8
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Nyeri 1. Pengertian nyeri
Nyeri merupakan perasaan yang dipicu oleh sistem saraf. Nyeri dapat menyakitkan atau membahayakan bagi penderitanya. Penderita mungkin merasa
nyeri di satu daerah tubuh, seperti punggung, perut atau dada atau mungkin merasa sakit di sekujur tubuh. Nyeri dapat digunakan untuk membantu dalam
mendiagnosis suatu masalah kesehatan Dugdale, 2009. The International Association for the Study of Pain IASP mendefinisikan nyeri sebagai
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan terkait dengan kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial atau yang digambarkan dalam
kerusakan tersebut. Rasa nyeri merupakan gejala yang sering dirasakan pada seseorang dengan penyebab dan gejala beraneka ragam, lokasi, kualitas, durasi
rasa nyeri, frekuensi, sifat serta gejala penyertanya Kasran dan Kusumaratna, 2006.
2. Klasifikasi nyeri
Nyeri pada umumnya dapat dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu: nyeri adaptif dan nyeri maladaptif. Nyeri adaptif berperan serta dalam proses bertahan
hidup dengan melindungi organisme dari cedera berkepanjangan dan membantu proses pemulihan. Sebaliknya, nyeri maladaptif merupakan bentuk patologis dari
sistem saraf Woolf, 2004.
Gambar 1. Pembagian kualitas nyeri berdasarkan mekanisme nyeri
Nicholson, 2006. Pembagian kualitas nyeri berdasarkan mekanisme nyeri dibedakan
menjadi nyeri nosiseptif dan neuropatik Gambar 1. Nyeri nosiseptif adalah nyeri yang disebabkan oleh adanya stimuli noksius trauma, penyakit atau proses
radang. Dapat diklasifikasikan menjadi nyeri somatik dan nyeri viseral. Nyeri somatik dibagi lagi atas 2 kualitas nyeri yaitu nyeri permukaan dan nyeri dalam.
Apabila rangsang bertempat dalam kulit maka rasa yang terjadi disebut nyeri permukaan. Sebaliknya nyeri yang berasal dari otot, persendian, tulang atau dari
jaringan ikat disebut nyeri dalam Nicholson, 2006. Nyeri neuropatik adalah nyeri dengan impuls yang berasal dari adanya
kerusakan atau disfungsi dari sistem saraf baik perifer atau pusat. Kerusakan saraf atau rangsangan terus-menerus dapat menyebabkan rangsangan nyeri saraf
autonom dan meningkatkan pelepasan bahan dari syaraf tanduk dorsal yang progresif. Sindrom nyeri neuropatik seperti nyeri punggung bawah, neuropati
Mekanisme Nosiseptif
Neuropatik Somatik
Viseral
Periferal Pusat
Permukaan
Dalaman
diabetik, nyeri akibat kanker, luka pada sumsum tulang belakang Dipiro, Talbert, Yee, Matzke, Wells, dan Posey, 2008.
Berdasarkan durasinya, nyeri dapat diklasifikasikan sebagai nyeri akut nosiseptif dan nyeri kronis neuropatik Hartwig dan Wilson, 2006; Sukandar,
Andrajati, Sigit, Adnyana, Setiadi dan Kusnandar, 2009. 1. Nyeri akut :
Nyeri yang timbul mendadak dan berlangsung sementara. Nyeri akut nosiseptif merupakan nyeri somatik sumber nyeri berasal dari kulit, tulang,
sendi, otot atau jaringan penghubung atau viseral berasal dari organ dalam seperti usus besar atau pankreas, yang berlangsung kurang dari 6 bulan. Nyeri ini
ditandai dengan adanya aktivitas saraf otonom seperti: takikardi, hipertensi, hiperhidrosis, pucat. Nyeri akut dihubungkan dengan kerusakan jaringan dan
durasi yang terbatas setelah nosiseptor kembali ke ambang batas stimulus istirahat ACPA, 2014.
Nyeri akut dibagi atas: Pertama, nyeri yang muncul pada pasien, dimana sebelumnya tidak ada nyeri kronik. Pada pasien dengan nyeri akut tipe ini,
pengobatan ditujukan terhadap nyeri dan penyebabnya. Kedua, nyeri yang datang tiba-tiba pada pasien yang sebelumnya sudah menderita nyeri kronik akan tetapi
nyeri akut tidak berhubungan dengan nyeri kronik. Misalnya: pasien dengan nyeri kanker yang diderita selama ini, kemudian menderita patah tulang tanpa
berhubungan dengan kankernya, dan mengalami nyeri. Keadaan seperti ini selain pengobatan untuk nyeri yang lama, perlu ditambahkan analgesik yang sesuai
untuk patah tulang. Ketiga, nyeri akut yang merupakan eksaserbasi nyeri kronik
yang selama ini diderita oleh pasien. Misalnya: seorang pasien dengan nyeri kanker kronik dan mengalami nyeri patah tulang oleh karena memberatnya
penyakit. Oleh karena itu kecemasan sangat mempengaruhi intensitas nyeri. Untuk kasus seperti ini, terapi ditujukan untuk menurunkan kecemasan yang dapat
berupa dukungan emosional Levine, 2004. 2. Nyeri kronis :
Nyeri menahun second pain. Rangsangan-rangsangan yang lebih hebat mengaktivasi nosiseptor polimodal dan mengakibatkan rasa difus, tak
menyenangkan dan rasa terbakar terus menerus yang berlangsung lebih dari rangsangan nyeri akut dan permulaannya agak lambat. Second pain berhubungan
dengan aspek afektif-motivasional dan terdapat terutama pada waktu nyeri menahun dan nyeri berasal dari rongga perut ACPA, 2014. Nyeri kronis
neuropatik terjadi akibat dari proses input sensorik yang abnormal oleh sistem saraf pusat atau perifer, yang berlangsung selama 6 bulan atau lebih Sukandar et
al., 2009. Menurut Asmadi 2008, berdasarkan tempatnya nyeri dibedakan menjadi
empat golongan : a. Pheriperal pain yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh misalnya pada
kulit, mukosa. b. Deep pain, yaitu nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam
atau pada organ-organ tubuh viseral. c. Refered pain, yaitu nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organstruktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda, bukan daerah asal nyeri.
d. Central pain, yaitu nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem saraf pusat, spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.
Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksious yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari
perifer melalui spinalis, batang otak, talamus, dan korteks cerebri. Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser fungsinya, dari
fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan yang rusak. Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat perbaikan
kerusakan jaringan. Sensitivitas akan meningkat, sehingga stimulus nonnoksious atau noksious ringan yang mengenai bagian yang meradang akan menyebabkan
nyeri. Sebagai akibatnya, individu akan mencegah adanya kontak atau gerakan pada bagian yang cidera tersebut sampai perbaikan jaringan selesai. Hal ini akan
meminimalisasi kerusakan jaringan lebih lanjut. Respon inflamasi berlebihan atau kerusakan jaringan yang hebat tidak boleh dibiarkan. Tujuan terapi adalah
menormalkan sensitivitas nyeri Woolf, 2004. Mediator nyeri yang kini juga disebut autacoida, terdiri dari histamin,
serotonin, bradikinin, leukotrien, dan prostaglandin. Bradikinin adalah polipeptida yang dibentuk dari protein plasma. Struktur prostaglandin mirip dengan asam
lemak dan terbentuk dari asam arakhidonat. Zat-zat ini meningkatkan kepekaan ujung saraf sensoris bagi rangsangan nyeri yang diakibatkan oleh mediator
lainnya Tjay dan Rahardja, 2007.
B. Mekanisme Nyeri