Sejarah Grup Musik Keroncong di Desa Lobu Singkam

Alat musik yang sering digunakan oleh grup musik Keroncong pada saat itu adalah Gitar long neck lute, Ukulele Cuk short neck lute yang berdawai 3, Ukulele Cak short neck lute yang berdawai 4, Flute aerophones side blow, Biola bowed chordophones, Cello bowed chordophones dan Kontra Bass long neck lute. Setiap alat musik mempunyai fungsi yang berbeda-beda. Ukulele dan Kontra Bass berfungsi untuk menjaga irama, gitar dan Celo mengatur peralihan akord. Biola berfungsi sebagai penuntun melodi, sekaligus hiasanornamen, sedangkan Flute mengisi melodi hiasan, yang melayang-layang mengisi ruang melodi yang kosong 16 . Bentuk grup musik Keroncong yang sejak dulu hingga saat ini adalah Keroncong yang disertai dengan penyanyi dan Keroncong yang hanya menggunakan instrumen saja.

3.2. Sejarah Grup Musik Keroncong di Desa Lobu Singkam

Tidak ada yang mengetahui secara pasti asal usul masuknya musik Keroncong ke desa Lobu Singkam. Desa Lobu Singkam merupakan sebuah daerah yang berada di sekitar pegunungan Bukit Barisan yang melintang melalui Kabupaten Tapanuli Utara. Desa ini merupakan daerah yang dihuni oleh Suku Batak Toba. Dilihat dari kehidupan sehari-hari masyarakatnya tidak tampak bahwa didaerah ini pernah muncul dan berkembang grup musik Keroncong. Masyarakat desa Lobu Singkam sangat menjungjung tinggi adat istiadat Batak Toba yang dituangkan dalam falsafah Dalihan Na Tolu. Dalam setiap kegiatan sehari-hari baik seperti pesta perkawinan, upacara kematian, pesta gereja, 16 http:id.wikipedia.orgwikiKeroncong Universitas Sumatera Utara ibadah, kegiatan pemerintahan, transaksi ekonomi serta dalam lingkup kekerabatan, mereka selalu menjaga sopan santun dan adat istiadat. Sama halnya dalam bidang kesenian mereka sangat mengenal baik kesenian Batak Toba seperti Gondang Sabangunan, Uning-uningan dan Opera 17 . Sangat jarang ditemui pesta adat yang tidak diiringi oleh Gondang. Sekitar tahun 1950 an di desa ini Opera pernah menjadi hiburan yang sangat ditunggu-tunggu. Setiap ada pertunjukan Opera selalu dihadiri masyarakat yang datang untuk menonton. Pemain opera akan diberi imbalan seperti beras atau uang sebagai bayaran 18 . Dengan mata pencaharian mayoritas bertani, pada siang hari desa ini tampak lengang karena kebanyakan masyarakat pergi ke sawah dan anak-anak bersekolah. Menjelang sore hingga malam beberapa kedai terlihat mulai ramai dikunjungi oleh kaum bapak dan anak muda untuk saling bercengkrama. Pada saat mereka berkumpul seperti ini, biasanya ada beberapa orang yang duduk sambil bernyanyi memainkan gitar dan ada juga yang memakai sebuah gitar kecil sejenis Ukulele yang mereka sebut dengan Karoccong. Menurut beberapa orang di desa Lobu Singkam bahwa Karoccong itu adalah alat musik Batak Toba yang dulunya dipakai dalam sebuah grup musik di gereja yang hingga saat ini mereka tidak tahu apa nama dan bentuk grup musik tersebut. Berbicara mengenai kapan dan dari mana asal masuknya musik Karoccong di Desa Lobu Singkam, penulis mencoba mencari informan ataupun referensi yang bisa menjelaskan pertanyaan tersebut. Beberapa wawancara yang penulis 17 Gondang Sabangunan dan Uning-uningan adalah salah satu bentuk kesenian musik Batak Toba berupa grup musik instrumental. Opera adalah salah satu bentuk seni teater rakyat yang terdapat pada Suku Batak Toba 18 Menurut penuturan Ompu Oknes Sipahutar dan Ama Sensus Simatupang pada tanggal 7 Juni 2008 ditempat yang berbeda. Universitas Sumatera Utara lakukan dengan informan di desa tersebut, tidak mendapatkan informasi yang jelas dan mendetail. Akan tetapi berdasarkan wawancara tersebut, penulis bisa memperoleh sedikit informasi bagaimana dulunya grup musik ini bisa masuk dan berkembang di desa Lobu Singkam. Tahun 1960-an adalah masa musik Keroncong mencapai puncak keemasan di Indonesia. Pada masa itu Keroncong menyebar keseluruh penjuru tanah air bahkan hingga ke Malaysia 19 . Daerah-daerah yang terbuka dengan segala perubahan mulai mengadopsi musik Keroncong sebagai bahagian dari kebudayaan mereka. Setiap daerah yang telah mengadopsi musik Keroncong mulai menunjukkan ciri khas masing-masing, dimana musik Keroncong yang mereka bawakan menjadi lebih variatif akibat adanya pembauran unsur kesenian dan unsur kebudayaan. Menurut Ama Sensus Simatupang 20 bahwa sekitar tahun 1960-an grup musik ini muncul di Gereja HKBP Lobu Singkam. Grup musik ini dibawa oleh Zending 21 yang dulunya melayani jemaat di Gereja HKBP di Desa Lobu Singkam. Para Zending inilah yang mengajari mereka cara untuk bermain musik. Alat musik yang mereka pakai dulu adalah Karoccong Ukulele, Mandolin chordophones, Gitar chordophones, Heser atau Marakas idiophones, Tambo membaranophones dan String Bass atau Kontra Bass chordophones. Para pemainnya adalah anak-anak muda Gereja yang disebut dengan Naposo Bulung. 19 http:id.wikipedia.orgwikiKeroncong 20 Ama Sensus Simatupang merupakan seorang pemain Mandolin dalam grup Naposo Bulung di Gereja HKBP Lobu Singkam pada tahun 1970-an 21 Zending adalah Pendeta atau Pelayan Gereja yang berasal dari Eropa untuk menyebarkan agama Kristen. Universitas Sumatera Utara Sama halnya seperti di Kampung Tugu, grup ini biasanya memainkan musik Karoccong pada waktu Pesta Gereja seperti Pesta Gotilon Pesta Panen, Pesta Natal dan Malam Tahun Baru. Mereka akan berjalan dari satu rumah ke rumah lain membawakan lagu-lagu Natal dan lagu Tahun Baru. Setiap mereka selesai memainkan musiknya, mereka akan dijamu oleh pemilik rumah ataupun diberikan makanan sebagai ucapan terimakasih atas kedatangan mereka. Seorang pemuda akan berperan sebagai pemimpin grup musik tersebut. Dialah yang akan memberikan kata sambutan terhadap setiap rumah yang mereka datangi. Orang inilah yang disebut dengan Parhata 22 . Seorang Parhata harus pandai berbicara layaknya seorang pemimpin adat, karena dia harus menggunakan tutur bahasa yang baik dan sopan agar disambut dengan baik.. Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Ompung Oknes Sipahutar yang berada di Dusun Habinsaran. Beliau menyebutkan bahwa dulu banyak anak-anak muda Gereja setempat yang pergi belajar ke daerah lain di luar kabupaten Tapanuli Utara, disana mereka banyak mengenal kebudayaan diluar kebudayaan Batak Toba termasuk dalam hal bermain musik. Setelah selesai sekolah, mereka kembali ke desa Lobu Singkam dan memperkenalkan musik tersebut kepada masyarakat di Lobu Singkam. Karena didukung oleh Gereja dan masyarakat setempat akhirnya grup musik tersebut mulai berkembang hingga pernah muncul 4 grup musik di Desa Lobu Singkam. 22 Parhata dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai Pembicara, atau dalam istilah umum disebut sebagai MC Master Ceremony. Seorang Parhata berperan penting dalam grup musik ini karena dia harus pandai berbicara agar pemilik rumah yang mereka jumpai merasa senang dan memberikan sambutan yang baik Universitas Sumatera Utara Namun lambat laun grup-grup musik Keroncong ini mulai hilang karena perkembangan teknologi yang masuk ke daerah Lobu Singkam. Masuknya peralatan elektronik seperti radio dan kaset menjadi salah satu alasan mengapa musik tersebut tidak lagi diminati. Para pemuda gereja tidak lagi berminat untuk belajar memainkan musik tersebut dan orang-orang yang terlibat pada grup-grup musik tersebut mulai malas untuk bermain karena tidak banyak orang yang mau mendengarkan mereka. Dari keempat grup musik tersebut hingga saat ini hanya satu grup musik saja yang bertahan yaitu Grup Musik Nunut yang terdapat di dusun Habinsaran. Grup Musik Nunut saat ini dipimpin oleh Ompung Oknes Sipahutar yang merupakan generasi ketiga pemain grup musik tersebut. Grup musik ini bisa bertahan karena para pemain Grup Musik Nunut adalah keluarga besar Ompung Oknes Sipahutar, dan alat musik yang mereka gunakan selalu disimpan di sebuah rumah dan hanya mereka saja yang bisa memainkannya.

3.3. Sejarah Grup Musik Nunut