

Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2009) mengatakan, disiplin adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya. Disiplin karyawan yang baik akan mempercepat tujuan perusahaan, sedangkan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperhambat pencapaian tujuan perusahaan.


(33)

Disiplin menunjukan suatu kondisi atau sikap hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketepatan perusahan. Dengan demikian, bila peraturan atau ketetapan yang ada dalam perusahaan itu diabaikan atau sering di langgar, maka

karyawan mempunyai disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya, bila karyawan tunduk pada ketetapan perusahaan, menggambarkan adanya kondisi disiplin yang baik. Dalam arti yang lebih sempit dan lebih banyak dipakai, disiplin berarti tindakan yang diambil dengan penyeliaan untuk mengoreksi perilaku dan sikap yang salah pada sementara karyawan (Siagian dalam Sutrisno, 2009).

Disiplin berarti mematuhi aturan, baik tertulis maupun yang tak tertulis (Poerwopuspito dan Utomo, 2000). Latainer dalam Sutrisno (2009), mengartikan disiplin sebagai suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku. Dalam arti sempit, biasanya dihubungkan dengan hukuman. Padahal sebenarnya menghukum seorang karyawan hanya merupakan sebagian dari persoalan disiplin. Hal demikian jarang terjadi dan hanya dilakukan bilamana usaha-usaha pendekatan secara konstruktif mengalami kegagalan.

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa yang di maksud dengan disiplin adalah sikap hormat terhadap peraturan dan ketetapan perusahaan, yang ada dalam diri karyawan, yang menyebabkan ia dapat menyesuaikan diri dengan


(34)

2.1.2 Prinsip-prinsip Disiplin Kerja

Husein (1997) berpendapat bahwa seorang pegawai dianggap melaksanakan prinsip-prinsip disiplin kerja apabila ia melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

1. Hadir ditempat kerja sebelum waktu mulai bekerja.

2. Bekerja sesuai dengan prosedur maupun aturan kerja dan peraturan organisasi. 3. Patuh dan taat kepada saran maupun perintah atasan.

4. Ruang kerja dan perlengkapan selalu dijaga dengan bersih dan rapi. 5. Menggunakan peralatan kerja dengan efektif dan efisien.

6. Menggunakan jam istirahat tepat waktu dan meninggalkan tempat setelah lewat jam kerja.

7. Tidak pernah menunjukan sikap malas kerja. 8. Selalu merasa senang dan gembira dalam bekerja.

9. Ada kesediaan untuk saling membantu antara sesama pegawai untuk mencapai keberhasilan organisasi.

10.Selama bekerja tidak pernah absen/tidak masuk kerja dengan alasan yang tidak tepat, dan hampir tidak pernah absen karena sakit.

Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja mengacu pada prinsip-prinsip yang merupakan indikator-indikator variabel disiplin kerja. Prinsip-prinsip disiplin kerja tersebut akan digunakan sebagai landasan pembuatan skala disiplin kerja.


(35)

2.1.3 Bentuk – bentuk Disiplin Kerja

2.1.3.1Bentuk Disiplin Kerja Menurut Sutrisno

Menurut Sutrisno (2009) bentuk disiplin kerja yang baik akan tercermin pada suasana tertentu, yaitu:

1. Tingginya rasa kepedulian karyawan terhadap pencapaian tujuan perusahaan; 2. Tingginya semangat dan gairah kerja dan inisiatif para karyawan dalam

melakukan pekerjaan;

3. Besarnya rasa tanggung jawab para karyawan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya;

4. Berkembangnya rasa memiliki dan rasa solidaritas yang tinggi di kalangan karyawan;

5. Meningkatnya efisiensi dan produktivitas kerja para karyawan.

2.1.3.2 Bentuk Disiplin Kerja Menurut Rivai

Sementara menurut pendapat Rivai (2009) yang membagi bentuk disiplin kerja menjadi empat perspektif yaitu:

1. Disiplin Retributif (Retributive Discipline), yaitu berusaha menghukum orang yang berbuat salah. Bahwa para pengambil keputusan mendisiplinkan dengan suatu cara yang profesional terhadap sasaran. Dengan tidak melakukan hal seperti itu akan di anggap tidak adil oleh orang-orang yang bertindak secara tidak tepat. Tujuan akhir dari bentuk disiplin ini yaitu untuk menghukum sipelanggar. 2. Disiplin Korektif (Corrective Discipline), yaitu berusaha membantu karyawan


(36)

terhadap peraturan harus diperlakukan sebagai masalah-masalah yang di koreksi daripada sebagai pelanggaran-pelanggaran yang mesti di hukum. Hukuman akan lunak sebatas pelanggar menunjukan kemauan untuk mengubah perilakunya. Tujuan akhir dari bentuk disiplin ini yaitu membantu karyawan mengoreksi perilaku yang tidak dapat di terima sehingga dia dapat terus dikaryakan oleh perusahaan.

3. Perspektif hak-hak individu (Individual Rights Perspective), yaitu berusaha melindungi hak-hak dasar individu selama tindakan-tindakan disipliner. Bahwa disiplin hanya tepat jika terdapat alasan yang adil untuk menjatuhkan hukuman. Hak-hak karyawan lebih diutamakan daripada tindakan disiplin. Tujuan akhir dari bentuk disiplin ini yaitu melindunggi hak-hak individu.

4. Perspektif Utilitiarian (Utilitarian Perspective), yaitu berfokus kepada

penggunaan disiplin hanya pada saat konsekuensi-konsekuensi tindakan disiplin melebihi dampak-dampak negatifnya. Bahwa tingkat tindakan disiplin di ambil tergantung pada bagaimana disiplin itu akan mempengaruhi produktivitas dan profitabilitas. Biaya penggantian karyawan dan konsekuensi-konsekuensi memperkenankan perilaku-perilaku yang tidak wajar perlu dipertimbangkan. Karena biaya pergantian karyawan akan melambung, maka kerasnya disiplin hendaknya semakin menurun. Karena konsekuensi membiarkan perilaku yang tidak terpuji terus meningkat, maka demikian pula kerasnya hukum. Tujuan akhir dari bentuk disiplin ini yaitu memastikan bahwa faedah-faedah tindakan disiplin melebihi konsekuensi-konsekuensi negatifnya.


(37)

2.1.4 Pentingnya Disiplin Kerja

Pembinaan disiplin bukan hanya penting bagi kehidupan militer (yang memang mutlak bagi kehidupan militer), namun pada prinsipnya menjadi masalah setiap orang dan merupakan bagian dari manajemen yang sangat penting (Martoyo, 2000).

Bukan hal yang mustahil bahwa menghindarkan kondisi-kondisi yang memerlukan disiplin itu lebih baik daripada program pendisiplinan yang paling memuaskan, namun disiplin itu sendiri menjadi penting karena manusia dan kondisinya yang tidak

sempurna, seharusnya mempunyai tujuan yang positif. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa disiplin kerja sangat diperlukan untuk menunjang kelancaran segala aktivitas organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal (Sutrisno, 2009). Sedangkan, menurut Hasibuan (2000) bahwa kedisiplinan suatu perusahaan dikatakan baik, jika sebagian besar karyawan menaati peraturan-peraturan yang ada.

Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi

kepentingan organisasi maupun bagi para karyawan. Bagi organisasi adanya disiplin kerja akan menjamin terpeliharanya tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas, sehingga diperoleh hasil yang optimal. Sedangkan bagi karyawan akan diperoleh suasana kerja yang menyenangkan sehingga akan menambah semangat kerja dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian, karyawan dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh kesadaran serta dapat mengembangkan tenaga dan pikirannya semaksimal mungkin dengan terwujudnya tujuan organisasi (Sutrisno, 2009).


(38)

Menurut Sutrisno (2009), ketidakdisiplinan dan kedisiplinan dapat menjadi panutan orang lain. Jika lingkungan kerja semuanya disiplin, maka seseorang pegawai akan ikut disiplin, tetapi jika lingkungan kerja organisasi tidak disiplin, maka seseorang pegawai juga akan ikut tidak disiplin. Untuk itu sangat sulit bagi lingkungan kerja yang tidak disiplin tetapi ingin menerapkan kedisiplinan pegawai, karena lingkungan kerja akan menjadi panutan bagi para pegawai.

Disiplin merupakan dasar pengembangan hati nurani yang merupakan salah satu faktor penting dalam memelihara emosi seorang karyawan atau anggota organisasi. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa disiplin sangat penting pula perkembangan

karakteristik kepribadian lainnya, seperti tanggung jawab, percaya diri, ketekunan, dan kontrol diri. Disiplin dalam pengembangan karakteristik kepribadian tersebut sangat penting bagi para karyawan atau anggota organisasi dalam mempertahankan dan mengembangkan prilaku yang tepat dalam bekerja (Nawawi, 2005).

Jadi dapat disimpulkan bahwa pentingnya disiplin pegawai adalah agar perilaku

seseorang pegawai sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau pegawai dapat memiliki sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik tertulis maupun yang tidak tertulis.


(39)

2.1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja

Menurut Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2009), faktor yang mempengaruhi disiplin pegawai adalah sebagai berikut:

1. Besar kecilnya pemberian kompensasi;

Besar kecinya pemberian kompensasi dapat mempengaruhi tegaknya disiplin. Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia merasa mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih payahnya yang telah dikontribusikan bagi perusahaan. Bila ia menerima kompensasi yang memadai, mereka akan dapat bekerja tenang dan tekun, serta selalu berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila ia merasa kompensasi yang diterimanya jauh dari memadai, maka ia akan berpikir mendua, dan berusaha mencari tambahan penghasilan lain diluar, sehingga menyebabkan ia sering mangkir, sering minta izin keluar. Namun demikian,

pemberian kompensasi yang memadai belum tentu pula menjamin tegaknya disiplin. Karena pemberian kompensasi hanyalah merupakan salah satu cara meredam

kegelisahan para karyawan, di samping banyak lagi hal-hal yang di luar kompensasi yang harus mendukung tegaknya disiplin kerja dalam perusahaan. Realitanya dalam praktik lapangan, memang dengan pemberian kompensasi yang mencukupi, sedikit banyak akan membantu karyawan untuk bekerja tenang, karena dengan menerima kompensasi yang wajar kebutuhan primer mereka akan dapat terpenuhi.

2. Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan;

Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan perusahaan, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan dapat menegakan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya dari ucapan,


(40)

perbuatan dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang sudah ditetapkan. Misalnya bila aturan jam kerja 08.00, maka si pemimpin tidak akan masuk kerja terlambat dari waktu yang sudah ditetapkkan.

Peranan keteladanan pemimpin sangat berpengaruh besar dalam perusahaan, bahkan sangat dominan dibandingkan dengan semua faktor yang mempengaruhi disiplin dalam perusahan, karena pimpinan dalam suatu perusahaan masih menjadi panutan para karyawan. Para bawahan akan selalu meniru yang dilihatnya setiap hari. Apapun yang dibuat pimpinannya. Oleh sebab itu bila seorang pemimpin menginginkan tegaknya disiplin dalam perusahaan, maka ia harus lebih dahulu memperaktikkan, supaya dapat diikuti dengan baik oleh para karyawan lainnya.

3. Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan;

Pembinaan disiplin tidak akan dapat terlaksana dalam perusahaan, bila tidak ada peraturan tertulis yang pasti untuk dapat dijadikan pegangan bersama. Disiplin tidak mungkin ditegakkan bila peraturan yang dibuat hanya berdasarkan instruksi lisan yang dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi dan situasi.

Para karyawan akan mau melaksanakan disiplin bila ada aturan yang jelas dan diinformasikan kepada mereka. Bila aturan disiplin hanya menurut selera pimpinan saja, atau berlaku untuk orang tertentu saja, jangan diharap bahwa para karyawan akan mematuhi aturan tersebut. Oleh sebab itu disiplin akan dapat ditegakkan dalam suatu perusahaan, jika ada aturan tertulis yang disepakati bersama. Dengan

demikian, para karyawan akan mendapat suatu kepastian bahwa siapa saja dan perlu dikenakan sanksi tanpa pandang bulu.


(41)

4. Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan;

Bila ada seorang karyawan yang melanggar disiplin, maka perlu ada keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggar disiplin, sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi, dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa. Dalam situasi demikian, maka semua karyawan akan benar-benar terhindar dari sikap sembrono, asal jadi seenaknya sendiri dalam perusahaan. Sebaliknya jika pimpinan tidak berani mengambil tindakan, walaupun sudah terang-terangan karyawan tersebut melanggar disiplin, tetapi tidak ditegor/dihukum, maka akan berpengaruh kepada suasana kerja dalam perusahaan. Para karyawan akan berkata: untuk apa disiplin, sedang orang yang melanggar disiplin saja tidak pernah dikenakan sanksi.

5. Ada tidaknya pengawasan pimpinan;

Dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan perlu ada pengawasan, yang akan mengarahkan para karyawan agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan tepat dan sesuai dengan yang telah ditetapkan. Namun, sudah menjadi tabiat manusia pula bahwa mereka selalu ingin bebas, tanpa terikat atau diikat oleh peraturan apapun juga. Dengan adanya pengawasan seperti demikian, maka sedikit banyak para karyawan akan terbiasa melaksanakan disiplin kerja. Mungkin untuk sebagian karyawan yang sudah menyadari arti disiplin, pengawasan ini tidak perlu, tetapi bagi karyawan lainnya, tegaknya disiplin masih perlu agak dipaksakan, agar mereka tidak berbuat semaunya dalam perusahaan.


(42)

Orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin ini tentulah atasan langsung para karyawan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan para atasan langsung itulah yang paling tahu dan paling dekat dengan para karyawan yang ada dibawahnya. Pengawasan yang dilaksanakan atasan langsung ini sering disebut WASKAT. Pada tingkat manapun ia berada, maka seorang pemimpin bertanggung jawab melaksanakan pengawasan melekat ini, sehingga tugas-tugas yang dibebankan kepada bawahan tidak menyimpang dari apa yang telah ditetapkan.

6. Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan;

Mereka adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara yang satu dengan yang lain. Seorang karyawan tidak hanya puas dengan menerima kompensasi yang tinggi, pekerjaan yang menantang, tetapi juga mereka masih membutuhkan perhatian yang besar dari pimpinannya sendiri. Keluhan dan kesulitan mereka ingin didengar, dan dicarikan jalan keluarnya, dan sebagainya. Pimpinan yang berhasil memberikan perhatian yang besar kepada para karyawan akan dapat menciptakan disiplin kerja yang baik. Karena ia bukan hanya dekat dalam arti jarak fisik, tetapi juga mempunyai jarak dekat dalam artian jarak batin. Pimpinan demikian akan selalu dihormati dan dihargai oleh para karyawan, sehingga akan berpengaruh besar kepada prestasi, semangat kerja dan moral kerja karyawan.

7. Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang dapat mendukung tegaknya disiplin. Kebiasaan-kebiasaan positif itu antara lain adalah sebagai berikut:

a. Saling menghormati, bila bertemu dilingkungan pekerjaan;

b. Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut;


(43)

c. Sering mengikut sertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka; dan

d. Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja, dengan mengimformasikan, ke mana dan untuk urusan apa, walaupun kepada bawahan sekalipun.

Selain faktor-faktor tersebut diatas, Martoyo (2000) berpendapat ada faktor lain yang dapat menunjang pembinaan disiplin antara lain motivasi, pendidikan dan latihan, kepemimpinan, kesejahteraan dan penegakan disiplin melalui hukum (law enforcement).

Dengan demikian secara umum dapat dikatakan bahwa tinggi rendahnya disiplin kerja karyawan antara lain dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kepemimpinan, keadaan karyawan itu sendiri, serta peraturan-peraturan yang diberlakukan dalam organisasi tersebut.

2.1.6 Pelaksanaan Disiplin Kerja

Disiplin yang baik adalah disiplin diri. Kecenderungan orang normal adalah melakukan apa yang menjadi kewajibannya dan menaati aturan permainan. Suatu waktu orang akan mengerti apa yang dibutuhkan oleh mereka, dimana mereka diharapkan untuk selalu melakulkan tugasnya secara efektif dan efesien dengan senang hati. Kini banyak orang yang mengetahui bahwa kemungkinan bahwa yang terdapat dibalik disiplin adalah meningkatkan diri dari kemalasan (Tohardi dalam Sutrisno, 2009).


(44)

Kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan, karena tanpa

dukungan disiplin karyawan yang baik, maka sulit mewujudkan tujuannya. Jadi, disiplin adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan (Fathoni, 2006).

Organisasi atau perusahaan harus berupaya menciptakan peraturan atau tata tertib yang akan menjadi rambu-rambu yang harus dipenuhi oleh seluruh karyawan dalam

organisasi. Peraturan-peraturan yang akan berkaitan dengan disiplin itu antra lain: 1. Peraturan jam masuk, pulang dan jam istirahat;

2. Peraturan dasar tentang berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan;

3. Peraturan cara-cara melakukan pekerjaan dan berhubungan dengan unit kerja lain; 4. Peraturan tentang apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para

pegawai selama dalam organisasi dan sebagainya (Singodimedjo dalam Sutrisno, 2009).

Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bahwa dalam rangka pelaksanaan kerjanya, maka disiplin kerja dikatakan baik bila karyawan mengikuti dengan sukarela segala peraturan atasan dan berbagai peraturan perusahaan. Sebaliknya, dikatakan buruk bila karyawan mengikuti perintah atasan dengan terpaksa dan tidak tunduk pada peraturan perusahaan.


(45)

2.2 Komitmen Organisasi

2.2.1 Pengertian Komitmen Organisasi

Komitmen pada organisasi didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana seorang karyawan memihak pada suatu organisasi tertentu dan tujuan-tujuannya, serta berniat memelihara keanggotaan dalam organisasi itu (Robbins, 2001). Sedangkan menurut Mathis dan Jackson (dalam Koesmono, 2007) berpendapat bahwa komitmen

organisational adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada dalam organisasi tersebut.

Sedangkan menurut Steers (dalam Imronuddin, 2003) komitmen terhadap organisasi merefleksikan kekuatan relatif atas identifikasi individual dan keterlibatan di dalam organisasi tersebut. Lutans (1992) mengartikan komitmen organisasi menjadi tiga yaitu:

1. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaan dalam organisasi; 2. Kerelaan untuk melakukan usaha-usaha tertentu sebagai bagian dari organisasi; 3. Rasa percaya yang kuat dan penerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai

organisasi.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa komitmen organisasi merupakan identifikasi seorang individu terhadap organisasi dan tujuan-tujuannya serta berniat mempertahankan keanggotaannya.


(46)

2.2.2 Dimensi-dimensi Komitmen Organisasi

2.2.2.1 Dimensi-dimensi Komitmen menurut Allen dan Mayer

Allen dan Mayer (dalam Panggabean, 2004), mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sebuah konsep yang memiliki tiga dimensi, yaitu:

1. Affective

Affective commitment adalah tingkat seberapa jauh seorang karyawan secara emosi terikat, mengenal, dan terlibat dalam organisasi.

2. Normative

Normative commitment merujuk kepada tingkat seberapa jauh seseorang secara

psychologycal terikat untuk menjadi karyawan dari sebuah organisasi yang didasarkan kepada perasaan seperti kesetiaan, affeksi, kehangatan, pemilikan, kebanggaan, kesenangan, kebahagiaan, dan lain-lain.

3. Continuance commitment

continuance commitment adalah suatu penilaian terhadap biaya yang terkait dengan meninggalkan organisasi.

Indikator Affective commitment

Individu dengan affective commitment yang tinggi memiliki kedekatan emosional yang erat terhadap organisasi, hal ini berarti bahwa individu tersebut akan memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap organisasi dibandingkan individu dengan affective commitment yang lebih rendah.

Berdasarkan beberapa penelitian affective commitment memiliki hubungan yang sangat erat dengan seberapa sering seorang anggota tidak hadir atau absen dalam organisasi.


(47)

Berdasarkan hasil penelitian dalam hal role-job performance, atau hasil pekerjaan yang dilakukan, individu dengan affective commitment akan bekerja lebih keras dan

menunjukkan hasil pekerjaan yang lebih baik dibandingkan yang komitmennya lebih rendah. Kim dan Mauborgne menyatakan individu dengan affective commitment tinggi akan lebih mendukung kebijakan perusahaan dibandingkan yang lebih rendah.

Berdasarkan penelitian Ghirschman dan Farrell, meneliti tiga respon ketidakpuasan, yaitu voice, loyalty, dan neglect. Dalam penelitian yang diadakan pada perawat, affective commitment ditemukan memiliki hubungan yang positif dengan keinginan untuk

menyarankan suatu hal demi kemajuan (voice) dan menerima sesuatu hal sebagaimana adanya mereka (loyalty) dan berhubungan negatif dengan tendency untuk bertingkah laku pasif ataupun mengabaikan situasi yang tidak memuaskan (neglect).

Indikator Normative commitment

Individu dengan normative commitment yang tinggi akan tetap bertahan dalam organisasi karena merasa adanya suatu kewajiban atau tugas. Meyer & Allen menyatakan bahwa perasaan semacam itu akan memotivasi individu untuk bertingkahlaku secara baik dan melakukan tindakan yang tepat bagi organisasi.

Normative commitment akan berdampak kuat pada suasana pekerjaan. Normative commitment dianggap memiliki hubungan dengan tingkat ketidakhadiran.

Normative commitment yang tinggi berkorelasi negatif dengan keadaan stress anggota organisasi.


(48)

Indikator Continuance commitment

Individu dengan continuance commitment yang tinggi akan bertahan dalam organisasi, bukan karena alasan emosional, tapi karena adanya kesadaran dalam individu tersebut akan kerugian besar yang dialami jika meninggalkan organisasi. Berkaitan dengan hal ini, maka individu tersebut tidak dapat diharapkan untuk memiliki keinginan yang kuat untuk berkontribusi pada organisasi. Jika individu tersebut tetap bertahan dalam

organisasi, maka pada tahap selanjutnya individu tersebut dapat merasakan putus asa dan frustasi yang dapat menyebabkan kinerja yang buruk. Individu dengan continuance commitment yang tinggi akan lebih bertahan dalam organisasi dibandingkan yang rendah.

Komitmen juga berhubungan dengan bagaimana anggota organisasi merespon

ketidakpuasannya dengan kejadian-kejadian dalam pekerjaan.Continuance commitment

tidak berhubungan dengan kecenderungan seorang anggota organisasi untuk

mengembangkan suatu situasi yang tidak berhasil ataupun menerima suatu situasi apa adanya. Hal menarik lainnya, semakin besar continuance commitment seseorang, maka ia akan semakin bersikap pasif atau membiarkan saja keadaan yang tidak berjalan dengan baik. (Rumah belajar Psikologi.com)

Secara khusus, Mayer (dalam Panggabean, 2004) mengemukakan bahwa karyawan yang memiliki affective commitment yang tinggi tetap tinggal karena mereka

menginginkannya. Mereka yang memiliki normative atau moral commitment tetap tinggi karena mereka merasa seharusnya melakukannya demikian dan mereka yang memiliki


(49)

memerlukannya.

Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap organisasi sehingga bertingkahlaku baik, memberikan kontribusi dalam pekerjaan dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap organisasi.

2.2.2.2 Dimensi-dimensi Komitmen Organisasi menurut Mowday, Porter dan Steers

Komitmen organisasi dari Mowday, Porter dan Steers (dalam Kuntjoro, 2009) menggambarkan bahwa komitmen organisasi ditandai dengan tiga unsur, yaitu:

1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

2. Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi.

3. Keingginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi).

Dari ketiga unsur tersebut terlihat bahwa komitmen organisasi menggambarkan suatu kekuatan yang besar bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan


(50)

2.2.3 Tingkatan komitmen Organisasi

Donna M Randall (dalam Imronuddin, 2003), dari Washington State University mencoba membahas mengenai konsekuensi positif dan negatif dari berbagai macam tingkatan komitmen, baik bagi karyawan maupun bagi organisasi sebagai berikut: 1. Low Level Of Comitment

a. Konsekuensi positif bagi individu. Komitmen yang rendah secara tidak langsung dapat mempunyai konsekuensi yang positif bagi individu maupun bagi organisasi. Komitmen yang rendah dapat menjadi sumber kreativitas dan inovasi.

b. Konsekuensi positif bagi organisasi. Tingkat trun over karyawan yang tinggi dari individu-individu yang memiliki komitmen yang rendah terhadap organisasi

mungkin bermanfaat jika mereka adalah orang-orang yang mengganggu dan pelaku yang kurang baik. Artinya kerugian yang diakibatkan oleh orang-orang semacam ini bisa dikurangi dengan kata lain perilaku buruknya tidak mempengaruhi pada orang lain.

c. Konsekuensi negatif bagi individu. Komitmen yang rendah dapat mempengaruhi karir individu secara negatif.

d. Konsekuensi negatif bagi organisasi. Komitmen yang rendah pada kebanyakan angkatan kerja dihubungkan dengan tingginya turn over, tingkat absen yang tinggi, keterlambatan yang lebih besar, kurangnya keinginan untuk tetap dalam perusahaan, kuantitas kerja yang rendah, tidak loyal pada perusahaan, keterlibatan dalam tindak kejahatan terhadap organisasi seperti penggelapan, dan perilaku peran ekstra yang terbatas untuk melindungi atau memajukan kepentingan organisasi. Komitmen yang rendah di antara para profesional juga dapat menimbulkan masalah bagi organisasi.


(51)

Akhirnya jika manajer memiliki komitmen yang rendah terhadap organisasi maka sikap dan performance organisasi secara keseluruhan menjadi kacau.

2. Moderate Level of Comitment

a. Konsekuensi positif bagi individu. Tingkat komitmen yang moderat bukan berarti loyalitas seseorang tidak terikat pada orgainsasi, tetapi individu menghindari menerima begitu saja. Jadi tingkat komitmen yang moderat merefleksikan kemampuan untuk menerima nilai-nilai organisasi, tetapi tidak semua. Individu mempertahankan itegritas dan nilai-nilai pribadi sekaligus memenuhi keperluan organisasi.

b. Konsekuensi positif bagi individu. Konsekuensi positif bagi organisasi dan juga bagi individu adalah dapat berupa; masa kerja yang lama, kurangnya keinginan untuk keluar, turn over yang rendah, dan semakin besarnya kepuasan kerja. c. Konsekuensi negatif bagi individu. Komitmen yang moderat terhadap organisasi

tidak selalu optimal bagi individu. Individu yang tidak memberikan prioritas utama pada majikan bisa menghadapi peningkatan karir yang lambat dan tidak pasti. d. Konsekuensi negatif bagi organisasi. Individu yang tidak komit sepenuhnya

terhadap organisasi mungkin membatasi peran ekstra bagi organisasi. Smit, Organ, dan Near (dalam Imronuddin, 2003), mengatakan bahwa citizenship behaviuor

sepeti; kerja sama, suka membantu, suka memberi saran, suka menolong adalah penting karena dapat menjadikan organisasi dengan fleksibilitas yang diperlukan untuk mengatasi kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga.


(52)

3. High Level of Comitment.

a. Konsekuensi positif bagi individu. Pada situasi tertentu, high level of comitment

dapat meningkatkan karir dan kompensasi.

b. Konsekuensi positif bagi organisasi. Karyawan dengan tingkat komitmen yang tinggi dapat memberikan kepada organisasi tenaga kerja yang aman dan stabil. c. Konsekuensi negatif bagi individu. Komitmen yang tinggi terhadap organisasi dapat

menghalangi perkembangan individu dan membatasi kesempatan untuk mobilitas, juga dapat melemahkan kreativitas dan inovasi. Durkheim juga memperingatkan bahaya individu yang terlalu kuat terintegarasi kedalam kelompok. Komitmen yang tinggi dapat mengakibatkan stres dalam hubungan keluarga, karena pekerjaan dan keluargan saling mempunyai ketergantungan yang tinggi. Kesuksesan dalam karir seringkali memerlukan waktu yang ekstensif dan komitmen pada peran kerja, hal ini sering menimbulkan konflik.

d. Konsekuensi negatif bagi organisasi. Terlalu banyak komitmen juga dapat mengurangi fleksibelitas organisasi. Individu yang mempunyai komitmen total terhadap organisasi mungkin tidak dapat melaksanakan alternatif tindakan lain. Akhirnya salah satu yang paling signifikan dan konsekuensi negatif yang tidak disadari atas komitmen yang tinggi mungkin lebih mau untuk melakukan prilaku yang tidak etik dan ilegal atas nama organisasi (Imronuddin, 2003).

Dari uraian mengenai level komitmen diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa low level of comitment merupakan ganguan fungsi yang besar baik bagi individu maupun bagi organisasi, artinya perkembangan karir individu mungkin menjadi terhalang, sementara


(53)

organisasi akan mengalami kerugian yang diakibatkan oleh karyawan yang tidak loyal. Individu dengan komitmen yang tinggi mungkin karirnya dapat meningkat lebih cepat, tetapi individu tersebut bisa mengalami masalah pribadi, keluarga, sosial dan masalah-masalah lain yang berhubungan dengan pekerjaan. Dalam keadaan seperti itu, organisasi tidak lagi memberikan kepuasan pada anggota

2.3 Kerangka Berfikir

Disiplin kerja merupakan satu dari berbagai hal yang penting dalam suatu organisasi. Dalam pencapaian segala tujuan suatu instansi tentunya dibutuhkan rasa kepedulian yang tinggi dari setiap pegawai yang bekerja terhadap pencapaian tujuan instansi. Untuk mencapai tujuan instansi tidak mudah melainkan dibutuhkan inisiatif dan semangat kerja para pegawainya. Juga rasa tanggung jawab untuk melaksanakan segala kewajiban yang diemban oleh setiap pegawai sangat dibutuhkan. Tentunya kerjasama yang baik diantara para pegawai turut mendukung terlaksananya program-program yang telah disepakati sebagai tujuan instansi. Semua itu diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja para pegawai guna tercapainya segala sesuatu yang menjadi tujuan instansi. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasibuan (2000) yang mengatakan bahwa disiplin yang baik mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya, hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

Begitupula halnya dengan komitmen organisasi, selain disiplin kerja diatas komitmen terhadap organisasi juga sanggat perlu untuk ditanamkan pada setiap pegawai agar para


(54)

pegawai dapat melaksanakan tanggung jawabnya kepada instansi dimana tempat ia bekerja. Dengan memiliki komitmen terhadap organisasi diharapkan para pegawai dapat mengenal dan terikat untuk tetap menjadi anggota organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Juga dengan memiliki komitmen terhadap organisasi para pegawai

diharapkan dapat memiliki kebanggaan, rasa memiliki dan kesetiaan terhadap instansi dimana ia bekerja.

Komitmen yang tinggi terhadap organisasi dapat membuat pegawai dengan rela menjalankan segala tugas-tugas yang diberikan pada mereka. Apabila para karyawan memiliki komitmen yang kurang baik pada instansi, akan membuat pegawai tersebut tidak nyaman dalam melaksanakan tugas-tugasnya.

Jadi keterlibatan kerja yang tinggi berarti pemihakan seseorang pada pekerjaannya yang khusus, komitmen pada organisasi yang tinggi berarti pemihakan pada organisasi yang mempekerjakannya (Robbins, 2001). Karena itu sangat penting menanamkan suatu komitmen terhadap organisasi agar tercipta disiplin kerja pegawai sehingga segala tujuan yang ingin dicapai oleh instansi dapat tercapai.

Hubungan komitmen organisasi dengan disiplin kerja dapat digambarkan dengan skema berikut ini:

KOMITMEN ORGANISASI

DISIPLIN KERJA


(55)

2.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah:

HO (hipotesis nol) : Tidak ada hubungan yang signifikan antara komitmen

organisasi dan disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan X Jakarta Barat.

Ha (hipotesis alternatif) : Ada hubungan yang signifikan antara komitmen organisasi dan

disiplin kerja Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan X Jakarta Barat.


(56)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

3.1.1 Metode dan Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang banyak dituntut mengunakan angka, mulai dari

pengumpulan data, penafsiran terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya (Arikunto, 2006). Sedangkan metode dalam penelitian ini adalah metode korelasional, pada metode korelasional, hubungan antara variabel diteliti dan dijelaskan. Hubungan yang dicari ini disebut sebagai korelasi. Jadi, metode korelasional mencari hubungan di antara variabel-variabel yang diteliti (Hasan, 2002).

3.1.2 Variabel Penelitian

Untuk mendapatkan jawaban yang menjadi konsentrasi permasalahan ini, penelitian kuantitatif hampir sepenuhnya memusatkan studinya pada variabel. Variabel

menunjukan suatu arti yang dapat membedakan antara sesuatu dengan yang lainnya (Kountur, 2005).

Kemudian, dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) variabel, yaitu : 1. Komitmen Organisasi


(57)

3.1.3 Definisi Konseptual

1. Komitmen yang di maksud Porter dalam Panggabean (2004) adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu.

2. Disiplin yang di maksud Singodimedjo dalam Sutrisno (2009) yaitu sebagai suatu kekuatan yang berkembang di dalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan dan nilai-nilai tinggi dari pekerjaan dan perilaku.

3.1.4 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah suatu definisi yang memberikan penjelasan atas suatu variabel dalam bentuk yang dapat diukur (Kountur, 2005).

Adapun definisi operasional untuk kedua variabel penelitian ini adalah:

1. Variabel komitmen yang dimaksud mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sebuah konsep yang memiliki tiga unsur, yaitu:

1. Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

2. Kesiapan dan kesedian untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi.

3. Keinginan untuk mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi).


(58)

2. Variabel disiplin yang dimaksud adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan mentaati norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya, yang mencakup sepuluh prinsip yaitu:

1. Hadir ditempat kerja sebelum waktu mulai bekerja.

2. Bekerja sesuai dengan prosedur maupun aturan kerja dan peraturan organisasi.

3. Patuh dan taat kepada saran maupun perintah atasan.

4. Ruang kerja dan perlengkapan selalu dijaga dengan bersih dan rapi. 5. Menggunakan peralatan kerja dengan efektif dan efisien.

6. Menggunakan jam istirahat tepat waktu dan meninggalkan tempat setelah lewat jam kerja.

7. Tidak pernah menunjukan sikap malas kerja. 8. Selalu merasa senang dan gembira dalam bekerja.

9. Ada kesediaan untuk saling membantu antara sesama pegawai untuk mencapai keberhasilan organisasi.

10.Selama bekerja tidak pernah absen/tidak masuk kerja dengan alasan yang tidak tepat, dan hampir tidak pernah absen karena sakit.


(59)

3.2 Pengambilan Sampel 3.2.1 Populasi Dan Sampel

Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini peneliti mengambil objek penelitian di wilayah Kecamatan X Jakarta Barat kepada para karyawan Pegawai Negeri Sipil Kantor Kecamatan X Jakarta Barat. Adapun jumlah populasi karyawan Kantor Kecamatan X Jakarta Barat pada tahun 2010 sebanyak 126 orang. Adapun yang dimaksud dengan sampel yaitu sebagian atau wakil populasi yang di teliti (Arikunto, 2006). Karena jumlah populasi cukup banyak maka sampel dibatasi hanya 61 orang karyawan. Jumlah sampel ini dianggap memenuhi syarat penelitian. Karena menurut pakar penelitian yaitu Bailey (Hasan, 2002), jumlah sampel minimal untuk melakukan penelitian yang menggunakan analisis data statistik adalah minimum yaitu sebanyak 30 orang. Hal ini juga sesuai dengan rumus Slovin (1960) untuk

menentukan ukuran sampel dari populasi dengan rumus sebagai berikut: n = N

(N.e2)+1 = 126 (126).(0.01)+1 = 126 2.26


(60)

Keterangan:

n = Ukuran Sampel N= Ukuran Populasi

e = Nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel).

3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel probabilitas, yaitu cara pengambilan sampel berdasarkan peluang. Dalam semua sampling

probabilitas, cara pengambilannya dilakukan secara acak (simple random sampling), artinya semua obyek atau elemen populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Cara ini bersifat obyektif (Hasan, 2002).

Syarat pengambilan sampel secara random meliputi tahap-tahap sebagai berikut: 1. Menetapkan populasi, populasi disini yaitu seluruh pegawai yang bekerja di kantor

Kecamatan X Jakarta Barat.

2. Daftar seluruh anggota populasi, yaitu anggota populasi yang bekerja di kantor Kecamatan X Jakarta Barat.

3. Pada kertas kecil-kecil di tuliskan nomor subjek, satu nomor untuk setiap kertas. Kemudian kertas kita gulung. Dengan tanpa prasangka, kita mengambil gulungan kertas sesuai dengan jumlah sampel yang ditentukan sebanyak 61 orang.


(61)

3.3 Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah pencatatan peristiwa-peristiwa atau hal-hal atau keterangan-keterangan atau karakteristik-karakteristik sebagian atau seluruh elemen populasi yang akan menunjang atau mendukung penelitian (Hasan, 2002). Dalam penelitian ini peneliti mengunakan angket atau kuesioner. Menurut Hasan (2002), angket adalah teknik

pengumpulan data dengan menyerahkan atau mengirimkan daftar pertanyaan untuk diisi oleh responden (orang yang memberikan tanggapan atau respon atas

pertanyaan-pertanyaan yang diajukan).

3.3.1 Metode dan Instrumen Penelitian

Agar dapat mengungkap masalah dalam penelitian tentang komitmen organisasi dan disiplin kerja, maka peneliti akan mempergunakan skala. Bentuk skala yang akan digunakan adalah skala model Likert, skala model Likert merupakan jenis skala yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian (fenomena sosial spesifik), seperti sikap, pendapat, dan persepsi sosial seseorang atau sekelompok orang (Hasan, 2002:72). Dalam menggunakan bentuk skala model Likert, responden diberikan 4 (empat) pilihan dalam merespon, yaitu: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS). Selain itu peneliti membagi dua kategori item pertanyaan, yaitu favorabel dan unfavorabel dan menentukan bobot nilai terdapat pada tabel sebagai berikut :


(62)

Tabel 3.1

Tabel Bobot Nilai Skor Jawaban Pernyataan Sangat Setuju (SS) Setuju (S) Tidak Setuju (TS) Sangat Tidak Setuju (STS)

Favorable 4 3 2 1

Unfavorable 1 2 3 4

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan dua instrumen, yaitu: 1. Skala Komitmen Organisasi

Skala komitmen organisasi dalam penelitian ini menggunakan dimensi komitmen organisasi yang dikembangkan oleh Mowday, Porter dan Steer. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada definisi operasional, komitmen organisasi yang mencakup tiga dimensi yaitu penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi dan keinginan kuat untuk mempertahankan keanggotaan didalam organisasi. Dari tiga dimensi itu penulis

mengadaptasi pada alat ukur OCQ (Organizational Commitment Questionnaire) yang sudah baku, yang telah dipakai oleh Lutans (1992) sehingga peneliti mengadaptasi ketiga dimensi tersebut. Adapun skala field tesnya adalah:

Tabel 3.2

Blue Print Field Test Skala Komitmen Organisasi

No Dimensi/Faktor Item Jumlah

1 Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi

4,7 2 2 Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha

dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi

2,3,8 3

3 Keinginan yang kuat untuk

mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi (menjadi bagian dari organisasi)

1,5,6 3


(63)

2. Skala Disiplin Kerja

Skala disiplin kerja dalam penelitian ini mengunakan prinsip disiplin kerja yang dikemukakan oleh Husein (1997) yang mencakup sepuluh bentuk yaitu:

1. Hadir ditempat kerja sebelum waktu mulai bekerja.

2. Bekerja sesuai dengan prosedur maupun aturan kerja dan peraturan organisasi.

3. Patuh dan taat kepada saran maupun perintah atasan.

4. Ruang kerja dan perlengkapan selalu dijaga dengan bersih dan rapi. 5. Menggunakan peralatan kerja dengan efektif dan efisien.

6. Menggunakan jam istirahat tepat waktu dan meninggalkan tempat setelah lewat jam kerja.

7. Tidak pernah menunjukan sikap malas kerja. 8. Selalu merasa senang dan gembira dalam bekerja.

9. Ada kesediaan untuk saling membantu antara sesama pegawai untuk mencapai keberhasilan organisasi.

10.Selama bekerja tidak pernah absen atau tidak masuk kerja dengan alasan yang tidak tepat, dan hampir tidak pernah absen karena sakit.


(64)

Adapun skala field test disiplin kerja sebagai berikut :

Tabel 3.3

Blue Print Field Test Skala Disiplin Kerja

No ASPEK Favourabel Unfavourabel Jumlah

1. Hadir ditempat kerja sebelum waktu mulai bekerja

10,24 - 2

2. Bekerja sesuai dengan prosedur maupun aturan kerja dan peraturan organisasi

25 32 2

3. Patuh dan taat kepada saran maupun perintah atasan

2,12,27 34 4 4. Ruang kerja dan

perlengkapan selalu dijaga dengan bersih dan rapi

13,28 7, 19,35 5

5. Menggunakan peralatan kerja dengan efektif dan efisien

14,29 8,20,36 5

6 Menggunakan jam istirahat tepat waktu dan

meninggalkan tempat setelah lewat jam kerja

3 21,37 3

7 Tidak pernah menunjukan sikap malas kerja.

15,30 9,22,18 5 8 Selalu merasa senang dan

gembira dalam bekerja

11 16 2 9 Ada kesediaan untuk saling

membantu antara sesama pegawai untuk mencapai keberhasilan organisasi

1,26 6,17,33 5

10 Selama bekerja tidak pernah absen/tidak masuk kerja dengan alasan yang tidak tepat, dan hampir tidak pernah absen karena sakit

4 23,31,5 4


(65)

3.3.2 Teknik Uji Instrumen Penelitian 1. Uji validitas Instrumen

Suatu instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini uji validitas instrumen menggunakan rumus penghitungan statistik korelasi Product Moment dari Pearson. Peneliti

menghitung dengan SPSS Versi 13.0 for windows.

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrumen cukup dapat

dipercaya untuk dapat digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Reliabel artinya, dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini reliabilitas yang digunakan adalah Alpha Cronbach. Yang dihitung dengan SPSS Versi 13.0 for windows. Adapun klasifikasi koefisien reliabilitas adalah mengacu pada kaidah Guilford.

Tabel 3.4

Kaidah Kasifikasi Uji Reliabilitas

Nilai Status

> 0.9 Sangat Reliabel 0.7 - 0.9 Reliabel 0.4 - 0.7 Cukup Reliabel 0.2 - 0.4 Kurang Reliabel


(66)

3.3.3 Hasil Uji Instrumen Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan uji instrumen dengan jumlah total keseluruhan item sebanyak 75 item dari dua skala yaitu skala disiplin kerja yang

berjumlah 60 item dan skala komitmen organisasi yang berjumlah 15 item. Uji instrumen diberikan pada 30 orang Pegawai Negeri Sipil kantor Kecamatan Kebon Jeruk. Alasan memilih tempat tersebut adalah karena kantor Kecamatan Kebon Jeruk merupakan salah satu dari kantor Kecamatan yang berlokasi di kawasan Jakarta Barat yang masih dalam wilayah satu Provinsi DKI Jakarta. Adapun tujuan dari pelaksanaan uji instrumen ini dilakukan dengan maksud:

1. Mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan responden dalam menyelesaikan pengisian instrumen.

2. Mengetahui pemahaman responden terhadap pernyataan atau item-item yang diberikan.

3. Mengetahui validitas instrumen, dimana skor tiap item dikorelasikan dengan skor total.

4. Mengetahui tingkat reliabilitas instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat reliabilitas skala tersebut.


(1)

Upayakan agar anak buah senantiasa mempunyai kesibukan kerja, baik pisik ataupun pikiran, sehingga kesempatan untuk melakukan hal-hal yang tidak baik atau melanggar disiplin kerja dapat dihindarkan (Martoyo, 2000).

Suatu program disiplin yang konstruktif harus dikembangkan di sekitar elemen-elemen penting sebagai berikut:

1. Rumusan ketetapannya jelas, aturannya masuk akal, dipublikasikan dan dijalankan secara hati-hati.

2. Pelaksanaannya adil dengan menggunakan peringatan dan hukum yang

dimaklumkan, dengan tujuan memberi koreksi, seimbang dengan pelanggaran, tidak keras pada permulaan, dan ditetapkan secara seragam.

3. Kepemimpinan penyeliaan yang disesuaikan pada aturan-aturan pendisiplinan dan prosedur-prosedur, penuh pengertian tetapi teguh dalam menangani masalah pendisiplinan, dan kepemimpinan penyeliaan itu sendiri merupakan suatu contoh bagi perilaku karyawan.

4. Pelaksanaan yang adil dan seragam untuk penyelidikan pelanggaran yang tampak, dimana pelaksanaannya tergantung pada tinjauan tingkat manajemen yang lebih tinggi, termasuk cara minta banding terhadap putusan pendisiplinan yang dianggap tidak adil Cordon dan Watkins (dalam Sutrisno, 2009).


(2)

78

Berdasarkan analisis data, maka diperoleh hasil berdasarkan uji statistik dengan SPSS versi 13.0 for windows dan diperoleh korelasi r hitung = 0.553 dan r tabel = 0.254 (r hitung > r tabel) sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho di tolak dan Ha di terima dengan pengertian bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komitmen organisasi dan disiplin kerja pegawai.

Korelasi antara komitmen organisasi dan disiplin kerja pegawai juga menunjukkan arah yang positif, artinya semakin tinggi komitmen organisasi seorang pegawai, maka ada kecenderungan semakin tinggi juga disiplin pegawai itu sendiri, begitu pula sebaliknya.

Kemudian dari hasil pengkategorisasian antara dua variable masing-masing komitmen organisasi dan disiplin kerja didapatkan hasil untuk komitmen organisasi responden dengan kategori rendah dengan skor (< 23) dengan frekuensi 8 orang (13.11%), kategori sedang dengan skor (23 - 27) dengan frekuensi 43 orang (70.49%), dan kategori tinggi dengan skor (> 27) dengan frekuensi 10 orang (16.39%). Sedangkan untuk kategorisasi disiplin kerja dengan kategori rendah didapat skor (< 109) dengan frekuensi 5 orang (8.19%), kategori sedang dengan skor (109 - 129) dengan frekuensi 49 orang (80.33%), dan kategori tinggi dengan skor (>129) dengan frekuensi 7 orang (11.47%).

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa komitmen organisasi dan disiplin kerja sama-sama terbanyak dalam kategori sedang dengan jumlah frekuensi sebanyak 43 orang (70,49%) untuk komitmen organisasi dan 49 orang (80.33%) untuk disiplin kerja. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa kemungkinan yang menyebabkan komitmen organisasi dan disiplin kerja tergolong sedang.


(3)

5.3. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, analisis dan kesimpulan dari data-data yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu dipertimbangkan saran-saran sebagai berikut:

Saran Teoritis:

1. Peneliti berharap perlu dikembangkan variable lain yang berhubungan dengan disiplin kerja dan komitmen organisasi, disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang variabel-variabel lain yang berhubungan dengan disiplin kerja seperti komitmen organisasi, usia, pendidikan dan faktor – faktor lainnya.

2. Peneliti berharap perlu dilakukan studi perbandingan mengenai komitmen organisasi dengan disiplin kerja tidak hanya disatu tempat tetapi dibeberapa tempat yang berbeda.

Saran Praktis:

Dari sebaran skor hasil penelitian, dapat dilihat bahwa pegawai kantor Kecamatan Kembangan Jakarta Barat mempunyai komitmen organisasi dan disiplin kerja dalam kategori sedang, dengan demikian dapat dikatakan pegawai tersebut mempunyai komitmen organisasi dan disiplin kerja yang cukup. Disisi lain, masih terdapat beberapa orang yang skor komitmen organisasi dan disiplin kerjanya masuk dalam kategori rendah. Sehingga baik pegawai maupun organisasi didalamnya dapat memperhatikan saran-saran berikut ini:


(4)

80

1. Didalam penerimaan tenaga kerja baru hendaknya melakukan proses seleksi dengan baik agar lebih bersih dan komperhensif.

2. Pemerintah hendaknya banyak memberikan seminar-seminar maupun pelatihan-pelatihan yang sifatnya membangun tentang komitmen organisasi dan disiplin kerja di mana hal tersebut dapat berpengaruh terhadap komitmen dan disiplin kerja pegawai.

3. Instansi diharap memperhatikan hal-hal yang terkait dengan komitmen organisasi seperti sarana dan prasarana yang dibutuhkan pegawai dalam melakukan aktifitas maupuan suasana kerja dan manajemen kebijakan yang terkait dengan

permasalahan kepegawaian sehingga hal demikian, akan terlaksana disiplin kerja yang tinggi pada diri pegawai.

4. Untuk menciptakan suasana kerja yang baik dan instansi dapat meningkatkan komitmen organisasi pegawai, maka hendaknya instansi menempatkan para pegawainya sesuai dengan keahlian yang dimiliki masing-masimg pegawai serta para pegawai menyadari bahwa tugas yang diembanya merupakan pengabdian terhadap masyarakat, bangsa dan Negara.

5. Diperlukan peningkatan komitmen organisasi yang lebih baik dengan

mengedepankan kualitas kinerja yang lebih baik agar masyarakat dapat lebih memegang kepercayaannya pada instansi yang selama ini diberikan kepercayaan penuh dalam mengatasi masalah-masalah dan kemajemukan dari penduduk yang ada dengan memberikan pelayanan secara maksimal.


(5)

Bedjo Siswanto. 1987. Manajemen tenaga kerja. Bandung: Sinar Biru.

Fathoni, Abdurrahman. 2006. Manajemen sumberdaya manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Hasbulloh, Husin. 1997. Manajemen menurut islamologi. Jakarta: Gema Insani Press Hasibuan, M. S. P. 1993. Manajemen sumberdaya manusia. Jakarta: CV. Haji Masagung. Hasan, Iqbal. 2002. Pokok-pokok materi metodologi penelitian dan aplikasinya. Jakarta: PT

Ghalia Indonesia.

Hafidhuddin. 2003. Manajemen syariah dalam praktik. Jakarta: Gema Insani Press. Hendro, Suhendi.1996. Gerakan disiplin nasional (GDN) menyongsong era keterbukaan

tahun 2020. Jakarta: CV Novindo Pustaka Mandiri.

I.G. Wursanto. 1985. Pokok-pokok pengertian human relations dalam manajemen. Jakarta: Pusaka Diam, cet-1 ha 44.

Imronuddin. 2003. Komitmen dan karir dalam organisasi. Surakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Khairul. 1999. Motivasi pengawasan dan disiplin kerja pegawai. Medan: Poli Teknik Negeri Medan.

Koesmono. 2007. Pengaruh kepemimpinandan tuntutan tugas terhadap komitmen organisasi. Jakarta: Universitas kristen Petra.

Lutans, f. 1992. Organizational behavior. 4th edition. New York: McGraw-Hill Book company.

Martoyo, Susilo. 1997. Manajemen sumber daya manusia. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Mathieu, J.E., dan D.M. Zajac. 1990. A review and meta-analysis of the antecedents,

correlates, and consequences of organizational commitment. Psychological Buletin 108: 171-194.

Munandar, Suyoto. 2001. Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: Universitas Indonesia (UI Press).

Nainggolan. 1987. Pembinaan pegawai pegeri sipil. Jakarta: PT Pertja.

Nawawi. 1977. Kepemimpinan mengefektifkan organisasi. Jakarta: Gadjah Mada University Press.

Panggabean, Mutiara. 2004. Manajemen sumber daya manusia. Bogor: Ghalia Indonesia. Poerwopoespito & Utomo. 2004. Mengatasi krisis manusia di perusahaan. Jakarta:

Penerbit PT Grasindo.

Rivai & Sagala. 2009. Manajemen sumber daya manusia untuk perusahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ronny, Kountur. 2005. Metode penelitian untuk penulisan skripsi dan tesis. Jakarta: Penerbit PPM.

Rosidah. 1997. Manajemen sumber daya manusia. Jakarta: Graha Ilmu.

Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku organisasi. Edisi Indonesia. PT. Indeks, Kelompok Gramedia.


(6)

Soejipto. 1999. Mempertahankan eksistensi bisnis di milenium baru. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.

Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen sumberdaya manusia. Jakarta: Kencana.

Tuwu, Alimuddin. 1993. Pengantar metode penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press).

Wibowo. 2007. Manajemen perubahan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Yuwono, Budi. 1999. Pengaruh komitmen dan ketidakpastian lingkungan terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dengan kesenjangan anggaran.

Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Zainun. 1990. Kepegawaian sipil pemerintah negara indonesia. Jakarta: PT Toko Gunung Agung.

Yuwono, Budi. 1999. Pengaruh komitmen organisasi dan ketidakpastian lingkungan terhadap hubungan antara partisipasi anggaran dengan senjangan anggaran. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, Vol.1.No.1, April 1999: 37-55

Seokiman, Susanto. 2007. Pengaruh persepsi dukungan persepsi eksternal dan internal melalui komitmen karyawan terhadap keberhasilan perusahaan perbankan di

Jawa Timur. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan, Vol.9, No.2, September

2007: 89-98.

Tesis dan Skripsi

Purwanto, Budi. 2000. Hubungan antara gaya kepemimpinan transformasional dan transaksional dengan komitmen terhadap organisasi. Tesis Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Program studi Psikologi minat utama Psikologi sosial, jurusan ilmu-ilmu sosial.

Sulistiawan, Radika. 2008. Hubungan antara komitmen organisasi dengan disiplin kerja pada karyawan PT. Daya manunggal tekstil Salatiga bagian departemen weaving AJL II. Skripsi Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Website

(http://www.suarapembaruan.com/News.html.2009).

http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/indikator-komitmen.html. http://disiplin-kerja-karyawan.html.2009).


Dokumen yang terkait

Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Stres Kerja Pegawai Negeri Sipil Di Kanwil Kementrian Agama Medan

9 59 131

Analisis Pengaruh Pelatihan Dan Disiplin Terhadap Kinerja Pegawai Negeri Sipil Dengan Kompetensi Sebagai Variabel Intervening Pada Sekretariat Daerah Kabupaten Labuhanbatu Selatan

5 119 152

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Komitmen Organisasi Dengan Persepsi Terhadap Disiplin Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 2 14

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL Hubungan Antara Komitmen Organisasi Dengan Persepsi Terhadap Disiplin Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 2 19

PENDAHULUAN Hubungan Antara Komitmen Organisasi Dengan Persepsi Terhadap Disiplin Kerja Pada Pegawai Negeri Sipil.

0 2 7

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN KERJA HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL.

0 0 15

PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL.

0 0 8

DAFTAR PUSTAKA HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN PERSEPSI TERHADAP DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL.

0 0 5

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL - Unika Repository

0 0 17

HUBUNGAN ANTARA KOMITMEN ORGANISASI DENGAN DISIPLIN KERJA PADA PEGAWAI NEGERI SIPIL - Unika Repository

0 0 60