UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
selama 15 detik dan kemudian dibuat gelembung dengan nitrogen untuk membentuk niosom Sankhyan, Pawar, 2012.
i. Teknik Penjerapan Aktif
Meliputi penambahan obat setelah pembentukan niosom. Niosom dipreparasi dan kemudian obat dimasukkan dengan mempertahankan gradien pH
atau gradien ion untuk memfasilitasi penjerapan obat ke dalam niosom. Cara ini dapat memberikan keuntungan penjerapan 100, perbandingan obat-lipid yang
tinggi, menghindari kebocoran, biaya yang efektif, dan cocok untuk obat-obat yang tidak stabil Sankhyan, Pawar, 2012.
j. Gradien pH Transmembran
Fase organik dan komponen terlarut diuapkan untuk membentuk lapisan dan dihidrasi dengan asam sitrat, vesikel multilamellar dibentuk dengan
pembekuan yang dicairkan 3 kali dan disonikasi. Ke dalam suspensi niosom ditambahkan fase air dan obat, divortex dan pH dinaikkan hingga 7,0-7,2 dengan
1M dinatrium fosfat. Campuran tersebut kemudian dipanaskan pada suhu 60 C
selama 10 menit untuk memasukkan obat ke dalam niosom Sankhyan, Pawar, 2012.
2.10.5 Komponen Pembentukan Niosom a.
Surfaktan
Surfaktan berasal dari kata surface active agent agen aktif permukaan. Surfaktan banyak digunakan karena kemampuannya dalam mempengaruhi sifat
permukaan surface dan antar muka interface. Surfaktan memiliki gugus hidrofobik dan hidrofilik. Bagian “kepala” mengacu pada pelarut hidrofilik, dan
bagian “ekor” mengacu pada gugus hidrofobik Perkins, 1998. Surfaktan dapat
mengabsorpsi pada permukaan atau antar muka untuk mengurangi tegangan permukaan atau tegangan antar muka. Bagian hidrofobik terdiri dari rantai
hidrokarbon sedangkan bagian hidrofilik dapat berupa ion, gugus polar atau gugus yang larut dalam air. Oleh karena itu surfaktan sering disebut ampifil yang berarti
memiliki aktivifas tertentu baik terhadap pelarut polar maupun non polar. Ampifil secara dominan dapat berupa hidrofil, lipofil, atau berada di antara minyak-air
Bucton, 1995. Adapun struktur molekul surfaktan dapat dilihat pada Gambar 2.7.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.7. Struktur Molekul Surfaktan
[Sumber : Perkins, 1998]
Surfaktan dapat dikategorikan menjadi 4 jenis, yaitu: surfaktan anionik, kationik, nonionik, dan amfoterik Tang dan Suendo, 2011. Adapun keterangan
masing-masing jenis niosom adalah sebagai berikut: 1.
Surfaktan Anionik Bagian hidrofilik molekul surfaktan bermuatan negatif. Contohnya adalah
natrium alkil benzena sulfonat, natrium lauril sulfonat, natrium dodesil benzen sulfonat, natrium lauril eter sulfat, ammonium lauril sulfat, natrium
metil kokoli sulfat, natrium lauril sarkosinat. 2.
Surfaktan Kationik Komponen aktif permukaan dalam surfaktan ini adalah kation. Bagian
hidrofilik molekul surfaktan bermuatan positif contohnya: garam amina rantai panjang, dan benzalkonium klorida.
3. Surfaktan Nonionik
Merupakan suatu surfaktan dengan bagian aktif permukaannya mengandung gugus nonion. Contohnya adalah Cetomagrol, Span, Tween,
dan Brij. 4.
Surfaktan Amfolitik zwitterionik Surfaktan ini dapat bersifat baik anionik atau kationik, tergantung pada
pH. Salah satu contohnya adalah N-dodesil-N,N-dimetil betain dan lesitin. Surfaktan
nonionik dapat
diklasifikasikan berdasarkan
ukuran kesetimbangan hidrofilik-lipofilik HLB : Hidrophilic-Lipophilic Balance. Makin
tinggi HLB suatu zat, maka zat tersebut semakin hidrofilik. Surfaktan yang mempunyai HLB rendah kurang dari 10 biasanya digunakan sebagai zat antibusa
untuk menghilangkan busa, zat pengemulsi air dalam minyak dan sebagai zat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pembasah untuk menurunkan sudut kontak antar-permukaan dan cairan pembasah. Adapun struktur molekul span 60 dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Span 60 atau sorbitan monostearat dapat berfungsi sebagai agen pengemulsi emulgator, surfaktan nonionik lipofilik, agen pelarut, dan agen
penghidrasi. Span 60 praktis tidak larut dalam air, dapat bercampur dengan alkohol, larut dalam parafin cair, mudah larut dalam eter, tidak larut dalam aseton
dan propilenglikol. Nilai HLB Hydrophilic-Lipophilic Balance span 60 adalah 4,7 Rowe, Sheskey, Owen, 2006.
Gambar 2.8. Struktur Molekul Span 60
[Sumber : Rowe, Sheskey, Owen, 2006]
b. Kolesterol
Kolesterol memiliki rumus empiris C
27
H
46
O dan berat molekul 386,67 serta titik lebur 147-150
⁰C. Dalam kosmetik dan formulasi topikal kolesterol digunakan pada konsentrasi 0,3-5,0 bb sebagai zat pengemulsi. Kolesterol
mampu menyerap air pada sediaan salep dan memiliki aktivitas sebagai emolien. Senyawa ini dapat berwarna putih atau kekuningan samar, hampir tidak berbau,
berbentuk mutiara, jarum, bubuk atau butiran. Pada paparan cahaya dan udara yang berkepanjangan kolesterol dapat berubah warna menjadi kuning kecoklatan.
Kolesterol larut dalam aseton, larut 1 : 4,5 dalam kloroform, larut dalam minyak nabati, dan praktis tidak larut dalam air. Senyawa ini stabil dan harus disimpan
dalam wadah tertutup, terlindung dari cahaya Rowe, Sheskey, Owen, 2006. Adapun struktur molekul kolesterol dapat dilihat pada Gambar 2.9.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.9 . Struktur Molekul Kolesterol
[Sumber : Rowe, Sheskey, Owen, 2006]
Kolesterol merupakan steroid yang menyebabkan perubahan fluiditas dan permeabilitas dari bilayer niosom. Kolesterol merupakan metabolit steroid lilin
yang dicampurkan dengan surfaktan nonionik untuk memberikan kekakuan dan keteraturan pada niosom. Kolesterol merupakan molekul ampifilik, dimana gugus
OH-nya akan mengarah pada fasa air, dan rantai alifatiknya akan mengarah pada rantai hidrokarbon dari surfaktan. Kekakuan yang terjadi pada niosom disebabkan
karena adanya kerangka steroid yang kaku yang berinteraksi dengan molekul surfaktan sehingga membatasi pergerakan karbon dari rantai hidrokarbon
surfaktan. Kolesterol juga dapat mencegah terjadinya kebocoran pada molekul surfaktan yang telah menjerap zat aktif Sankhyan, Pawar, 2012.
c. Metanol