Preparasi Niosom Ekstrak Kulit Batang Nangka

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada penelitian ini dibuat tiga formula niosom dengan peningkatan konsentrasi ekstrak kulit batang nangka yang ditambahkan. Hal ini ditujukan untuk melihat pengaruh jumlah kandungan ekstrak kulit batang nangka terhadap ukuran partikel, kadar polifenol yang terjerap serta efisiensi penjerapan niosom. Metode yang digunakan untuk membuat niosom yaitu hidrasi lapis tipis. Metode hidrasi lapis tipis adalah metode yang paling umum digunakan karena relatif lebih mudah, lebih sederhana serta ketersediaan alat di laboratorium. Tahapan pada metode hidrasi lapis tipis adalah proses menguapkan pelarut organik, sehingga terbentuk lapisan tipis pada dinding labu yang kemudian dihidrasi dengan menggunakan fase air berupa larutan dapar fosfat pH 7,3 ±2. Pada penelitian ini dilakukan percobaan pendahuluan untuk mengetahui kondisi yang sesuai serta waktu yang dibutuhkan pada saat pembuatan niosom. Kondisi dan waktu yang sesuai dibutuhkan untuk penggunaan alat rotary evaporator pada saat pembuatan hidrasi lapis tipis dan proses hidrasi agar terbentuk suspensi niosom yang baik. Kondisi dan waktu alat rotary evaporator yang digunakan untuk menguapkan pelarut organik sampai terbentuk lapis tipis pada dinding labu adalah dengan kecepatan putaran labu sebesar 180 rpm , suhu ±60 ⁰C dengan waktu selama ±5 jam, di mana pada 1 jam pertama larutan yang terdiri dari ekstrak kulit batang nangka, span 60 dan kolesterol dibiarkan bercampur untuk memastikan semua bahan tersebut telah terlarut sempurna dalam pelarut organik, setelah itu pompa vacum dihidupkan dan sesekali dimatikan untuk menghasilkan lapisan tipis yang baik pada dinding labu. Pompa vacum tidak langsung dihidupkan pada awal pembuatan, tujuannya agar pelarut organik yang digunakan tidak langsung habis menguap agar terbentuk lapisan tipis yang merata pada dinding labu, ketika lapisan tipis telah terbentuk, pompa vacum terus dihidupkan agar pelarut yang tersisa menguap selama ±5 jam. Setelah lapis tipis telah terbentuk, labu alas bulat dialiri dengan menggunakan gas nitrogen dan didiamkan selama 24 jam. Hal ini bertujuan untuk memastikan pelarut organik yang digunakan telah menguap sempurna sehingga tidak mempengaruhi proses hidrasi Ruckmani, Sankar, 2010. Namun, karena keterbatasan alat pada laboratorium, proses pengaliran menggunakan nitrogen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak dilakukan, lapisan tipis yang telah terbentuk pada labu alas bulat ditutup dengan aluminium foil yang telah dilubangi dan disimpan selama semalam. Lapisan tipis yang telah terbentuk pada dinding labu dan telah didiamkan selama semalam, dilakukan proses hidrasi menggunakan larutan phosphate buffered saline pH 7,3 ±0,2 sebanyak 12,5 mL selama 2 jam, 30 menit pertama kecepatan putaran labu alas bulat alat rotary evaporator adalah 60 rpm selanjutnya kecepatan putaran labu alas bulat ditingkatkan menjadi 180 rpm . Proses pengikisan lapis tipis yang telah terbentuk pada dinding labu dibantu dengan cara memasukkan 15 buah glass beads ke dalam labu alas bulat, tujuannya adalah untuk membantu mengikis kerak lapisan tipis yang menempel pada dinding labu secara mekanik, sehingga lapisan tipis yang telah terbentuk dapat terdispersi secara sempurna dalam larutan phosphate buffered saline pH 7,3 ±0,2 dan membentuk suspensi niosom yang homogen. Glass beads merupakan manik- manik gelas berukuran kecil yang tidak merusak labu alas bulat . Pada proses hidrasi, suhu yang digunakan pada alat rotary evaporator adalah ±60 ⁰C. Hidrasi ini dilakukan untuk mengembangkan vesikel yang telah terbentuk serta untuk mengoptimalkan penjerapan obat. Vesikel yang telah terbentuk akan mengembang karena masuknya cairan ke dalamnya, sehingga ekstrak kulit batang nangka yang larut dalam fase air yang belum terjerap ke dalam niosom diharapkan akan ikut masuk ke dalam vesikel. Penjerapan ekstrak kulit batang nangka berlangsung mulai saat pembentukan lapis tipis pada dinding labu alas bulat, di mana ekstrak kulit batang nangka akan terdisposisi pada bagian polar molekul surfaktan nonionik dalam hal ini span 60. Proses hidrasi juga dapat meningkatkan penjerapan ekstrak kulit batang nangka ke dalam niosom. Besarnya konsentrasi zat yang terjerap tergantung pada kemampuan obat itu untuk terdisposisi pada bagian polar dan nonpolar molekul surfaktan yang membentuk vesikel serta kemampuannya untuk berdifusi selama proses hidrasi berlangsung Rahman, Ismail, Wahyudin, 2011. Setelah lapisan tipis dihidrasi, suspensi niosom yang dihasilkan disimpan dalam lemari pendingin untuk menjaga stabilitasnya sebelum dilakukan karakterisasi terhadap analisa ukuran partikel dan efisiensi penjerapan. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.2. Suspensi Niosom F1, F2, dan F3 Suspensi niosom yang telah dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 4.2. Secara organoleptis, suspensi niosom yang dihasilkan berwarna kecokelatan, agak kental, bau khas ekstrak kulit batang nangka. Terdapat perbedaan warna antara F1, F2, dan F3 pada niosom ekstrak kulit batang nangka yang dihasilkan. Secara berurutan warna yang dihasilkan niosom F1 lebih muda dibandingkan dengan niosom F2, dan niosom F3 dengan intesitas warna cokelat yang semakin bertambah tua. Suspensi niosom F1 memiliki konsistensi lebih kental dibandingkan niosom F2, dan niosom F2 memiliki konsistensi lebih kental dibandingkan niosom F3. Hal ini dikarenakan perbedaan jumlah ekstrak kulit batang nangka yang ditambahkan ke dalam formula, di mana F1 komposisi ekstrak yang ditambahkan 50 mg, F2 100 mg dan F3 150 mg. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan konsentrasi ekstrak kulit batang nangka yang ditambahkan ke dalam formula niosom membuat warna suspensi niosom yang dihasilkan semakin ke arah cokelat tua, dengan konsistensi yang lebih encer.

4.6 Karakterisasi Niosom

Niosom yang dihasilkan akan dikarakterisasi ukuran partikel, kadar polifenol yang terjerap serta efisiensi penjerannya. Adapun dilakukannya karakterisasi ini adalah untuk mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ekstrak kulit batang nangka yang ditambahkan ke dalam formula niosom terhadap kadar polifenol yang terjerap serta efisiensi penjerannya.

4.6.1 Analisis Ukuran Partikel

Suspensi niosom ekstrak kulit batang nangka F1, F2, dan F3 dianalisa ukuran partikelnya menggunakan alat PSA Particle Size Analyzer dengan menggunakan prinsip pengukuran dynamic light scattering DLS. Data ukuran partikel dan indeks polidispersitas masing-masing formula niosom dapat dilihat pada Tabel 4.5. Tabel 4. 5. Data Analisis Ukuran Partikel Formula Ukuran Partikel nm PDI Polidispersity Index F1 207,55 0,3 F2 168,80 0,1990 F3 150,72 0,0430 Gambar 4.3 Diagram Perbandingan Ukuran Partikel Niosom F1, F2 dan F3 Berdasarkan hasil pengukuran, ketiga formula niosom yang dihasilkan tergolong berukuran nanopartikel karena berukuran dibawah 1000 nm Mohanraj Chen, 2006. Adapun ukuran partikel ketiga formula niosom yang dihasilkan untuk F1, F2, dan F3 adalah 207,55 nm; 168,80 nm; dan 150,72 nm. Penurunan 207.55 168.8 150.72 50 100 150 200 250 F1 F2 F3 Uk ura n P a rt ik el nm Formula Niosom

Dokumen yang terkait

Variasi Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang Mikro terhadap Kualitas Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L)

3 69 64

Pengaruh Variasi Konsentrasi Surfaktan pada Ukuran Partikel dan Efisiensi Penjerapan Niosom yang Mengandung Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Nangka (Artocarpus Heterophyllus)

11 34 69

SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis), NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus Altilis), Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Dan Kluwih (Artocarpus Camansi) Terhadap Sel Kanker Pa

0 3 13

SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis), NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN KLUWIH (Artocarpus camansi) Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus Altilis), Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Dan Kluwih (Artocarpus Cam

0 8 15

SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis), NANGKA (Artocarpus heterophyllus), DAN KLUWIH (Artocarpus camansi) Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus altilis), Nangka (Artocarpus heterophyllus), dan Kluwih (Artocarpus c

0 3 16

SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis), NANGKA (Artocarpus heterophyllus), DAN Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus altilis), Nangka (Artocarpus heterophyllus), dan Kluwih (Artocarpus camansi) Terhadap Sel Kanker

0 3 14

Variasi Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang Mikro terhadap Kualitas Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L)

0 1 10

Variasi Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang Mikro terhadap Kualitas Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L)

0 0 12

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BATANG NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lamk.) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI CEREBRUM MENCIT YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii

0 0 77

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK KULIT BATANG NANGKA (Artocarpus heterophyllus Lmk.) TERHADAP LAMA HIDUP MENCIT (Mus musculus) YANG DIINFEKSI Toxoplasma gondii

0 1 80