Absorbsi Transappendageal Absorpsi Transepidermal

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.6.1 Absorbsi Transappendageal

Jalur absorpsi transappendageal merupakan jalur masuknya obat melalui kelenjar keringat dan folikel rambut yang disebabkan karena adanya pori-pori diantaranya sehingga memungkinkan obat tersebut berpenetrasi. Jalur appendageal hanya mencakup 0,1 area untuk penyerapan pada kulit, sehingga jalur ini dianggap kurang potensial dibandingkan jalur transepidermal Touitou Barry, 2007.

2.6.2 Absorpsi Transepidermal

Jalur absorpsi transepidermal merupakan jalur masuknya obat melintasi epidermis. Epidermis merupakan permukaan lapisan yang lebih besar untuk absorpsi di mana epidermis memiliki luas permukaan 100-1000 kali lebih luas dibandingkan jalur transappendageal, sehingga jalur transepidermal merupakan jalur utama untuk absorpsi perkutan banyak senyawa Lund, 1994. Terdapat dua jalur untuk absorpsi obat secara transepidermal yaitu jalur interseluler dan jalur intraseluler. Jalur interseluler obat menembus lapisan kulit melalui ruang antar sel dari kulit, sehingga jalurnya menjadi berliku dan lebih panjang. Obat yang bersifat lipofilik akan lebih cenderung berpenetrasi melalui cara ini karena akan larut dalam lemak yang terdapat di antara filamen. Jalur intraseluler obat akan melewati kulit secara langsung melalui membran fosfolipid dan keratinosit yang merupakan kandungan utama stratum korneum. Obat yang bersifat hidrofilik lebih cenderung berpenetrasi melalui jalur ini karena obat hidrofilik akan membentuk ikatan hidrogen dengan bagian protein dalam lapisan filamen protein Lund, 1994. Penetrasi obat melalui jalur transepidermal lebih baik dari pada jalur transappendageal, karena luas permukaan pada jalur transappendageal lebih kecil. Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi perkutan adalah sifat-sifat fisikokimia dari obat, sifat pembawa yang digunakan, dan kondisi fisiologi kulit. Dari sifat- sifat tersebut, dapat diuraikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi absorpsi perkutan, antara lain Ansel, 1989 : 1. Konsentrasi obat umumnya merupakan faktor yang penting, jumlah obat diabsorpsi secara perkutan perunit luas permukaan setiap periode waktu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta bertambah, sebanding dengan bertambahnya konsentrasi obat dalam suatu pembawa. 2. Profil pelepasan obat dari pembawanya, tergantung dari afinitas obat terhadap pembawa, kelarutan obat dalam pembawa dan pH pembawa. 3. Komposisi sistem tempat pemberian obat, yang ditentukan dari permeabilitas stratum korneum yang disebabkan hidratasi dan perubahan struktur lipid. 4. Pembawa yang dapat meningkatkan kelembapan kulit akan mendorong terjadi absorpsi obat melalui kulit. 5. Peningkatan suhu kulit dapat menyebabkan perubahan difusi yang disebabkan oleh peningkatan kelarutan obat. 6. Waktu kontak obat dengan kulit. 7. Bahan-bahn peningkat penetrasi enhancer yang dapat meningkatkan permeabilitas kulit dengan cara mengubah sifat fisikokimia stratum korneum sehingga mengurangi daya tahan difusi.

2.7 Pigmentasi Kulit

Dokumen yang terkait

Variasi Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang Mikro terhadap Kualitas Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L)

3 69 64

Pengaruh Variasi Konsentrasi Surfaktan pada Ukuran Partikel dan Efisiensi Penjerapan Niosom yang Mengandung Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Nangka (Artocarpus Heterophyllus)

11 34 69

SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis), NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus Altilis), Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Dan Kluwih (Artocarpus Camansi) Terhadap Sel Kanker Pa

0 3 13

SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis), NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN KLUWIH (Artocarpus camansi) Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus Altilis), Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Dan Kluwih (Artocarpus Cam

0 8 15

SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis), NANGKA (Artocarpus heterophyllus), DAN KLUWIH (Artocarpus camansi) Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus altilis), Nangka (Artocarpus heterophyllus), dan Kluwih (Artocarpus c

0 3 16

SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis), NANGKA (Artocarpus heterophyllus), DAN Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus altilis), Nangka (Artocarpus heterophyllus), dan Kluwih (Artocarpus camansi) Terhadap Sel Kanker

0 3 14

Variasi Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang Mikro terhadap Kualitas Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L)

0 1 10

Variasi Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang Mikro terhadap Kualitas Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L)

0 0 12

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BATANG NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI CEREBRUM MENCIT YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii

0 0 77

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BATANG NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lmk.) TERHADAP LAMA HIDUP MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii

0 1 80