Central Composite Design LANDASAN TEORI

beberapa kombinasi perlakuan tambahan yang ditambahkan ke dalam desain eksperimen 2 k . Pernyataan yang menarik sering dinyatakan adalah apakah model orde pertama cukup merepretasikan fungsi respon dimana pada desain orde pertama tidak ada reflikasi sehingga tidak ada perkiraan terhadap error. Mengenai hal ini pada asumsi bahwa model yang menandai disediakan oleh model orde kedua yang memberikan jawaban bahwa tidak alasan untuk meragukan representasi model orde pertama ketika pada uji ketidaksesuaian ternyata model orde kedua sesuai dengan fungsi respon sehingga model orde pertama dapat diterima merepresentasikan fungsi respon.

3.7. Central Composite Design

Central Composite Design adalah suatu rancangan percobaan dengan faktor yang terdiri dari 2 level yang diperbesar titik-titik lebih lanjut yang memberikan efek kuadratik. Desain ini dimulai dengan level yang sama dengan desain 2 k , ditambah dengan level tambahan yang terdiri dari central point dan star points α. Total kombinasi level yang terdapat pada central composite design adalah 2 k + 2k + 1, dimana k adalah jumlah faktor. Central point yang dimaksud pada desain ini adalah level pada titik 0,0,0 dan star points α ditentukan rumus : α = 2 k4 Ilustrasi central composite design dapat dilihat pada Gambar 3.4. Central Composite Design. Universitas Sumatera Utara Gambar 3.3. Central Composite Design ● = Titik level desain 2 k x = Titik tambahan untuk central composite design ○ = Central Points titik origin α = Star Points Secara umum, CCD terdiri dari beberapa titik antara lain: 1. Titik cube, jumlah titik yaitu : 2 k dan membentuk koordinat ±1, ±1, ±1. 2. Titik star, jumlah titik yaitu : 2 k dan membentuk koordinat ± α, 0, 0, 0, ±α, 0, 0, 0, ± α,. 3. Titik center, jumlah titik yaitu : n c 0 + n s 0 dan membentuk koordinat 0,0,0. n c adalah jumlah blok cube n s 0 adalah jumlah blok star. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan jumlah titik center antara lain: 1. Menghasilkan desain yang bagus untuk informasi fungsi. 2. Meminimisasi error. 3. Memberikan deteksi yang bagus untuk uji ketidaksesuaian model orde tiga. 4. Memberikan rangsangan terhadap desain yang robust. Universitas Sumatera Utara Setelah desain eksperimen dilakukan, data yang dikumpulkan akan digunakan untuk menaksir koefisien b ,b 1 ,......b i . Cara yang digunakan untuk menentukan koefisien predikator sama dengan cara yang digunakan sewaktu menentukan koefisien predikator pada model orde pertama. Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde kedua. Ketidaksesuaian menyatakan deviasi respon terhadap model yang dibangun. Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah dilakukan. Uji ketidaksesuaian dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut: Tabel 3.5. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua df SS MS F hit F tabel Model Orde Pertama K ∑ =1 1 i iy b MS f MS f MS s Fαv 1 ,v 2 Model Orde Kedua 2 1 + k k N G ijy iiy b y b i j i ii 1 2 ∑ ∑ = − + + MS s MS s MS e Fαv 1 ,v 2 Ketidaksesuaian 2 3 2 + − k k n Melalui pengurangan MS 1 MS 1 MS e Fαv 1 ,v 2 Errror N 1 – 1 2 1 i u y y − ∑ MS e Total n 1 + n 2 - 1 N G y N u u 2 2 1 − ∑ = Keterangan: df = degree of freedom derajat kebebasan, diasosiasikan dengan bagian yang dibutuhkan dalam membangun model. SS = Sum of Square jumlah kuadrat, menyatakan jumlah kuadrat pengaruh suatu perlakuan berhubungan hasil pengamatan. MS = Mean Square rata kuadrat, menyatakan perbandingan SS dengan df. k = jumlah variabel independen ; y i = respon perlakuan i Universitas Sumatera Utara n 1 = jumlah perlakuan dititik pusat ; y iu = respon perlakuan titik pusat i n 2 = jmlh perlkn titik cube titik α ; i y = rata-rata respon di titik pusat b i = hasil perkalian i ; y u = respon perlakuan ke u r i = reflikasi perlakuan i ; v 1 = df pembilang G= jumlah hasil percobaan ; v 2 = df error Setelah uji ketidaksesuaian maka dilakukan penentuan titik optimal dari model orde kedua. Penentuan titik optimal ataupun variabel predikator adalah sebagai berikut: Y = b x + b 1 x 1 + b 2 x 2 + b 3 x 3 + b 11 x 1 2 + b 11 x 1 2 + b 22 x 2 2 + b 33 x 3 2 + b 12 x 1 x 2 + b 13 x 1 x 3 + b 23 x 2 x 3 1 x y ∂ ∂ = b 1 + 2b 11 x 1 + b 12 x 2 + b 13 x 3 = 0 2 x y ∂ ∂ = b 2 + b 12 x 1 + 2b 22 x 2 + b 23 x 3 = 0 3 x y ∂ ∂ = b 3 + b 13 x 1 + b 23 x 2 + 2b 33 x 3 = 0 Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan pendekatan matriks sehingga dapat membentuk persamaan matriks sebagai berikut : 2b 11 b 12 b 13 x 1 -b 1 b 12 2b 22 b 23 x 2 = -b 2 b 13 b 23 2b 33 x 3 -b 1 x 1 2b 11 b 12 b 13 -b 1 -1 Universitas Sumatera Utara x 2 = b 12 2b 22 b 23 x -b 1 x 3 b 13 b 23 2b 33 -b 1 Ada hal yang harus dilakukan ketika model yang dibangun terdapat ketidaksesuaian sebelum dilanjutkan dengan penentuan titik optimal yaitu : pemilihan ulang faktor dalam eksperimen dimana faktor yang dipilih adalah faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap respon, dimana transformasi respon dapat secara serempak menyederhanakan hubungan fungsional dan memperbaiki kebutuhan yang berkenaan dengan asumsi distribusi. Beberapa transformasi yang sering digunakan antara lain: 1. Logaritma Y’ = log Y Digunakan apabila efek-efek bersifat multiplikatif atau apabila simpangan baku berbanding lurus dengan rata-rata. 2. Akar Kuadrat Y’ = Y atau Y’ = 1 + Y Digunakan apabila ragam berbanding lurus dengan rata-rata misalnya jika data asli Y merupakan sampel dari populasi berdistribusi Poisson 3. Arc Sinus Y’ = arc sin Y Jika µ = rata-rata populasi dan ragam berbanding lurus dengan µ 1- µ misalnya jika data asli merupakan sampel dari populasi berdistribusi binom 4. Kebalikan Y’ = 1Y Universitas Sumatera Utara Digunakan jika simpangan baku berbanding lurus dengan rata-rata kuadrat.

3.8. Minyak Kelapa Murni