Definisi Pluralisme HASIL DAN PEMBAHASAN

Universitas Sumatera Utara agamanya. Nggak masalah beda, asal keduanya takut dan cinta sama tuhan. Cinta sama tuhan kan berarti kita cinta sama semua ciptaannya, termasuk orang yang beda agama. Daripada agamanya sama tapi nggak menjalankan ibadah dengan baik. Kan sama aja dengan bohong.” Sejak awal wawancara Informan I sudah menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pluralisme. Tidak mengherankan jika dia mengambil sikap serupa ketika ditanya mengenai pernikahan beda agama. Menurutnya agama adalah hal yang sangat esensial. Perbedaan agama tidak menjadi masalah jika ditempatkan dalam pergaulan, namun akan sulit diterapkan dalam pernikahan. Ia mengatakan bahwa tujuan pernikahan adalah menyamakan visi misi untuk membangun sebuah keluarga yang utuh dan bahagia. Hal itu akan sulit diwujudkan jika keluarga tersebut dibangun di atas dua fondasi yang berbeda. Informan V juga menyatakan anti terhadap pernikahan beda agama. Ia menyebut pernikahan beda agama adalah salah satu bentuk penghinaan terhadap agama itu sendiri dan merupakan dosa bagi orang yang melakukannya. Menurutnya, pernikahan beda agama jusru dapat memicu konflik dalam keluarga. ”Dalam agama udah jelas dilarang. Yah nggak mungkin dilanggar. Masa’ lantaran cinta sama manusia, kita jadi melanggar perintah Allah. Kalo kita lakuin sama aja kita menghina agama kita sendiri. Sama aja dengan murtad. Lagian pernikahan agama ini justru mendatangkan konflik. Pertama sama keluarga besar kita yang nggak menyetujui, sama lingkungan, belum lagi konflik dalam keluarga itu tentang agama yang akan dianut anaknya.”

4.1.3.2 Pengetahuan Seputar Pluralisme

Dari hasil wawancara peneliti dengan kelima informan, ditemukan hasil bahwa kelimanya telah mengenal istilah pluralisme sebelum menonton film CinTa. Namun masing-masing informan mengaku mendapat wawasan baru seputar sisi lain dari pluralisme yang menjadi pembelajaran penting tentang realitas kehidupan.

a. Definisi Pluralisme

Seperti yang peneliti tuliskan sebelumnya dalam Konteks Masalah, terdapat perbedaan pemahaman tentang definisi dari pluralisme. Para tokoh diskursus teologi agama-agama seperti John Hick dan Paul F. Knitter serta tokoh Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Jaringan Islam Liberal seperti Ulil Abshar Abdalla mendefinisikan pluralisme sebagai paham yang menganggap semua agama benar. Sedangkan Majelis Ulama Indonesia MUI dan beberapa ormas Islam seperti Majelis Mujahidin Indonesia MMI, Hizb al-Tahrir Indonesia HTI dan Front Pembela Islam FPI, mengartikan pluralisme sebagai paham yang akan mereduksi nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan penganut suatu agama serta berpotensi mengubah aspek-aspek baku dari suatu ajaran dengan mencampurkan aspek dari ajaran lain. Perbedaan pemaknaan definisi pluralisme ini juga terjadi pada kelima informan. Informan I terang-terangan mengakui ketidaksetujuannya terhadap pluralisme. Dalam pandangannya pluralisme cenderung diartikan sebagai ‘penyamarataan’. Ia menganalogikan pluralisme sebagai satu bejana yang di dalamnya dikumpulkan semua jenis perbedaan kemudian ‘digodok’ menjadi satu. Sehingga masing-masing perbedaan tersebut kehilangan identitasnya. Padahal menurutnya perbedaan itu adalah esensi kehidupan manusia dan tidak bisa dipaksakan untuk menjadi sama. Informan I menambahkan bahwa pluralisme berupaya untuk menyatukan semua perbedaan menjadi satu bentuk baru Ia sendiri lebih memilih menggunakan istilah pluralitas untuk mewacanakan keberagaman dan perbedaan. ”Ibaratkan susu, kopi dan krim yang dicampur jadi satu menghasilkan jenis minuman baru. Apalah namanya. Di situ identitas susu sebagai susu, kopi sebagai kopi dan krim sebagai krim akan hilang. Karena ketiganya udah melebur jadi satu dan nggak bisa diurai kembali. Aku justru lebih memilih pake istilah pluralitas. Dalam artian kita tetap memiliki perbedaan antara satu sama lain, tapi menghargai perbedaan yang kita punya dan sepakat untuk hidup berdampingan.” Informan II mengartikan pluralisme sebagai paham yang mengajarkan dan menyadarkan manusia bahwa mereka terlahir dengan perbedaan dan keragaman. Namun ia menolak jika melaui pluralisme, manusia diminta untuk menyatukan perbedaan-perbedaan tersebut. Menurutnya menyatukan perbedaan bukanlah solusi yang tepat, malah akan semakin menambah ketegangan antar golongan karena tidak ada yang akan mau mengalah. Manusia cukup menghargai setiap perbedaan yang ada dan menjalankan apa yang ia yakini sebaik mungkin tanpa merugikan orang lain di sekitarnya Universitas Sumatera Utara Universitas Sumatera Utara Informan III menyatakan bahwa definisi dasar dari pluralisme yakni ‘plural’ yang berarti jamak atau banyak dan ‘isme’ yang berarti paham. Dengan kata lain pluralisme diartikan sebagai berbagai macam paham. Namun ia lebih senang mendefinisikan sendiri apa itu pluralisme. Menurutnya pluralisme adalah anugerah indah yang tuhan berikan kepada manusia. Bukan momok yang harus ditakuti, tapi menjadi hal yang patut disyukuri. Informan III juga menganggap bahwa menciptakan manusia berbeda-beda adalah otoritas tuhan dan tuhan pasti punya rencana di balik itu semua. Dan pluralisme adalah kunci utama untuk mewujudkan kehidupan yang damai dalam nuansa perbedaan. Hal senada juga disampaikan oleh Informan IV. Ia terang-terangan menyatakan dukungannya terhadap pluralisme. Ia mendefenisikan pluralisme sebagai paham yang memandang bahwa semua agama sama. Dalam pandangannya, pluralisme penting untuk dipahami dan diimplementasikan oleh masyarakat. Tujuan pluralisme sendiri adalah agar dapat mengurangi sikap fanatisme yang berlebihan dan memunculkan sikap saling menghormati satu sama lain. Sementara itu, Informan V memaknai pluralisme sebagai keberagaman dan perbedaan. Ia justru berpendapat bahwa keberagaman dan perbedaan bisa membuat orang-orang semakin akrab dan dekat. Menurutnya hal-hal yang beragam dan berbedalah yang menimbulkan rasa ingin tahu seseorang terhadap orang lain. Karena kalau keseluruhannya sama pasti tidak akan menimbulkan minat untuk mengenal lebih jauh.

b. Implementasi Konsep Pluralisme di Indonesia