buku teks dan alat bantu belajar merupakan fasilitas belajar yang penting.
d. Penilaian
Penilaian dipergunakan di samping untuk melihat bagaimana hasil
belajarnya, tetapi
juga untuk
melihat bagaimana
berlangsungnya interaksi antara pengajar dan peserta didik. Fungsi penilaian dapat meningkatkan kegiatan belajar sehingga diharapkan
memperbaiki hasil belajar. Di samping itu, penilaian juga mengacu pada proses belajar yakni bagaimana langkah-langkah berpikir
peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika.
3. Pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif
Menurut Subagja 2010, Paradigma Pedagogi Reflektif PPR adalah suatu pendekatan yang dilaksanakan pengajar untuk
mendampingi siswanya dalam pembentukan pribadi secara penuh dan mendalam yang menjunjung nilai kemanusiaan. Keunggulan PPR
adalah menjadikan para siswa dan guru saling belajar mengembangkan kompetensi secara utuh competence, saling mengasah kepekaan dan
ketajaman hati nurani conscience dan saling terlibat dengan penuh bela rasa bagi sesame compassion.
Paradigma Pedagogi Reflektif PPR merupakan polapikir dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa menjadi pribadi
kristianikemanusiaan Tim Redaksi Kanisius: 2008. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan siswa pengalaman, kemudian siswa
difasilitasi dengan pertanyaan agar mampu merefleksikan pengalaman tersebut, dan selanjutnya difasilitasi dengan pertanyaan aksi agar siswa
mampu membuat niat dan berbuat sesuai dengan nilai-nilai yang baik. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa PPR
adalah suatu
pola pikir
yang mempunyai
tujuan untuk
menumbuhkembangkan kristianikemanusiaan siswa melalui konteks, pengalaman yang dialami langsung oleh siswa, refleksi siswa
berdasarkan pengalaman, aksi, dan selanjutnya melakukan evaluasi.
4. Dinamika Paradigma Pedagogi Reflektif
Paradigma Pedagogi Reflektif PPR merupakan proses belajar dengan mengikuti siklus: konteks, pengalaman, reflektif, aksi, dan
evaluasi. a.
Konteks Konteks berarti “dunia kehidupan” yang membentuk situasi
terjadinya proses pembelajaran. Demi terselenggaranya kedalaman proses belajar maka pendidik maupun anggota-anggota lain dari
komunitas sekolah perlu memperhatikan konteks yang mencakup empat hal yakni konteks nyata dari kehidupan siswa; konteks
sosio-ekonomi, politik dan kebudayaan; suasana kelembagaan sekolah atau pusat belajar, dan pengertian-pengertian yang dibawa
seorang siswa ketika memulai proses mengajar Subagja, 2010: 45- 48. Konteks dalam pembelajaran merupakan tahap awal yang
membentuk siswa untuk belajar. Guru perlu memperhatikan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
konteks dari setiap siswa agar pembelajaran yang diberikan sesuai dengan kemampuan siswa.
b. Pengalaman
Pengalaman menunjuk pada setiap kegiatan yang memuat pemahaman kognitif bahan yang disimak yang juga memuat unsur
afeksi yang dihayati oleh pelajar. Pengalaman dapat didapat secara langsung atau secara tidak langsung. Pengalaman secara langsung
bisa berlangsung lewat pembicaraan atau diskusi, penelitian dalam laboratorium kegiatan lintas alam, proyek pelayanan, mengambil
bagian dalam olah raga, dan sebagainya. Sedangkan pengalaman secara tidak langsung lewat pengalaman pengganti seperti simulasi,
role playing, pemakaian audio-visual, dan sebagainya yang dapat membantu Subagja, 2010: 52-53. Pengalaman merujuk pada
kegiatan yang mengembangakan kemampuan kognitif siswa competence. Guru dapat membuat variasi pengalaman dengan
menggunakan berbagai model pembelajaran dan juga macam- macam alat peraga sesuai materi yang diajarkan.
c. Refleksi
Refleksi berarti: menyimak kembali penuh perhatian bahan studi tertentu, pengalaman, ide-ide, usul-usul, atau reaksi spontan
supaya dapat menangkap maknanya lebih mendalam. Proses untuk memunculkan makna dalam pengalaman manusiawi dapat
dilakukan dengan: memahami kebenaran yang dipelajari secara PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
lebih baik, mengerti sumber-sumber perasaan dan reaksi yang dialami dalam menelaah sesuatu, memperdalam pemahaman
tentang implikasi-implikasi bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain, berusaha menemukan makna bagi diri pribadi tentang
kejadian-kejadian, ide-ide, kebenaran atau pemutarbalikan dari kebenaran dan sebagainya, dan memahami siapa dirinya dan
bagaimana seharusnya sikapnya terhadap orang lain Subagja, 2010: 55-56. Refleksi merupakan suatu kegiatan pribadi yang
diharapkan dapat melatih siswa untuk mengasah kepekaan dan ketajaman hati conscience. Hasil kegiatan ini juga dapat
digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran selanjutnya. d.
Aksi Aksi menunjuk pada pertumbuhan batin seseorang
berdasarkan pengalaman yang telah direfleksikan dan juga pada manifestasi lahiriahnya. Aksi ini mencakup dua langkah yakni
pilihan batin dan pilihan secara lahir. Pilihan-pilihan batin yang dimaksudkan adalah makna yang telah tertangkap oleh pelajar dan
dianggap merupakan suatu kebenaran yang dapat dijadikan pegangan. Pilihan yang dinyatakan secara lahir merupakan
perbuatan nyata pelajar yang terdorong oleh makna hidup telah menjadi keyakinan baru Subagja, 2010: 61-62. Kegiatan aksi
diharapkan dapat melatih siswa untuk lebih terlibat dalam kehidupan bersama dengan orang lain compassion.
e. Evaluasi
Pedagogi Reflektif tidak hanya bermaksud mewujudkan pembentukan yang mencakup kemajuan akademik namun yang
menjadi fokus perhatian adalah pertumbuhan pelajar yang menyeluruh sebagai pribadi demi sesama. Sehingga evaluasi
berkala perkembangan pelajar dalam sikap, prioritas-prioritas, dan kegiatan-kegiatan selaras dengan sikap menjadi orang demi orang
lain man for others, amat penting. Penilaian menyeluruh ini kiranya tidak perlu dilakukan sesering menguji kemajuan studi,
tetapi perlu direncanakan Subagja, 2010: 63-65. Selain memberikan refleksi untuk melihat kembali hal-hal yang sudah
dilakukan selama pembelajaran berlangsung, ciri khas PPR adalah bertujuan untuk meningkatkan tiga aspek competence, compassion,
dan conscience. Competence merupakan kemampuan kompetensi secara utuh yang disebut juga dengan kemampuan kognitif
Subgaya 2010:23. Kemampuan kognitif dalam hal ini adalah kemampuan peserta didik untuk memecahkan soal sehingga
mampu mendapatkan nilai yang tinggi. Conscience merupakan kemampuan afektif yang secara khusus mengasah kepekaan dan
ketajaman hati nurani Subagya 2010: 23. Ketajaman hati nurani dapat berupa kesadaran diri untuk bertindak sesuai dengan tauran
yang berlaku, misal berbuat disiplin, teliti, atau jujur. Compassion merupakan aspek psikomotorik yang berupa tindakan konkret
maupun batin disertai bela rasa bagi sesama Subagya 2010:24. Tindakan yang berupa bela rasa bagi sesama memuat rasa
kepedulian, yang membuat peserta didik menyadari bahwa hubungan dengan sesama merupakan sesuatu hal yang penting.
Oleh karena itu, aspek ini dapat diwujudkan dalam proses kerjasama antar peserta didik.
Tes, ulangan, ujian merupakan alat evaluasi untuk menilai seberapa jauh pengetahuan competence yang sudah dikuasai dan
diperoleh pelajar. Sedangkan observasi perilaku siswa di kelas dapat dilakukan utuk menilai conscience dan compassion.
5. Teori Van Hiele