UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kapasitas reduksi dari bahan yang diuji terhadap suatu reduksi ekivalen dari asam galat
Singleton dan Rossi, 1965 .
Pengukuran kadar polifenol total ekstrak kulit batang nangka dilakukan secara triplo. Untuk menghitung kadar total polifenol dalam ekstrak kulit batang
nangka, hasil absorbansi sampel dimasukkan ke dalam persamaan regresi linier y = 0,010x + 0,006 yang diperoleh dari kurva kalibrasi asam galat dalam
aquadest, kadar polifenol total yang didapat dihitung rata-ratanya. Adapun kadar total senyawa polifenol dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Data Kadar Total Senyawa Polifenol
Sampel Kadar total
1 6,16
2 6,09
3 6,15
Rata-rata 6,133
±0,04
4.5 Preparasi Niosom Ekstrak Kulit Batang Nangka
Niosom yang mengandung ekstrak kulit batang nangka dibuat dengan menggunakan span 60 sebagai surfaktan nonionik, kolesterol, metanol pro analisa
dan kloroform pro analisa sebagai pelarut organik yang digunakan untuk melarutkan bahan-bahan yang digunakan. Pada penelitian ini surfaktan nonionik
yang dipilih adalah span 60, di mana menurut beberapa penelitian span 60 menunjukkan efisiensi penjerapan yang terbesar dibandingkan dengan jenis
surfaktan nonionik yang lain. Efisiensi penjerapan span 60 span 40 span 20. Kolesterol yang digunakan pada pembuatan niosom berfungsi untuk mencegah
terjadinya kebocoran dari vesikel di mana kolesterol mengepak barisan molekul lipid pada lapisan lipid ganda pada vesikel
Hao, Zhao, Yang, Ke’an, 2002. Formulasi yang digunakan pada penelitian ini menggunakan perbandingan
span 60 dan kolesterol 2 : 1, di mana perbandingan ini merupakan hasil optimasi dari studi pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya. Menurut penelitian
sebelumnya formula niosom yang menggunakan perbandingan span 60 dan kolesterol 2 : 1 juga menunjukkan efisiensi penjerapan terbesar dan ukuran
partikel yang terkecil dibandingkan dengan perbandingan span 60 : kolesterol 1 : 1 dan 1 : 1,5 Sabarikumar, Varatharajan, Ilavarasan, Shaik, 2012.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pada penelitian ini dibuat tiga formula niosom dengan peningkatan konsentrasi ekstrak kulit batang nangka yang ditambahkan. Hal ini ditujukan
untuk melihat pengaruh jumlah kandungan ekstrak kulit batang nangka terhadap ukuran partikel, kadar polifenol yang terjerap serta efisiensi penjerapan niosom.
Metode yang digunakan untuk membuat niosom yaitu hidrasi lapis tipis. Metode hidrasi lapis tipis adalah metode yang paling umum digunakan karena relatif lebih
mudah, lebih sederhana serta ketersediaan alat di laboratorium. Tahapan pada metode hidrasi lapis tipis adalah proses menguapkan pelarut organik, sehingga
terbentuk lapisan tipis pada dinding labu yang kemudian dihidrasi dengan menggunakan fase air berupa larutan dapar fosfat pH 7,3 ±2.
Pada penelitian ini dilakukan percobaan pendahuluan untuk mengetahui kondisi yang sesuai serta waktu yang dibutuhkan pada saat pembuatan niosom.
Kondisi dan waktu yang sesuai dibutuhkan untuk penggunaan alat rotary evaporator pada saat pembuatan hidrasi lapis tipis dan proses hidrasi agar
terbentuk suspensi niosom yang baik. Kondisi dan waktu alat rotary evaporator yang digunakan untuk menguapkan pelarut organik sampai terbentuk lapis tipis
pada dinding labu adalah dengan kecepatan putaran labu sebesar 180 rpm ,
suhu ±60
⁰C dengan waktu selama ±5 jam, di mana pada 1 jam pertama larutan yang terdiri dari ekstrak kulit batang nangka, span 60 dan kolesterol dibiarkan
bercampur untuk memastikan semua bahan tersebut telah terlarut sempurna dalam pelarut organik, setelah itu pompa vacum dihidupkan dan sesekali dimatikan
untuk menghasilkan lapisan tipis yang baik pada dinding labu. Pompa vacum tidak langsung dihidupkan pada awal pembuatan, tujuannya
agar pelarut organik yang digunakan tidak langsung habis menguap agar terbentuk lapisan tipis yang merata pada dinding labu, ketika lapisan tipis telah terbentuk,
pompa vacum terus dihidupkan agar pelarut yang tersisa menguap selama ±5 jam. Setelah lapis tipis telah terbentuk, labu alas bulat dialiri dengan menggunakan gas
nitrogen dan didiamkan selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk memastikan pelarut organik yang digunakan telah menguap sempurna sehingga tidak
mempengaruhi proses hidrasi Ruckmani, Sankar, 2010. Namun, karena keterbatasan alat pada laboratorium, proses pengaliran menggunakan nitrogen