Intensitas Pekerjaan yang Dilakukan Siswa dalam Pelaksanaan
                                                                                82 Menindaklanjuti  fenomena  tersebut,  penulis  mencoba  melaksanakan
interview    dengan  siswa  setelah  pengisian  instrumen.  Siswa  mengatakan bahwa bengkel Non ATPM tempat prakerin memiliki keterbatasan tempat,
peralatan,  dan  SDM  mekanik  yang  memiliki  kompetensi  pengecekan emisi,  spooring,  balancing  roda,  perbaikan  mesin  EFI  serta  pengisian
refrigerant  AC.  Penggantian  komponen  pada  permasalahan  emisi, spooring,  dan    balance  roda  memang  pernah  dilakukan,  akan  tetapi
pengujian  dengan  alat  sebagai  pengecekan  hasil  perbaikan  intensitasnya sangat  rendah  dilakukan,  karena  terkendala  pada  alat  yang  dimiliki.
Dibalik  keterbatasan  tersebut,  pengelola  bengkel  juga  merasa  sudah banyak  unit  usaha  atau  bengkel  yang  khusus  menangani  perbaikan  AC,
Spooring, maupun Balance. Pengelola juga sangat yakin lebih mudah dan menguntungkan  membagi  pekerjaan  dengan  bengkel  khusus  tersebut
daripada  harus  berinvestasi  peralatan  yang  tergolong  mahal  dan memerlukan  tempat  yang  luas.  Pekerjaan  lain  yang  tingkat  intensitasnya
sangat rendah dilakukan siswa mengandung arti bahwa pekerjaan tersebut pernah  dilakukan  siswa  tetapi  hanya  minoritas  siswa  yang  melakukan  di
tempat prakerinnya masing-masing. Penerapan  kompetensi  kejuruan  pada  pelaksanaan  pekerjaan  di
bengkel  ATPM  intensitasnya  tinggi,  karena  bengkel  ATPM  memiliki fasilitas  yang  lengkap,  manajemen  yang  terkontrol,  serta  SDM  yang
berkualitas.  Keadaan  tersebut  akan  berbeda  pada  pelaksanaan  pekerjaaan di  bengkel  Non  ATPM.  Pekerjaan-pekerjaan  yang  intensitasnya  tinggi
83 dilakukan  siswa  saat  prakerin  di  industri  antara  lain  mengecek  maupun
mengganti minyak pelumas, memperbaiki sistem pendingin, sistem bahan bakar  bensin  konvensional  maupun  injeksi,  sistem  bahan  bakar  injeksi
diesel,  perbaikan  ringan  mesin  kendaraan,  mengecek  emisi  gas  buang, sistem  katup  mekanik,  sistem  katup  otomatis,  saat  pengapian,  maupun
memperbaiki saat pengapian. Pekerjaan bidang SPT yang intensitasnya tinggi dilakukan antara lain
pengecekan  maupun  perawatan  sistem  hidrolik  kopling,  perbaikan  sistem kopling,  sistem  transmisi  manual,  sistem  transaxle,  unit  poros  penggerak
roda.  Pekerjaan  dibidang  chasis  dan  suspensi  yang  intensitasnya  cukup tinggi  dilakukan  antara  lain  pemeliharaan  maupun  perbaikan  sistem  rem
beserta  minyak  hidroliknya,  sistem  kemudi  beserta  beserta  minyak hidroliknya,  sistem  suspensi  beserta  komponennya.  Di  bidang  kelistrikan
yaitu  pengecekan, pemeliharaan, maupun pemeliharaan baterai, perbaikan sistem pengisian, sistem pengapian beserta, sistem starter panel instrumen,
sistem  penerangan  dan  sistem  peringatan  kendaraan,  sistem  AC,  maupun kelistrikan  EFI.
Pekerjaan di bidang mesin yang intensitasnya rendah dilakukan siswa antara  lain  memelihara  maupun  memperbaiki  sistem  turbo  charger,
overhaul mesin, maupun memperbaiki komponen sistem emisi gas buang. Di  bidang  SPT  meliputi  perawatan  maupun  perbaikan  sistem  transmisi
otomatis,  unit  gardan,  unit  propeller  shaft,  serta  unit  poros  penggerak roda.  Pekerjaan  di  bidang  chasis  dan  suspensi  antara  lain  pemeliharaan
84 maupun  perbaikan  ban  luar  maupun  dalam,  spooring,  balance  roda.  Di
bidang kelistrikan pekerjaan yang intensitasnya rendah adalah pengecekan, maupun  pemeliharaan  perlengkapan  kelistrikan  tambahan,  karena  tidak
setiap kendaraan yang diperbaiki memasang perlengkapan tambahan. Pekerjaan  yang  intensitasnya  sangat  rendah  dilakukan  siswa  adalah
memperbaiki  sistem  turbo  charger,  spooring,  balance  roda,  Engine Management  System.  Banyaknya  bengkel  yang  menangani  secara  khusus
pekerjaan  seperti  spooring,  balance,  perbaikan  AC,  menyebabkan konsumen  lebih  memilih  perbaikan  permasalah  kendaraannya  pada
bengkel yang menangani secara khusus atau spesialisasi. Pekerjaan  yang  tidak  pernah  dilakukan  siswa  saat  prakerin  bukan
berarti  kompetensi  salah  satu  mata  pelajaran  produktif  tersebut  tidak relevan  ataupun  tidak  dibutuhkan  industri.  Kompetensi  tersebut  sangat
dibutuhkan industri namun kebetulan tingkat intensitas pekerjaan tersebut sangat  rendah  terutama  di  bengkel  ATPM  bahkan  bengkel  Non  ATPM
yang  minim  fasilitas.  Berdasarkan  data  mengenai  pekerjaan  siswa  saat prakerin  dapat  ditarik  kesimpulan  bahwa  semakin  tinggi  siswa  yang
melaksanakan  suatu  pekerjaan  semakin  tinggi  pula  tingkat  kebutuhan kompetensi  mata  pelajaran  kelompok  produktif  tersebut.  Kesimpulan
tersebut  senada  dengan  hasil  penelitian  yang  dilakukan  oleh  Agus Budiman  yang  mengatakan  bahwa  materi  praktek  di  STM  yang  sesuai
dengan tugas nyata di lapangan sebesar 72,6. Penelitian yang dilakukan Marzuni mengatakan sebesar 0 materi yang diajarkan di SMK dan tidak
85 dibutuhkan  di  industri.  Hal  tersebut  menegaskan  bahwa  sebagian  besar
kompetensi yang telah diberikan SMK sangat dibutuhkan industri.
                