Universitas Sumatera Utara
beserta karakter tersebut diciptakan hanya untuk memberi warna berbeda dalam film.
Sementara itu, Informan IV memiliki pandangan yang agak berlawanan dengan keempat informan sebelumnya. Ia beranggapan bahwa baik Annisa dan
Cina merupakan sosok yang memiliki pemahaman agama yang masih dangkal. Menurutnya kedua tokoh tersebut cenderung sekuler, karena begitu sering
mendebat eksistensi tuhan namun tidak berusaha untuk mencari tahu kebenaran. ”Aku justru ngeliat mereka itu cenderung sekuler yah. Apa yang
diomongin sama yang diperbuat itu agak bertentangan. Kalo mereka begitu sering mempertanyakan tuhan, kenapa nggak cari
tahu ? Annisa misalnya lihat dan baca Al Qur’an atau tanya sama ulama kek. Cina pun gitu baca alkitab atau tanya sama yang
paham dan lebih tahu. Jadi jangan jadi debat kusir juga.”
i. Pesan dalam Film CinTa
Sebagai media massa, film digunakan sebagai media yang merefleksikan realitas, atau bahkan membentuk realitas. Film tidak bebas nilai, karena di
dalamnya mengandung nilai dan ide-ide yang dianut oleh pembuatnya. Kekuatan dan kelebihan film adalah mampu menjangkau banyak segmen sosial. Karenanya
film selalu digunakan untuk mengkomunikasikan pesan dari pembuat film film maker kepada penonton audience. Dalam menanggapi pesan yang diperoleh
dari film CinTa, terdapat kesamaan pendapat dari kelima informan. Informan I : “Aku melihat bahwa film ini cuma pengen nunjukkin
‘this is the real of our lives’. Mau nggak mau, terima ato nggak, kita memang beda. Tapi film ini belum
sampai pada kesimpulan solusi untuk permasalahan yang diangkat. Mungkin karena Filmmaker-nya
belum berani untuk terang-terangan menunjukkan sikap, jadi cuma bisa menggambarkan fenomena.
Tapi memang hidup kita ini sebenarnya kayak drama. Jadi awalnya kita pikir cinta itu udah kayak
ramuan ajaib yang bisa nyatuin segalanya. Tapi pada akhirnya cinta harus ngalah sama perbedaan-
perbedaan yang disimbolkan dan dibangun sendiri sama manusia. Itulah kenyataannya.”
Informan II : “Menurutku filmmaker pengen ngasih tahu kalo nggak selamanya cinta beda agama itu buruk.
Buktinya ada testimoni dari beberapa orang yang udah ngejalaninya, dan mereka happy dengan
perbedaan itu. Intinya kita harus berpikiran terbuka
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
lah, jangan langsung ngejudge jelek sama suatu hal.”
Informan III : “Filmmaker mungkin mau ngasih gambaran ini loh
fenomena di masyarakat kita terkait dengan pluralisme. Bagaimana bergaul dan bersosial dalam
keberagaman. Nggak melulu bicara cinta, tapi ada juga tentang budaya dan agama. Intinya dia pengen
nyampein tentang perbedaan.”
Informan IV : “Pesan dari film ini mungkin nyuruh kita anak-anak muda, kaum intelektual muda, untuk mulai
mengambil tindakan dan langkah-langkah terkait kondisi yang terjadi sekarang ini. Kalo kita biarkan
setiap orang saling menyimpan curiga dan prasangka terhadap orang lain, Indonesia bahkan
dunia takkan pernah aman dan damai. Pasti yang namanya pertikaian dan konflik akan sering terjadi.
Jangan cuma bisanya protes, tapi ayok kita cari solusi. Dimulai dari kita generasi muda.”
Informan V : “Yang coba disampaikan pembuat film ini menurutku
pesan supaya kita sadar kalo Indonesia ini nggak cuma punya golongan tertentu aja. Punya semua
warga negara Indoensia, apapun suku, etnis dan agamanya. Selain itu mungkin kita disuruh pilih
cinta sama tuhan atau cinta sama manusia. Mana yang lebih kita prioritaskan ?”.
j. Tanggapan Mengenai Pernikahan Beda Agama