Perhitungan pergerakan steepest ascent untuk persamaan fungsi diatas adalah sebagai berikut :
Tabel 3.4. Perhitungan Pergerakan Level pada Metode Steepest Ascent Keterangan
X
1
X
2
X
3
1 Perubahan relatif pada unit desain b
i
b
1
b
2
b
3
2 Unit Origin 1 unit desain A
+1
-A
-1
2 B
+1
-B
-1
2 C
+1
-C
-1
2 3 Perubahan relatif pada origin
1
1
2
1
1
2
2
2
1
3
2
3
4 Perubahan per n pada variabel I ∆
3
1
3
1
3
2
3
1
3
3
3
1
Pergerakan steepest ascent Hasil
Percobaan
5 Level awal origin = 0 A
+1
-A
-1
2 B
+1
-B
-1
2 C
+1
-C
-1
2 6 Level pergerakan origin + n
∆
1
+ n ∆
2
+ n ∆
3
+ n ∆
y
n
Tujuan dari penerapan metode steepest ascent adalah untuk menentukan titik origin level percobaan berikutnya. Dasar dari penentuan titik origin level percobaan
berikutnya adalah berdasarkan hasil percobaan dengan level yang diperoleh dari pergerakan steepest ascent dengan jumlah perolehan produk paling tinggi.
Penentuan level origin menggunakan teknik interpolasi sebagai berikut:
= ∆
− =
− +
i origin
i i
x x
X
ζ ζ
; 2
1 ,
1
nilai faktor i
3.6. Model Orde Kedua
Model orde kedua adalah persamaan polinomial yang memiliki pangkat dua atau berbentuk kuadrat. Bentuk umum dari model orde kedua untuk 3 variabel adalah sebagai
berikut : Y = b
x + b
1
x
1
+ b
2
x
2
+ b
3
x
3
+ b
11
x
1 2
+ b
11
x
1 2
+ b
22
x
2 2
+ b
33
x
3 2
+ b
12
x
1
x
2
+ b
13
x
1
x
3
+ b
23
x
2
x
3
Universitas Sumatera Utara
Dimana : Y = respon
X
i
= predikator b
i
= koefisien predikator Tujuan dari pembuatan model orde kedua adalah untuk menentukan titik yang
memberikan respon yang optimal. Alasan pembuatan model orde kedua dibangun karena percobaan pertama yang dilakukan sebelumnya bertujuan untuk mencari daerah optimal
yang akan digunakan dalam eksperimen berikutnya sehingga wilayah optimal yang perkirakan akan dieksplorasi lebih jauh dapat diperkirakan dengan model yang lebih
kompleks. Adapun langkah-langkah yag diperlukan untuk menentukan model orde kedua
antara lain: a.
Melakukan eksperimen dengan Central Composite Design b.
Model desain eksperimen dan hasil percobaan kemudian dihitung dengan melakukan pendekatan matriks agar diperoleh koefisien model orde kedua.
Untuk membangun model orde kedua, terlebih dahulu dilakukan pengumpulan data dengan desain eksperimen. Untuk menentukan koefisien regresi pada model orde
kedua, tiap variabel x
i
harus memiliki sekurang-kurangnya 3 level berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa desain faktorial 3
k
dapat digunakan, dimana tiga level dikodekan sebagai -1, 0 dan 1. Akan tetapi, ada kerugian dari penggunaan desain faktorial 3
k
yaitu dengan lebih dari 3 x-variabel, percobaan menjadi sangat besar. Untuk alasan tersebut
Box dan Wilson 1951 mengembangkan suatu desain eksperimen awal untuk membangun model orde kedua dinamakan Central Composite Design, dimana terdapat
Universitas Sumatera Utara
beberapa kombinasi perlakuan tambahan yang ditambahkan ke dalam desain eksperimen 2
k
. Pernyataan yang menarik sering dinyatakan adalah apakah model orde pertama
cukup merepretasikan fungsi respon dimana pada desain orde pertama tidak ada reflikasi sehingga tidak ada perkiraan terhadap error. Mengenai hal ini pada asumsi bahwa model
yang menandai disediakan oleh model orde kedua yang memberikan jawaban bahwa tidak alasan untuk meragukan representasi model orde pertama ketika pada uji
ketidaksesuaian ternyata model orde kedua sesuai dengan fungsi respon sehingga model orde pertama dapat diterima merepresentasikan fungsi respon.
3.7. Central Composite Design