Skrining Fitokimia Landasan Teori

3. Tahapan terminasi, merupakan proses terjadinya reaksi radikal bebas dengan radikal bebas lain atau antara radikal bebas dengan penangkap radikal. Reaksi ini mengubah radikal bebas menjadi radikal bebas stabil dan tidak reaktif yang menyebabkan propagasinya rendah sehingga tidak ada radikal bebas baru yang terbentuk dalam tahapan ini dan rantai menjadi putus. Radikal bebas diduga merupakan penyebab kerusakan sel yang mendasari timbulnya berbagai macam penyakit, seperti kanker, jantung koroner, rematik artritis, penyakit respiratorik, katarak, penyakit hati, serta berperan utama pada proses penuaan dini. Radikal bebas terbentuk dalam tubuh sebagai produk samping proses metabolisme, selain itu juga dapat berasal dari luar tubuh yang terserap melalui pernafasan atau kulit Bast, Haenen, and Doelman, 1991. Proses penangkapan radikal bebas ini melalui mekanisme pengambilan atom hidrogen dari senyawa antioksidan oleh radikal bebas sehingga radikal bebas menangkap satu elektron dari antioksidan. Radikal bebas sintetik yang digunakan adalah DPPH. Senyawa DPPH bereaksi dengan senyawa antioksidan melalui pengambilan atom hidrogen dari senyawa antioksidan untuk mendapatkan pasangan elektron Pokorny, Yanishlieva, Gordon, 2001.

J. Skrining Fitokimia

Fitokimia adalah senyawa aktif kimia pada tanaman atau merupakan unsur pokok dalam tanaman. Fitokimia terdiri dari senyawa metabolit primer dan sekunder. Unsur pokok pada tanaman terdiri dari dua, metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer pada tanaman seperti protein, karbohidrat dan lemak pada tanaman, sedangkan metabolit sekunder adalah turunan dari metabolit primer. Metabolit sekunder antara lain fenol, flavonoid, saponin, terpenoid, steroid, tannin, plobatamin, kumarin, dan alkaloid merupakan bioaktif pada tanaman Lenny, 2006. Unsur pokok pada tanaman yang biasa diuji adalah senyawa alkaloid, tannin, saponin, flavonoid dan fenolik Edeoga, Okwu, dan Mbaebre, 2005.

K. Landasan Teori

Nyeri merupakan perasaan yang tidak menyenangkan, di mana biasanya dianggap sebagai gejala dari suatu penyakit. Mekanisme terjadinya nyeri terdiri dari empat tahap : transduksi, transmisi, persepsi nyeri, dan modulasi Timby, 2009. Penanganan nyeri dapat diatasi dengan obat analgesik. Analgesik merupakan zat-zat yang dapat menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran Siswandono dan Soekarjdo, 2000. Pemakaian tanaman sebagai obat bila digunakan secara benar dan tepat akan memberikan manfaat bagi pemakainya. Telah dilaporkan bahwa daun Macaranga tanarius L. kaya akan tannin yang digunakan sebagai obat di masyarakat seperti diare, luka dan juga antiseptik. Dekokta akar Macaranga tanarius L. digunakan sebagai antipiretik dan antitusif Lin, Nonaka, dan Nishioka, 1990. Matsunami et al., 2006, 2009 melaporkan bahwa Macaranga tanarius L. memiliki kandungan senyawa macarangiosida A-C dan malofenol B, yang menunjukkan adanya aktivitas penangkapan radikal terhadap DPPH. Tjay dan Rahardja 2007 menyatakan bahwa, bila radikal bebas tersebut dapat ditangkap maka kemungkinan proses perubahan asam arakidonat menjadi endoperoksida dan asam hidroksiperoksida melalui jalur sikloksigenase dan lipooksigenase juga akan terhambat sehingga mediator-mediator nyeri tidak terbentuk dan nyeri tidak terjadi. Pengujian efek analgesik menggunakan metode rangsang kimia digunakan sebagai skrining awal untuk penapisan farmakologi. Pemberian dekokta Macaranga tanarius L. diharapkan dapat memberikan efek analgesik anti nyeri dengan cara menghambat pelepasan mediator-mediator nyeri. Melalui penelitian ini akan diketahui apakah pemberian dekokta Macaranga tanarius L. dapat mengurangi jumlah geliat mencit setelah pemberian perlakuan terhadap induksi asam asetat sebagai iritan yang dapat merusak jaringan secara lokal. Senyawa glikosida merupakan senyawa yang kurang larut dalam pelarut organik tetapi lebih mudah larut dalam air Supriyatna, Moelyono, Iskandar, dan Febriyanti, 2014. Flavonoid merupakan senyawa yang sifatnya larut air Astuti, 2001. Bentuk sediaan dekokta dipilih karena menggunakan penyari berupa air, sehingga diharapkan lebih banyak menangkap senyawa-senyawa glikosida yang mempunyai aktivitas penangkapan radikal bebas di mana radikal bebas memegang peranan dalam timbulnya nyeri Tjay dan Rahadja, 2007. Semakin banyak adanya aktivitas penangkapan radikal bebas diharapkan dapat memberi efek dalam menghambat dan mencegah terjadinya nyeri. Penelitian oleh Wulandari 2009 membuktikan infusa daun Macaranga tanarius L. memiliki efek analgesik pada mencit betina galur Swiss, sehingga dalam penelitian ini akan dilanjutkan dengan melakukan uji efek analgesik dengan metode penyarian yang berbeda yaitu dekokta. Kemiripan antara metode infusa dengan dekokta, yaitu sama-sama menggunakan sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi sediaan herbal dengan air pada suhu 90˚C. Perbedaan antara metode infusa dengan dekokta, yaitu pada lama waktu perebusan. Infusa hanya membutuhkan pemanasan selama 15 menit, sedangkan dekokta membutuhkan pemanasan selama 30 menit. Metode dekokta dipilih dalam penelitian karena diharapkan dapat menarik dan mengambil lebih banyak senyawa glikosida dan flavonoid yang mempunyai aktivitas penangkapan radikal bebas sehingga dapat menghambat proses nyeri. Semakin lama sebuah langkah, diharapkan senyawa fitokimia yang dapat terambil semakin banyak Chichoke, 2001. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan metode dekokta yang memiliki waktu perebusan yang lebih lama untuk mengetahui seberapa besar efek analgesik dengan metode dekokta di mana proses pembuatannya mudah, sederhana dan sering dilakukan di lingkungan masyarakat.

L. Hipotesis