Jumlah jiwa yang terdapat di desa ini kurang lebih 2.402 orang dengan jumlah keluarga sekitar 480 – 500 KK. Di Dusun Habinsaran sebagai tempat
penelitian dan tempat tinggal informan terdapat sekitar 43 KK. Ada 2 bentuk bahasa yang umum digunakan di desa ini yaitu Bahasa
Batak Toba dan Bahasa Indonesia. Dalam percakapan sehari-hari bahasa yang digunakan adalah Bahasa Batak Toba. Mereka juga menggunakannya dalam
mengadakan transaksi di pasar, di tempat peribadatan dan dalam berbagai kegiatan desa. Sedangkan Bahasa Indonesia digunakan dalam kegiatan
Administrasi Pemerintahan, juga dalam proses belajar mengajar di sekolah walaupun kadang menggunakan pengantar Bahasa Batak Toba.
2.4. Mata Pencaharian
Dengan kondisi alam yang berada pada wilayah pegunungan, penduduk yang mendiami wilayah desa Lobu Singkam mayoritas sebagai petani.
Berdasarkan data statistik bahwa mata pencaharian penduduk Desa Lobu Singkam adalah 95 sebagai petani dan sisanya sebagai wiraswata atau pekerjaan lain di
bidang akademis dan pemerintahan seperti PNS pemerintahan 1 orang, Guru PNS, Guru Honor 27 orang dan Bidan 4 orang.
Penduduk di desa Lobu Singkam biasanya membuka lahan dekat dengan tempat mereka tinggal. Hasil pertanian yang dihasilkan adalah padi, Palawija
Jagung, Ketela, Kacang Tanah, sayur-sayuran seperti tomat, cabe, bawang, kentang dan yang lainnya. Disamping itu terdapat juga beberapa hasil dari
perkebunan seperti kopi. Kopi merupakan salah satu hasil bumi yang terbesar di
Universitas Sumatera Utara
desa ini. Sedangkan hasil peternakan diantaranya adalah itik, ayam, kerbau, dan babi. Di beberapa tempat terdapat juga perikanan yaitu berupa tambak atau kolam
ikan. Hasil dari pertanian dan peternakan ini mereka jual pada hari pekan ke pasar di Tarutung. Karena sarana transportasi yang tidak memadai dan kondisi jalan
yang kurang baik maka distribusi hasil pertanian mereka tidak lancar ke luar daerah sehingga harus menunggu hari pekan yang hadir setiap hari.
2.5. Sistem Kekerabatan
Sebagai wilayah yang mayoritas Suku Batak Toba maka sistem kekerabatan ataupun tata cara kehidupan sosial masyarakat yang tinggal di desa
Lobu Singkam tercermin dalam sebuah konsep budaya yang disebut dengan Dalihan Na Tolu. Dalam setiap aktivitas, kekerabatan dan adat istiadat di desa ini
diatur oleh tiga konsep yaitu hula-hula pihak keluarga pemberi istri; anak boru pihak keluarga penerima istri; dan dongan tubu sesama saudara lelaki dari
induk marga yang sama. Ketiga konsep ini tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Ketiga hal ini mempunyai prestise dan tingkatan yang berbeda. Hula-hula berada
pada status tertinggi baik secara sosial maupun dalam konteks spritual atau adat. Ketiga konsep ini juga terungkap dalam sebuah pepatah Batak Toba yang
menyatakan somba marhula-hula, elek marboru, manat mardongan tubu. Artinya setiap orang harus sopan dan hormat terhadap hula-hula, memberikan perhatian
terhadap anak boru, serta harus menjaga hubungan yang baik dengan dongan tubu. Disamping itu, masyarakat yang tinggal di desa Lobu Singkam sangat
menjunjung tinggi hubungan antara kelompok sosial yang satu dengan kelompok
Universitas Sumatera Utara
sosial lainnya berdasarkan turunan marga. Ketika seseorang baru bertemu dengan yang lain, biasanya masing-masing individu akan menyebutkan marganya terlebih
dahulu dan kemudian mencari posisi marganya tersebut dalam keluarga atau turunan marganya. Kemudian hal ini akan memunculkan posisi baru bagi setiap
individu tersebut dalam konteks adat sesuai dengan konsep dalihan na tolu. Beberapa marga yang mayoritas menempati desa ini adalah marga
Sipahutar, Hutagalung, Simanungkalit dan Manalu dan beberapa marga lain. Di Dusun Habinsaran marga yang menempati daerah tersebut adalah marga
Sipahutar, dan tidak ada marga lain yang menempati dusun ini.
2.6. Sistem Kepercayaan