D. Alat Penelitian 1. Alat pembuatan serbuk kering daun Macaranga tanarius L.
Alat-alat yang digunakan antara lain adalah oven Memmert, mesin penyerbuk Retsch, dan ayakan nomor 40.
2. Alat induksi nyeri
Seperangkat alat gelas berupa beaker glass, gelas ukur, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk Pyrex Iwaki Glass®. Timbangan analitik Mettler
Toledo®, stopwatch, spuit, needle, dan kotak kaca tempat pengamatan geliat.
3. Alat pembuatan dekokta daun Macaranga tanarius L.
Seperangkat alat gelas beaker glass, corong gelas, gelas ukur, labu ukur, pipet tetes, batang pengaduk Pyrex Iwaki Glass®. Timbangan analitik
Mettler Toledo®, stopwatch, spuit, panci dekokta, heater, statif dan termometer.
E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi serbuk daun Macaranga tanarius L.
Determinasi tanaman Macaranga tanarius L. dilakukan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, bertempat di Laboratorium
Farmakognosi Fitokimia. Determinasi dilakukan mengacu pada buku acuan Steenis et al., 1992 dan membandingkan dengan koleksi referensi yang
terdapat di Laboratorium Botani Farmasi.
2. Pengumpulan bahan uji
Bahan uji yang digunakan adalah daun Macaranga tanarius L. yang masih
segar berwarna hijau, tidak berlubang dan dipanen pada bulan April 2015. Daun Macaranga tanarius L. yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
Paingan, Maguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.
3. Pembuatan serbuk daun Macaranga tanarius L.
Daun Macaranga tanarius L. yang telah dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir, kemudian ditiriskan untuk meniadakan air pada daun. Selanjutnya
dikeringkan dalam oven pada suhu 45˚C - 50
o
C selama 24 jam. Setelah daun kering, daun diserbuk dan diayak dengan menggunakan ayakan nomor 40.
4. Penetapan kadar air pada serbuk kering daun Macaranga tanarius L.
Tujuan dari penetapan kadar air dari serbuk kering daun Macaranga tanarius L., yaitu untuk mengetahui serbuk yang digunakan telah memenuhi
persyaratan serbuk yang baik yaitu kurang dari 10 Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995. Penetapan kadar air dilakukan dengan
Metode Gravimetri, dimulai dengan penimbangan kurs kosong bobot A. Sampel ditimbang secara homogen, ke dalam kurs porselen bobot B,
dilanjutkan dengan pemanasan di dalam oven pada suhu 105 C selama ± 3 jam
hingga berat konstan. Apabila belum tercapai berat konstan kembali dipanaskan hingga air berhasil diuapkan dalam sampel. Berat konstan akan
diperoleh jika semua kadar air telah menguap. Sampel selanjutnya dimasukkan ke dalam eksikator, kemudian ditimbang kembali bobot C. Berikut cara
menghitung kadar air dengan rumus: A + B − C
B x 100 = Kadar air
5. Pembuatan sediaan dekokta daun Macaranga tanarius L.
Serbuk kering daun Macaranga tanarius L. ditimbang sebanyak 10 gram dan dimasukkan ke dalam panci yang kemudian ditambahkan 20 mL aquadest
sebagai pembasah, kemudian ditambahkan lagi aquadest sebanyak 100 mL. Campuran ini dipanaskan di atas penangas air kemudian diukur dengan
bantuan termometer dengan target suhu campuran mencapai 90
o
C. Setelah mencapai suhu 90
o
C dilanjutkan pemanasan kembali selama 30 menit dengan diaduk setiap 5 menit sekali, selama proses berlangsung suhu dijaga konstan.
Setelah 30 menit, campuran tersebut diambil dan diperas menggunakan kain flanel kemudian tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga
diperoleh volume dekokta daun Macaranga tanarius L. yang diinginkan yaitu sediaan dekokta yang ditampung dalam labu ukur berukuran 100 mL labu
ukur Badan Pengawas Obat dan Makanan RI, 2010. Aquadest digunakan sebagai pelarut karena Macaranga tanarius L. mengandung flavonoid. Di
mana flavonoid merupakan hasil metabolisme sekunder polifenol yang sifatnya larut air Salah, Miller, Pangauga, Bolwell, Rice, and Evans, 1995.
Sediaan dekokta daun Macaranga tanarius L. diberikan dalam tiga peringkat dosis untuk mengetahui persen proteksi analgesik pada mencit betina galur
Swiss.
6. Pembuatan larutan asam asetat 1 vv.
Larutan asam asetat 1 dibuat dari larutan asam asetat glacial 100 vv dengan menggunakan rumus V
1
C
1
=V
2
C
2
, sebanyak 0,250 mL asam asetat
glasial 100 diambil dan dilarutkan dengan menggunakan aquadest pada labu ukur 25 mL.
7. Pembuatan larutan CMC Na 1.
Larutan CMC Na 1 didapatkan dengan cara menimbang sebanyak 1,0 gram serbuk CMC Na yang kemudian ditaburkan sedikit demi sedikit secara
merata pada beaker glass yang berisikan aquadest panas secukupnya sambil diaduk hingga mengembang. Larutan yang sudah terbentuk dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 mL add aquadest kemudian digojog.
8. Pembuatan suspensi asetosal 1 dalam CMC Na 1
Suspensi asetosal 1 dibuat dengan mensuspensikan 250,0 mg asetosal dalam CMC Na 1 sampai 25,0 mL.
9. Penetapan selang waktu pemberian asam asetat 1 vv
Selang waktu pemberian asam asetat merupakan jeda antara pemberian dekokta secara peroral dengan pemberian injeksi asam asetat secara
intraperitoneal. Pada saat selang waktu tersebut zat uji diharapkan telah diabsorpsi sehingga dapat memberikan efek analgesik secara optimal. Pada
penentuan selang waktu pemberian asam asetat ini digunakan asetosal dosis 91 mgkg BB. Selang waktu yang diujikan adalah 10 menit, dan 15 menit.
Sebanyak 6 ekor mencit digunakan dalam penetapan waktu pemberian yang dibagi ke dalam 2 kelompok. Masing-masing kelompok yang terdiri dari 3
ekor mencit betina galur Swiss dengan berat 20-30 gram, umur 2-3 bulan yang telah dipuasakan selama 24 jam, kemudian secara intraperitonial diinjeksi
dengan asam asetat 1 . Selanjutnya dihitung rata-rata jumlah geliat dengan
selang waktu 10, dan 15 menit setelah pemberian asetosal dosis 91 mgkgBB secara per oral untuk menemukan selang waktu optimum. Kemudian dipilih
berdasarkan waktu yang paling efektif dalam pemberian dekokta terhadap penurunan jumlah geliat.
10. Penyiapan hewan uji
Hewan uji yang digunakan sebanyak 25 ekor mencit galur Swiss yang pengambilannya dilakukan secara acak, umur 2-3 bulan, berat badan yang
diseragamkan yaitu antara 20-30 gram. Sebelum digunakan, hewan uji dipuasakan selama 18-24 jam dan hanya diberikan air minum saja. Hewan uji
selanjutnya diadaptasikan di lingkungan tempat penelitian selama 18-24 jam.
11. Uji pendahuluan
a. Penetapan Kriteria Geliat Pengujian efek analgesik menggunakan rangsang kimia sangat
bervariasi, oleh karena itu perlu ditetapkan kriteria geliat yang kurang lebih sama sehingga pengamatan tidak mengacaukan hasil penelitian. Kriteria geliat
yang memenuhi syarat adalah mencit menarik satu atau kedua kaki ke arah belakang dan perutnya menempel ke alas pengamatan sehingga tubuh mencit
terlihat memanjang. b. Penetapan dosis asam asetat 1 vv.
Dosis asam asetat yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wulandari 2010, yaitu 50
mgkgBB sebagai dosis optimal. Pada dosis tersebut dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada mencit betina yang ditunjukkan melalui rangsang
nyeri berupa geliat pada hewan uji namun tidak menyebabkan kematian pada hewan uji.
c. Penetapan dosis asetosal Kontrol positif yang digunakan dalam penelitian ini adalah asetosal,
sehingga asetosal harus mampu memberikan respon pengurangan geliat pada mencit yang terinduksi asam asetat 1. Mengacu pada penelitian sebelumnya,
dosis asetosal yang digunakan dalam penelitian ini menurut Handara 2006; Riadiani 2006, Tusthi 2007 dan Wulandari 2010 adalah 91 mgkgBB.
Kekuatan asetosal yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yaitu 500 mg yang digunakan pada manusia dengan
berat badan 50 kg Wulandari, 2010. Apabila dikonversikan pada manusia dengan berat badan 70 kg maka : 7050 x 500 mg = 700 mg. Dosis asetosal
pada mencit dengan berat badan 20 gram dikonversikan ke dalam dosis manusia dengan berat badan 70 kg adalah 0,0026. Perhitungannya sbb. :
Dosis = 700 mg x 0,0026 = 1,82 mg 20 gramBB
= 91 mgkgBB d. Penetapan dosis sediaan dekokta Macaranga tanarius L.
Dasar penentuan peringkat : 1 Bobot tertinggi mencit = 30 gram
2 Pemberian dekokta menggunakan volume maksimal tertinggi pemberian secara per oral, yaitu 1 mL
3 Konsentrasi dekokta daun Macaranga tanarius L. yang digunakan : 10
4 Penetapan dosis tertinggi dekokta daun Macaranga tanarius L. yaitu : D x BB = C x V
D x 30 g = 10 g 100 mL x 1 mL D = 0,003333 gg BB
D = 3333,33 mgkg BB Dua dosis lainnya diperoleh dengan membagi 2 dosis 3333,33 mgkgBB
kemudian dibagi 2 lagi sehingga diperoleh 3 peringkat dosis yaitu : 3333,33; 1666,67; 833,33 mgkgBB.
12. Perlakuan hewan uji
Pada penelitian ini akan dibagi secara acak ke dalam 5 kelompok, mencit dipuasakan selama 24 jam dengan tetap diberi minum. Masing-masing
kelompok terdiri dari 5 ekor mencit, sehingga total mencit yang digunakan adalah 25 ekor untuk pengujian efek analgesik sediaan dekokta Macaranga
tanarius L. dengan rincian sebagai berikut : 1 Kelompok I sebagai kontrol negatif Aquadest dosis 0,025 mgkgBB
2 Kelompok II sebagai kontrol positif Asetosal dosis 91 mgkgBB 3 Kelompok perlakuan III Dekokta Macaranga tanarius L. dosis terendah
833,33 mgkgBB + asam asetat 4 Kelompok perlakuan IV Dekokta Macaranga tanarius L. dosis
menengah 1666,67 mgkgBB + asam asetat 5 Kelompok perlakuan V Dekokta Macaranga tanarius L. dosis tertinggi
3333,33 mgkgBB + asam asetat
Rute pemberian sediaan dekokta daun Macaranga tanarius L. dilakukan secara per oral. Pemberian rangsang kimia asam asetat secara intraperitonial
dilakukan 10 menit setelah pemberian senyawa uji, kemudian respon geliat diamati setiap 5 menit selama 1 jam.
Gambar 6. Skema kerja penelitian
Sebanyak 25 ekor mencit dibagi secara acak dalam 5 kelompok
Kel. I Kontrol -
Aquadest Kel. II
Kontrol + Asetosal
Kel. III Perlakuan
dekokta daun
Macaranga tanarius L.
Dosis 833,33
mgkgBB Kel. IV
Perlakuan dekokta
daun Macaranga
tanarius L.
Dosis 1666,67
mgkgBB Kel. V
Perlakuan dekokta
daun Macaranga
tanarius L.
Dosis 3333,33
mgkgBB
Diberikan senyawa uji dengan selang waktu pemberian 10 menit
Dihitung jumlah geliat setiap 5 menit selama 1 jam
Dihitung proteksi dan perubahan proteksi geliat Diberikan larutan asam asetat 1 dosis 50 mgkgBB secara i.p.
13. Pengukuran aktivitas analgesik
Pengukuran aktivitas analgesik dilakukan dengan metode rangsang kimia, di mana akan dilakukan pengukuran persen proteksi geliat mencit
betina galur Swiss yang telah terinduksi asam asetat. Pengukuran dilakukan setiap 5 menit selama 1 jam. Respon geliat yang terjadi pada pengujian daya
analgesik diamati dan dihitung apabila mencit melakukan gerakan menggeliat dengan menarik satu atau kedua kaki ke belakang serta perutnya menempel ke
alas pengamatan sehingga tubuh mencit terlihat memanjang. Penentuan proteksi geliat terhadap kontrol negatif dihitung dengan
persamaan yaitu : proteksi geliat = 100 - [ PK x 100]
Keterangan : P = jumlah kumulatif geliat hewan uji setelah pemberian senyawa uji
K = jumlah rata-rata kumulatif geliat hewan uji kontrol negatif Data persen proteksi geliat tersebut kemudian dianalisis secara statistik.
Uji kemudian dilanjutkan dengan pengukuran perubahan persen proteksi geliat menggunakan hasil proteksi geliat terhadap kontrol positif yang
dihitung menggunakan rumus : Perubahan proteksi geliat = [ A-B B ] x 100
Keterangan : A = proteksi geliat pada tiap kelompok perlakuan
B = rata-rata proteksi geliat pada kontrol positif
14. Uji Kualitatif
Analisis kualitatif dilakukan menggunakan metode skrining fitokimia yaitu dengan cara melakukan beberapa tes untuk menguji kandungan
senyawa yang berada dalam Macaranga tanarius L. sehingga dapat diketahui metabolit sekunder yang terkandung di dalam dekokta Macaranga tanarius L.
yang dapat memberikan efek analgesik. a. Uji Alkaloid
Uji Alkaloid dilakukan dengan cara mengambil 9 mL air infusa tanaman dan 1 mL HCL 2 N. Campuran dipanaskan di atas penangas air selama 2
menit, 10 tetes filtrate dipindahkan dan ditambahkan dengan 2 tetes Dragendorf. Hasil uji positif dibuktikan dengan adanya endapan merah di
dasar tabung reaksi Azizah, Suarsini, dan Prabaningtyas, 2014. b. Uji Flavonoid
Uji Flavonoid dilakukan dengan cara menggunakan air seduhan sebanyak 2 mL kemudian dipindahkan dalam tabung reaksi dan ditambahkan
0,1 gram serbuk Mg, 1-2 mL etanol 95, dan 10 tetes HCL pekat. Hasil uji positif dibuktikan dengan perubahan warna larutan menjadi kuning jingga
Azizah et al., 2014. c. Uji Glikosida
Uji Glikosida dilakukan dengan cara mengambil air seduhan sebanyak 0,1 mL dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 2 mL
aquadest, 5 tetes Molisch, dan 2 mL H
2
SO
4
pekat secara hati-hati melalui dinding tabung reaksi, Hasil uji positif dibuktikan dengan adanya cincin ungu
pada batas cairan Azizah et al., 2014.
d. Uji Saponin Uji Saponin dilakukan dengan cara mengambil air seduhan sebanyak 10
ml dan dipindahkan ke dalam tabung reaksi lalu dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Hasil uji positif dibuktikan dengan adanya buih setinggi 1 cm Azizah et
al., 2014. e. Uji Tanin
Uji tannin dilakukan dengan cara mengambil air seduhan sebanyak 1 ml dan dipindahkan ke atas plat tetes kemudian ditambah dengan beberpa tetes
FeCl
3
1. Hasil uji postitif dibuktikan dengan perubahan warna larutan menjadi hijau sampai biru kehitaman Azizah et al., 2014.
f. Uji Terpenoid Uji Terpenoid dilakukan dengan cara sebanyak 1 mL larutan diuapkan
sampai kering, kemudian ditambah dengan pereaksi Lieberman-Burchad. Apabila warna berubah menjadi merah, menandakan adanya senyawa
terpenoid Harborne, 1987. g. Uji Fenolik
Uji fenolik dengan cara sebanyak 2 mL ditambahkan dengan 10 mL aquadest lalu didihkan selama 10 menit dalam tangas air mendidih. Larutan
kemudian disaring dan filtratnya ditambahkan dengan 3 tetes FeCl
3
1. Terjadinya warna hijau-biru menunjukkan adanya fenolik Harborne, 1987.
F. Tata Cara Analisis Hasil