Universitas Sumatera Utara
Informan III menyatakan bahwa definisi dasar dari pluralisme yakni ‘plural’ yang berarti jamak atau banyak dan ‘isme’ yang berarti paham. Dengan
kata lain pluralisme diartikan sebagai berbagai macam paham. Namun ia lebih senang mendefinisikan sendiri apa itu pluralisme. Menurutnya pluralisme adalah
anugerah indah yang tuhan berikan kepada manusia. Bukan momok yang harus ditakuti, tapi menjadi hal yang patut disyukuri. Informan III juga menganggap
bahwa menciptakan manusia berbeda-beda adalah otoritas tuhan dan tuhan pasti punya rencana di balik itu semua. Dan pluralisme adalah kunci utama untuk
mewujudkan kehidupan yang damai dalam nuansa perbedaan. Hal senada juga disampaikan oleh Informan IV. Ia terang-terangan
menyatakan dukungannya terhadap pluralisme. Ia mendefenisikan pluralisme sebagai paham yang memandang bahwa semua agama sama. Dalam
pandangannya, pluralisme penting untuk dipahami dan diimplementasikan oleh masyarakat. Tujuan pluralisme sendiri adalah agar dapat mengurangi sikap
fanatisme yang berlebihan dan memunculkan sikap saling menghormati satu sama lain.
Sementara itu, Informan V memaknai pluralisme sebagai keberagaman dan perbedaan. Ia justru berpendapat bahwa keberagaman dan perbedaan bisa
membuat orang-orang semakin akrab dan dekat. Menurutnya hal-hal yang beragam dan berbedalah yang menimbulkan rasa ingin tahu seseorang terhadap
orang lain. Karena kalau keseluruhannya sama pasti tidak akan menimbulkan minat untuk mengenal lebih jauh.
b. Implementasi Konsep Pluralisme di Indonesia
Fakta bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang plural adalah sesuatu yang tak terbantahkan. Itulah sebabnya mengapa konsep
pluralisme bukan lagi ‘barang asing’ bagi masyarakat Indonesia. Namun demikian, pluralisme ternyata bukan sesuatu yang mudah diterima. Khususnya di
negara-negara yang memiliki tingkat kolektifitas yang cukup tinggi seperti Indonesia. Dengan kata lain, fakta bahwa masyarakat atau suatu bangsa itu plural
tidak serta merta menjadikan orang yang hidup didalamnya memahami dan menerima pluralisme. Hal tersebut juga yang memberikan dampak terhadap
implementasi konsep pluralisme di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Informan I memandang konsep pluralisme di Indonesia merupakan alat politik yang efektif. Tidak jarang para petinggi negara menggunakan pluralisme
untuk mencitrakan diri agar dapat diterima di semua kalangan. Menurutnya penggunaan pluralisme sebagai alat politik, terinspirasi dari langkah-langkah yang
presiden ke-4 RI K.H. Abdurrahman Wahid pada masa pemerintahannya. Presiden yang akrab disapa Gusdur ini memberi pengakuan terhadap agama Kong
Hu Cu. Selain memberikan pengakuan, Gus Dur juga membebaskan masyarakat Kong Hu Cu yang notabene adalah keturunan Cina untuk menjalankan ibadah
agamanya secara terbuka dan merayakan hari keagamaan mereka. Selain itu, Informan I berpendapat bahwa hal yang paling kontroversial
dalam upaya penyebaran pluralisme oleh pemerintahan Gusdur adalah membuka hubungan politik dengan Israel yang menimbulkan kemarahan kelompok muslim
di Indonesia. Seperti yang diketahui, umat Islam Indonesia sangat antipati terhadap negara penjajah Palestina tersebut atas dasar solidaritas sesama muslim.
Setelah pemerintahan Gusdur berakhir, Informan I mengatakan pluralisme hanya muncul sesekali saat terjadi konflik antar agama atau suku.
Keempat informan lainnya memberi tanggapan serupa mengenai implementasi konsep pluralisme di Indonesia. Mereka menyatakan bahwa
implementasi pluralisme di indonesia masih berada pada level yang sangat rendah dan sebatas wacana. Hal itu terbukti dengan masih banyaknya konflik yang terjadi
serta minimnya dialog antar suku, etnis dan umat beragama. Informan III menambahkan bahwa rendahnya implementasi pluralisme di Indonesia juga
terbukti dengan adanya istilah ‘anak emas’ dalam masyarakat. ”Pluralisme yang kulihat di Indonesia itu cuma wacana aja.
Implementasinya kurang. Buktinya masih ada istilah anak emas di masyarakat, misalnya yang boleh jadi presiden itu cuma orang
Islam dan Jawa aja.”
c. Pluralisme dalam Film CinTa