Pembahasan .1 Posisi Penonton HASIL DAN PEMBAHASAN
Universitas Sumatera Utara
Lain halnya Informan V yang sempat mengalami ‘culture shock’ saat datang ke kota Medan untuk melanjutkan kuliah. Ia lahir dan dibesarkan di
lingkungan yang sangat homogen, dimana semua teman, guru, bahkan tetangganya berdarah Minang dan beragama Islam. Setibanya di kota Medan yang
sangat heterogen, ia mau tidak mau harus menyesuaikan diri dengan semua perbedaan yang ada. Ditambah lagi dia harus menghadapi beberapa stereotipe
negatif dari teman-temannya terhadap suku Minang. Ia mengaku mengalami kesulitan di masa awal perkuliahan, namun sekarang ia sudah terbiasa dan
memiliki banyak teman yang terdiri dari bermacam-macam suku, agama dan etnis.
4.2 Pembahasan 4.2.1 Posisi Penonton
Perbedaan pemaknaan muncul karena perbedaan posisi sosial dan atau pengalaman budaya antara penonton dan produsen media. Stuart Hall
mengkategorikan perbedaan tersebut ke dalam 3 tipe pemaknaan audience sebagai berikut:
1.
Dominant-Hegemonic Position, yaitu pemaknaan audience yang lebih
mendekati makna sebenarnya seperti yang ditawarkan oleh media. Audience dominan atas teks, secara hipotesis akan terjadi jika baik
pembuat ataupun audience memiliki ideologi yang sama sehingga menyebabkan tidak adanya perbedaan pandangan antara keduanya.
Seterusnya nilai yang dibawa oleh pembuat teks bukan hanya disetujui oleh audience, lebih jauh dinikmati dan dikonsumsi oleh audience. Pada
posisi ini tidak ada perlawanan dari audience karena mereka memaknai teks sesuai dengan yang ditawarkan pembuat.
Menurut peneliti, tidak ada informan yang dapat digolongkan dalam kategori ini. Hal ini dikarenakan kelima informan berusaha memberikan
pemaknaan terhadap teks dalam film CinTa sesuai dengan ideologi yang tertanam pada dirinya sebelum menonton. Kelimanya berusaha bersikap
kritis dalam mengkonsumsi teks media dengan menyampaikan beberapa argumen terkait judul, tema, dialog, adegan, penokohan, pesan dan unsur-
unsur sinematografis lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
2.
Negotiated Position, yaitu pemaknaan oleh audience yang mengerti
makna yang diinginkan produsen tetapi mereka membuat adaptasi dan aturan sesuai dengan konteks dimana mereka berada. Audience bisa
menolak bagian yang dikemukakan, di pihak lain akan menerima bagian yang lain.
Dalam kategori Negotiated Position ini, peneliti memilih Informan II, III, IV dan V. Dari hasil wawancara, ditemukan bahwa terdapat beberapa
bagian film yang disukai dan disetujui oleh ketiga informan ini. Namun di sisi lain, terdapat pula bagian-bagian yang oleh ketiganya dianggap
bertentangan dengan apa yang mereka pahami.
Informan II menyukai pandangan filmmaker yang disampaikan melalui
film. Tidak hanya menyukai dari segi sinematografi saja, Informan II juga memaknai dialog, adegan dan pesan dari film CinTa secara positif.
Walau merasa kurang puas dengan akhir cerita yang sad ending, tidak membuat infoman II mengubah penilaiannya. Hal ini terbukti dengan
dukungannya terhadapa pluralisme dan pernikahan beda agama. Namun ia menolak jika melalui pluralisme, manusia diminta untuk menyatukan
perbedaan-perbedaan yang ada. Menurutnya menyatukan perbedaan bukanlah solusi yang tepat, malah akan semakin menambah ketegangan
antar golongan karena tidak ada yang mau mengalah. Informan III
mengungkapkan bahwa ia kurang puas dengan akhir cerita yang terkesan menggantung. Ia mengkritisi beberapa dialog yang
dianggapnya terlalu vulgar karena merendahkan dan menjadikan tuhan sebagai pihak yang bersalah. Namun di sisi lain ia menyukai ide-ide yang
ditawarkan dalam film ini untuk lebih menerima dan menghargai perbedaan. Menurutnya pluralisme merupakan paham yang dapat
membawa kedamaian bagi masyarakat dalam lingkungan yang majemuk. Ia juga menanggapi pernikahan beda agama secara positif. Dalam
pandangannya perbedaan agama bukan penghalang, karena yang terpenting dalam pernikahan adalah baik suami maupun istri “satu iman”
dan menjalankan perintah tuhan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Senada dengan Informan III, Informan IV juga menyetujui paham
pluralisme dan pernikahan beda agama. Menurutnya pluralisme wajib diimplementasikan dalam masyarakat agar dapat mengurangi sikap
fanatisme yang berlebihan dan memunculkan sikap saling menghormati satu sama lain sehingga terhindar dari konflik. Ia mengatakan bahwa
setiap agama mengajarkan penganutnya untuk mencintai semua ciptaan tuhan, termasuk yang berbeda keyakinan. Hal ini menunjukkan bahwa
menikah beda agama tidak menjadi larangan. Namun ia juga menyampaikan beberapa kritik berkaitan dengan isi film. Ia mengatakan
bahwa film CinTa sekedar menampilkan gambaran yang terjadi di masyarakat dan tidak memberikan solusi. Selain itu, terdapat beberapa
adegan dalam film yang berupaya menampilkan ritual dan ikon-ikon Kekristenan namun menurutnya tidak dilakukan secara utuh dan tidak
sesuai dengan kitab suci.
Sedangkan Informan V menyukai keseluruhan film tersebut. Ia juga
menanggapi pluralisme secara positif. Dalam pandangannya pluralisme adalah keberagaman dan perbedaan. Ia menganggap bahwa keberagaman
dan perbedaan dapat membuat orang-orang semakin akrab dan dekat. Namun ketika kasus cinta beda agama diadaptasi ke kehidupan nyata, ia
menolak dengan keras karena dianggap tidak sesuai dengan ajaran agama yang ia yakini.
3.
Oppositional Position, yaitu pemaknaan audience yang mengerti makna
yang diinginkan oleh produsen, tetapi mereka menolak makna tersebut serta berusaha untuk tidak menerimanya secara mentah-mentah. Pada
posisi ini, ideologi audience berlawanan dengan pembuat teks. Audience oposisi umumnya ditandai dengan rasa ketidaksukaan dan
ketidakcocokkan terhadap teks wacana yang dikonsumsi.
Informan I sangat menyukai ide filmmaker dengan mengangkat fenomena
perbedaan yang terjadi di masyarakat. Ia juga sangat kagum dengan dialog-dialog cerdas serta adegan-adegan romantis yang ditampilkan oleh
kedua tokoh. Terlepas dari itu, ia secara jelas mengakui bahwa dirinya tidak setuju dengan konsep pluralisme. Ia melihat pluralisme cenderung
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
diartikan sebagai ‘penyamarataan’. Sehingga masing-masing perbedaan tersebut kehilangan identitasnya. Padahal menurutnya perbedaan itu adalah
esensi kehidupan manusia dan tidak bisa dipaksakan untuk menjadi sama. Ketidaksetujuan juga muncul ketika ditanya tentang tanggapannya
terhadap pernikahan beda agama. Menurutnya perbedaan agama tidak menjadi masalah jika ditempatkan dalam pergaulan, namun akan sulit
diterapkan dalam pernikahan.
Universitas Sumatera Utara
79
Universitas Sumatera Utara