Universitas Sumatera Utara
pandang si Sammaria tentang perbedaan. Mungkin gitu dia ngelihat dan menyikapi perbedaan. Tapi kalo menurutku
perbedaan nggak perlu dikonfrontasikan kayak gitu. Tuhan nyiptain kita beda-beda pasti ada alasannya. Kita manusia ini
yang disuruh berpikir gimana caranya menjembatani perbedaan. Bukan malah nyalahin tuhan. Nggak ditakdirkan bersama bukan
berarti tuhan sutradara basi. Menurutku unity is not uniform. Kesatuan kan nggak harus selalu sama. Jadi kita hanya perlu
menerimanya aja. Karena memang itulah kenyataannya. Kita beda. Nggak usahkan satu indonesia, manusia satu sama manusia lain
pun pasti punya perbedaan.”
Informan IV memaknai dialog-dialog antar tokoh dalam film tersebut sebagai proses mencari jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan
sendiri. Menurutnya dialog-dialog tersebut gambaran kebingungan masyarakat kebanyakan tentang bagaimana menempatkan posisi tuhan dalam kondisi
kehidupan yang beragam dan penuh perbedaan. ”Menurutku dialognya itu gambaran kalo mereka sendiri belum
paham dan mengerti tentang gimana harusnya menyikapi perbedaan. Makanya setiap dialog itu jadi kayak perdebatan
antara Cina dan Annisa. Dalam debatnya itu mereka coba mencari jalan tengah. Tapi yang paling terlihat dari dialog itu, mereka
sebenarnya masih bingung dan dilema antara cinta atau tuhan.”
Sedangkan Informan II dan V menganggap dialog dalam film CinTa sangat filosofis. Mereka sependapat bahwa terdapat penggunaan kalimat-kalimat
yang cukup berani. Namun mereka berasumsi penggunaan kalimat tersebut bertujuan untuk membuat film semakin menarik.
g. Adegan dalam Film CinTa
Selain dialog, elemen lain dalam film yang juga sangat penting untuk diperhatikan adalah adegan. Melalui adegan, ketepatan dan kejelasan pesan dari
sebuah film dapat disampaikan secara lebih detail. Yang membedakan film dengan hasil seni lainnya adalah perpaduan audio dan juga visual. Film tidak
sekedar menyuguhkan cerita melalui dialog, tetapi juga menampilkan gerak melalui adegan para tokohnya.
Sama halnya dengan dialog, adegan juga menyimpan nilai atau pesan yang ingin disampaikan filmmaker kepada penonton. Berbagai macam pendapat
diberikan oleh kelima informan saat ditanya mengenai tanggapan mereka terhadap adegan dalam film CinTa. Informan I menganggap sebagian besar adegan dalam
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
film tersebut sangat romantis. Menurutnya romantisme diantara kedua tokoh tersebut bisa muncul di waktu dan tempat yang sebenarnya jauh dari kata
romantis. Informan I juga berpendapat bahwa kisah cinta yang dibangun di atas perbedaan seperti Cina dan Annisa, terlihat jauh lebih indah. Namun ia juga
mendapati beberapa adegan yang dianggapnya tidak jelas maksud dan tujuannya. ”Selain dialog yang cerdas, adegan yang manis dan romantis jadi
kunci kesuksesan film ini. Adegan yang menurutku yang secara bersamaan menampilkan nilai pluralisme dan cinta, pas adegan
Annisa harus ngambil air wudhu lagi gara-gara dipegang sama Cina. Ditunjukkin di situ kalo Cina bingung kenapa Annisa balik
lagi. Terus yang adegan yang ditampilin Annisa ngambil wudhu lagi sambil diliatin sama Cina yang takjub sama kecantikan
Annisa. Menurutku adegan ini oke banget. Yang mau diliatin bukan cara wudhu yang benar. Tapi gimana seseorang bisa jatuh cinta di
saat melakukan aktivitas-aktivitas kecil, bahkan di saat orang yang disukainya sedang berusaha beribadah pada tuhannya. Adegan ini
tanpa dialog, seakan menunjukkan jatuh cinta tanpa tahu kenapa dan tanpa banyak bicara. Satu hal lagi yang penting diperhatikan
bahwa kedua tokoh tidak pernah saling mengucapkan cinta. Adegan-adegan yang mereka lakukanlah yang membuat penonton
tahu kalau mereka saling mencintai. Tapi ada hal yang membuat aku nggak suka dan bingung. Di tengah-tengah film disisipin
testimoni dari beberapa pasangan yang beda agama. Sedangkan ujung ceritanya kedua tokoh utama nggak disatuin.
Membingungkan dan jadi nggak ngerti apa maksudnya disisipin adegan itu”
Informan II, III, dan V memiliki pandangan yang sama mengenai adegan dalam film CinTa. Mereka berpendapat bahwa sesuai dengan tema yang
diusung, film ini berusaha menampilkan adegan-adegan yang mencerminkan kerukunan dalam perbedaan. Ketiga informan ini menganggap pesan bernuansa
pluralisme yang disisipkan dalam adegan film tersebut sangat natural dan tidak dipaksakan. Seperti yang disampaikan oleh Informan V sebagai berikut.
”Adegan-adegan dalam film ini semuanya kayak nunjukkin ke kita kalo ternyata berbeda bukan berarti kita nggak bisa rukun dalam
ngejalanin aktivitas kita masing-masing. Aku suka adegan-adegan film CinTa ini yang istilahnya itu nggak muluk-muluk.
Nunjukkinnya pluralismenya nggak se-ekstrem di film Tanda Tanya gitu. Di situ kan kesannya dipaksain kali. Sedangkan di film ini
benar-benar natural dan simpel tapi tetap dalem makna. Kayak misalnya saling sambung do’a pas makan. Trus bikin ketupat sama
hias pohon natal. Pas Annisa sholat ditungguin sama si Cina, pas Cina ke gereja ditungguin juga sama Annisa di kosannya. Yah
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
kurang lebih gitulah. Maksudnya adegannya sederhana tapi maknanya juga dapet.”
Berbeda dengan keempat informan lainnya, Informan IV memiliki anggapan bahwa banyak adegan dalam film ini yang tidak mencerminkan secara
utuh nilai-nilai keagamaan bahkan terkesan sekuler. Ia malah berasumsi bahwa filmmaker sendiri kurang informasi tentang agama dan suku yang ingin
ditampilkan dalam film tersebut. ”Yang aku tangkap dari beberapa adegan justru terkesan
menampilkan sekulerisme. Mereka ngomongin tuhan sampe yang segitu hebatnya, tapi kenyataannya ibadah orang itu sendiri jauh
dari kata bagus. Aku kurang taulah ya kalo gimana muslim coba ditampilin di situ, tapi yang kulihat banyak ikon ikon kekristenan
dalam film itu kayak hias pohon natal sama soal nyanyi-nyanyi, itu sebenarnya nggak sesuai kitab suci. Terus adegan pas Cina narok
alkitab di mangkok pengemis. Itu sebenarnya mau nunjukkin apa coba ? Nggak jelas. Yang ditunjukkin di situ ritual ibadahnya serba
gantung menurutku. Terus adegan tentang suku sikit kali, malah hampir ga ada. Yang ada palingan dialog tentang nama sama ada
gambar wayang-wayang doang. Kurasa filmmaker-nya juga kurang informasi atau gimana gitu.”
h. Penokohan dalam Film CinTa