UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.9 . Struktur Molekul Kolesterol
[Sumber : Rowe, Sheskey, Owen, 2006]
Kolesterol merupakan steroid yang menyebabkan perubahan fluiditas dan permeabilitas dari bilayer niosom. Kolesterol merupakan metabolit steroid lilin
yang dicampurkan dengan surfaktan nonionik untuk memberikan kekakuan dan keteraturan pada niosom. Kolesterol merupakan molekul ampifilik, dimana gugus
OH-nya akan mengarah pada fasa air, dan rantai alifatiknya akan mengarah pada rantai hidrokarbon dari surfaktan. Kekakuan yang terjadi pada niosom disebabkan
karena adanya kerangka steroid yang kaku yang berinteraksi dengan molekul surfaktan sehingga membatasi pergerakan karbon dari rantai hidrokarbon
surfaktan. Kolesterol juga dapat mencegah terjadinya kebocoran pada molekul surfaktan yang telah menjerap zat aktif Sankhyan, Pawar, 2012.
c. Metanol
Metanol adalah bentuk paling sederhana dari alkohol yang biasa digunakan sebagai pelarut di industri dan sebagai bahan tambahan dari etanol
dalam proses denaturasi sehingga etanol menjadi toksik. Rumus kimia dari metanol adalah CH
3
OH dan dikenal dengan nama lain yaitu metil alkohol, metal hidrat, metil karbinol, wood alcohol atau spiritus. Pada keadaan atmosfer metanol
berbentuk cairan yang ringan, mudah menguap, tidak berwarna, mudah terbakar dan beracun dengan bau yang khas berbau lebih ringan daripada etanol
Martindale, 1996.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
d. Kloroform
Kloroform juga dikenal sebagai triklorometana, metana triklorida, trikloroform, metil triklorida, dan formil triklorida. Kloroform memiliki rumus
molekul dan massa molekul relatif masing-masing adalah CHCl
3
dan 119,4. Pada suhu ruang kloroform jernih, tidak berwarna, cairan mudah menguap dengan bau
khas eterik WHO, 2004. Kloroform sedikit larut dalam air, mudah larut dalam karbon disulfida, dan dapat bercampur dengan alkohol, eter, benzen, karbon
tetraklorida, dan minyak yang mudah menguap HSBD, 2009. Kloroform stabil di bawah suhu dan tekanan normal dalam wadah tertutup Akron, 2009.
e. Phosphate Buffered Saline
Phosphate buffered saline adalah larutan isotonis yang digunakan dalam penelitian biologis. Larutan ini mengandung natrium klorida, natrium fosfat,
kalium klorida, dan kalium fosfat. PBS banyak digunakan karena isotonis dengan cairan tubuh manusia dan tidak bersifat toksik Medicagi AB, 2010. PBS
memiliki pH yang berkisar 7,3-7,5 dan osmolaritasnya berkisar 280-315 Mosmkg Maureen, 2002.
2.11 Karakterisasi Niosom
2.11.1 Analisis Ukuran Partikel
Ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel adalah karakteristik yang penting dalam niosom. Pelepasan obat dipengaruhi oleh ukuran partikel. Partikel
yang berukuran kecil memiliki luas permukaan yang lebih besar, dimana akan mengakibatkan pelepasan zat aktif yang lebih cepat. Sementara itu partikel yang
lebih besar memiliki inti yang lebih besar yang dapat mengurangi kecepatan obat untuk berdifusi keluar. Namun demikian partikel yang berukuran kecil memiliki
resiko yang lebih besar untuk terjadinya agregasi selama penyimpanan Jahanshashi dan Babaei, 2008.
Ukuran partikel dapat ditentukan dengan menggunakan photon correlation spectroscopy PCS atau dapat juga digunakan dynamic light scattering DLS.
Sampel yang dianalisa menggunakan PCS harus terdispersi di dalam medium cair. Dalam kondisi tertentu partikel akan bergerak konstan secara acak, sebagaimana
yang ditunjukan oleh gerak Brown. Kemudian PCS akan mengukur kecepatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gerak partikel tersebut dengan melewatkan laser. PCS mengukur ukuran partikel rata-rata dan indeks polidispersitas. Dynamic light scattering DLS menerapkan
konsep pengukuran di mana partikel kecil di dalam suspensi bergerak dalam pola acak. Partikel besar bergerak lebih lambat dari partikel yang berukuran lebih kecil
Jahanshashi dan Babaei, 2008.
2.11.2 Efisiensi Penjerapan Niosom
Obat yang tidak terjerap dapat dipisahkan dengan berbagai teknik, di
antaranya :
a. Dialisis
Dispersi cairan niosom didialisis dalam tabung dialisis dengan menggunakan buffered phosphate atau normal saline atau larutan glukosa.
b. Gel filtration
Obat yang tidak terjerap dihilangkan dari niosom menggunakan filtrasi gel melalui kolom Sphadex-G-50 dan dielusi dengan buffer garam fosfat atau
normal salin. c.
Sentrifugasi Suspensi niosom disentrifugasi dan supernatannya dipisahkan. Pelet yang
diperoleh dicuci kemudian disuspensikan kembali untuk mendapatkan niosom yang bebas dari obat yang tidak terjerap.
Efisiensi penjerapan obat dalam vesikel EE diukur dengan memisahkan obat bebas dari vesikel penjerap menggunakan teknik
ultrasentrifugasi. Sejumlah volume suspensi niosom disentrifugasi selama 50 menit pada 50.000 rpm dan suhu 4
◦C OptimaTM ultrasentrifus, Beckman Coulter, USA untuk memisahkan obat bebas obat yang tidak terjerap. Jumlah
obat bebas FD disebut sebagai supernatan. Suspensi niosom digunakan untuk menilai total jumlah obat TD. Supernatan hasil ultrasentrifugasi ditetapkan
kadarnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum Pham, Maalej, Charcosset, Fessi, 2012.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.12 Spektrofotometri UV-Vis
Senyawa yang dapat memberikan serapan ketika diukur dengan spektrofotometer adalah senyawa yang memiliki gugus kromofor. Kromofor
adalah gugus fungsional yang mengabsorbsi radiasi ultraviolet dan tampak, jika mereka diikat oleh senyawa-senyawa bukan pengabsorbsi auksokrom.
Auksokrom adalah gugus fungsional yang memiliki elektron bebas, seperti OH, O, NH
3
, dan OCH
3
. Spektrofotometer UV-Vis dapat digunakan untuk informasi kualitatif dan analisis kuantitatif. Dalam aspek kualitatif, data yang diperoleh dari
spektroskopi UV dan Vis adalah panjang gelombang maksimum, intensitas absorbsi, efek pH, dan pelarut, semuanya dibandingkan dengan data yang telah
dipublikasikan. Dari spektra yang diperoleh dapat dilihat, misalnya serapan berubah atau tidak karena perubahan pH. Dalam aspek kuantitatif, berkas radiasi
yang dilewatkan pada larutan sampel dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang diserap oleh larutan sampel ditentukan dengan
membandingkan intensitas sinar yang datang dengan intensitas sinar yang diteruskan Gandjar dan Rohman, 2007.
Hukum Lambert Beer : A = log I
lt = γ.b.c = a.b.c
2.1
Dimana : A = serapan
Io = Intensitas sinar yang datang
It = Intensitas sinar yang diteruskan γ = absorbtivitas molekuler mol.cm.lt-1
a = daya serap g.m.lt-1 b
= tebal larutan kuvet cm c = konsentrasi g.lt-1.mg.ml-1
Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan.
Komponen-komponen dalam spektrofotometer UV-Vis meliputi sumber-sumber sinar, monokromator, dan sistem optik. Sumber-sumber lampu, lampu deutrium
digunakan untuk daerah UV pada panjang gelombang dari 190-350 nm, sedangkan lampu halogen kuarsa atau lampu tungsten digunakan untuk daerah
sinar tampak pada panjang gelombang 350-900 nm. Monokromator, digunakan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk mendispersikan
sinar ke
dalam komponen-komponen
panjang gelombangnya yang selanjutnya akan dipilih oleh celah slit. Monokromator
berputar sedemikian rupa sehingga kisaran panjang gelombang dilewatkan pada larutan sampel sebagai scan. Optik-optik didisain untuk memecah sumber sinar
sehingga sumber sinar melewati 2 kompartemen, sebagaimana yang digunakan dalam spektrofotometer berkas ganda double beam, suatu larutan blanko
digunakan dalam satu kompartemen untuk mengoreksi pembacaan atau spektrum sampel. Umumnya yang paling sering digunakan sebagai blanko dalam
spektrofotometri adalah semua pelarut yang digunakan untuk melarutkan sampel atau pereaksi Gandjar dan Rohman, 2007.
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Farmakognosi dan Fitokimia, dan Laboratorium Kimia Obat, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Analisa Bahan Fakultas MIPA Jurusan Fisika Institut Pertanian
Bogor. Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2014 sampai bulan Maret 2015.
3.2 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah spektrofotometer UV-Vis Hitachi, Jepang, vacuum rotary evaporator Eyela N-1000, Jepang,
ultrasentrifuge Himac CP 100WX, Hitachi, Jepang, tube Hitachi, Jepang, particle size analysis Vasco, Perancis, vortex mixer VM-300, Taiwan, autoklaf
digital MC 30-L., Ltd, Jepang, mikropipet Rainin, USA, timbangan analitik KERN ACJ 220-4M, Balingen, pH meter Horiba F-52, Jepang, glass beads,
dan alat-alat gelas lain yang biasa digunakan.
3.3 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstrak kulit batang nangka Artrocarpus heterophyllus L. yang diperoleh dengan metode maserasi
Bogor, Indonesia, span 60 Croda, Singapura, kolesterol TCI, Jepang, kloroform pro analisa Merck, Jerman, metanol pro analisa Merck, Jerman,
Na
2
CO
3
pro analisa Sinopharm, China, Folin-Ciocalteu Merck, Jerman, Phosfate Buffered Saline pH 7,3±0,2 Oxoid, Inggris, asam galat standar Sigma,
USA, dan aquadest.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4 Prosedur Kerja
3.4.1 Uji Parameter Spesifik Ekstrak Kulit Batang Nangka
3.4.1.1 Identitas
Pendeskripsian tata nama, yaitu nama ekstrak, nama latin tumbuhan, bagian tumbuhan yang digunakan dan nama Indonesia tumbuhan Depkes RI,
2000.
3.4.1.2 Organoleptik
Penetapan organoleptik
yaitu pengenalan
secara fisik
dengan menggunakan panca indera dalam mendeskripsikan bentuk, warna, bau Depkes
RI, 2000.
3.4.2 Uji Parameter Nonspesifik Ekstrak Kulit Batang Nangka 3.4.2.1 Kadar Abu
Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang seksama W1 dimasukkan dalam kurs yang sebelumnya telah dipijarkan dan ditimbang W0. Setelah itu ekstrak
dipijar dengan menggunakan tanur secara perlahan-lahan dengan suhu dinaikkan secara bertahap hingga 600±25°C sampai arang habis. Kemudian ditimbang
hingga bobot tetap W2 Depkes RI, 2000. Kadar Abu Total =
W 2 −W0
�1
x 100 3. 1
Keterangan : W0 = bobot cawan kosong gram W1 = bobot ekstrak awal gram
W2 = bobot cawan + ekstrak setelah pemanasan gram
3.4.2.2 Kadar Air
Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada
suhu 105ºC selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan batang pengaduk. Kemudian dikeringkan
dalam oven 105ºC selama 5 jam dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan kemudian ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan
berturut-turut tidak lebih dari 0,25 Depkes RI, 2000.