Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden.
2.4. Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek Notoatmodjo, 2012. Pengertian sikap atau ranah
afektif terdiri dari beberapa tingkatan yaitu : 1. Menerima, merupakan tingkat terendah ranah afektif berupa perhatian
terhadap stimulasi secara pasif yang meningkat secara lebih aktif. 2. Merespons, merupakan kesempatan untuk menanggapi stimulan dan merasa
terikat secara aktif memperhatikan. 3. Menilai, merupakan kemampuan menilai gejala atau kegiatan sehingga
dengan sengaja merespon lebih lanjut untuk mencari jalan bagaimana dapat mengambil bagian atas apa yang terjadi.
4. Mengorganisasikan, merupakan kemampuan untuk membentuk suatu sistem nilai bagi dirinya berdasarkan nilai-nilai yang dipercaya.
5. Karakterisasi, merupakan kemampuan untuk mengkonseptualisasikan masing-masing nilai pada waktu merespons, dengan jalan mengidentifikasi
karakteristik nilai atau membuat pertimbangan-pertimbangan.
35
Universita Sumatera Utara
2.5. Diabetes Melitus
Menurut ADA American Diabetes Association 2010, diabetes melitus adalah salah satu penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya Perkeni, 2011. Berdasarkan penyebabnya, diabetes melitus dikategorikan
menjadi 4 tipe : Tabel 2.2. Tipe Diabetes Melitus dan Penyebabnya
Tipe Penyebab
Tipe 1 Umumnya disebabkan defisiensi insulin oleh karena destruksi sel
beta pankreas • Autoimun
• Idiopatik Tipe 2
Bervariasi, mulai dari yang dominan resistenasi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang dominan defek sekresi insulin
disertai resisitensi insulin
Tipe lain • Kerusakan atau kelainan fungsi kelenjar pankreas
• Obat-obatan atau zat kimia • Infeksi
• Sebab imunologi yang lain • Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes Gestasional
Diabetes yang mulai pada saat kehamilan Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia,
2011
Kasus yang banyak terjadi adalah diabetes melitus tipe 2. Penyakit ini banyak terjadi pada orang dewasa , tetapi pada saat ini ada beberapa kasus yang
muncul pada usia anak-anak. Makin meningkatnya angka kejadian penyakit ini selain di pengaruhi faktor keturunan, ada juga beberapa faktor lain yang sangat
berperan seperti perilaku tidak sehat, yaitu : diet yang tidak seimbang seperti
36
Universita Sumatera Utara
kurang serat, banyak konsumsi goreng-gorengan , aktivitas fisik yang kurang, kebiasaan merokok, berat badan yang berlebih obesitas, hipertensi,
hiperkolesterolemia dan konsumsi alkohol Depkes RI, Riskesda 2007 Berkaitan dengan berbagai faktor resiko diatas, Riskesdas 2007 telah
mencatat beberapa angka-angka prevalensi faktor resiko diabetes melitus sebagai berikut :
1. Prevalensi nasional obesitas umum pada penduduk berumur 15 tahun sebesar 10,3 dan obesitas sentral sebesar 18,8
2. Prevalensi nasional hipertensi berdasarkan pengukuran pada penduduk berusia 18 tahun sebesar 29,8
3. Prevalensi nasional merokok setiap hari pada penduduk usia 10 tahun sebesar 23,7 dan 85,4 perokok telah merokok di dalam rumah ketika
bersama anggota keluarga. 4. Prevalensi nasional kurang makan buah dan sayur pada penduduk 10 tahun
sebesar 93,6 5. Prevalensi nasional kurang aktifitas fisik pada penduduk usia 10 tahun
sebesar 48,2 6. Prevalensi peminum alkohol pada 12 bulan terakhir sebesar 4,6 .
Dalam perjalanannya, diabetes melitus tipe 2 biasanya terjadi secara bertahap dan perlahan, sehingga sering kali tidak terasa oleh penderita. Gejala
ringan mungkin dapat dirasakan selama bertahun-tahun atau bahkan tidak ada gejala sama sekali sehingga penderita tidak menyadari bahwa dia telah menderita
37
Universita Sumatera Utara
diabetes melitus. Gejala klasik diabetes melitus yang sering terjadi adalah sering merasa haus, selalu lapar walaupun sudah makan, sering kencing, berat badan
menurun tanpa sebab yang jelas serta cepat merasa lelah. Gejala lain yang sering dikeluhkan pasien adalah badan lemah, kesemutan, gatal-gatal, penglihatan kabur,
gigi goyang, luka yang lama sembuh dan disfungsi ereksi. Perkeni, 2011 dan Soegondo Sukardji, 2008
Diagnosa dari penyakit diabetes melitus itu sendiri dapat ditegakkan melalui hasil pengukuran glukosa darah serta gejala-gejala penyakit diabetes melitus.
Berdasarkan konsensus pengendalian dan pencegahan diabetes melitus tipe 2 di Indonesia 2011, ada 3 cara menegakkan diagnosa penyakit diabetes melitus yaitu :
1. Jika ditemukan gejala klasik dan pemeriksaan glukosa plasma sewaktu 200 mgdl.
2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥ 126 mgdl disertai keluhan gejala klasik.
3. Kadar glukosa plasma 2 jam pada tes toleransi glukosa oral TTGO ≥ 200
mgdl. TTGO yang dilakukan sesuai dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan
ke dalam air. Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka
dapat digolongkan kedalam kelompok toleransi glukosa terganggu TGT atau glukosa darah puasa terganggu GDPT. Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah
pemeriksaan TTGO didapat glukosa plasma setelah makan antara 140-199 mgdl. Dan diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa
38
Universita Sumatera Utara
didapat antara 100-125 mgdl dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam sebesar 140 mgdl Perkeni dan Soegondo et all, 2011.
Didalam perjalanannya penyakit ini menimbulkan komplikasi pada beberapa organ seperti: otak, jantung, ginjal, mata dan pembuluh darah kaki
sehingga menimbulkan penyakit stroke, penyempitan pembuluh darah jantung, gagal ginjal, retinophaty dan penyakit kaki diabetes. Penderita diabetes melitus
memiliki resiko untuk menderita penyakit jantung koroner dan stroke 2 kali lebih besar , 5 kali lebih mudah menderita menderita ulkusganggren di kaki, 7 kali
lebih mudah menderita gagal ginjal dan 25 kali lebih mudah mengalam kebutaan akibat kerusakan retina dari pada yang bukan pasien diabetes melitus Soegondo
et all, 2011. Penyakit diabetes melitus seperti halnya penyakit lain memilki tindakan
pencegahan, yang terdiri dari : 1. Usaha pencegahan primer
: yaitu mencegah agar tidak timbul penyakit 2. Usaha pencegahan sekunder : mencegah timbulnya penyulit walau sudah
menderita diabetes melitus 3. Usaha pencegahan tersier
: mencegah timbulnya kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi penyulit stroke dan
gejala sisa, kebutaan, gagal ginjal kronik dan amputasi tungkai bawah
Untuk mencegah timbulnya kecacatan pada penderita diabetes melitus, diperlukan tindakan untuk mendeteksi dini penyulit diabetes melitus itu sendiri,
39
Universita Sumatera Utara
agar dapat dikelola dengan baik disamping mengendalikan kadar gula darahnya. Pemeriksaan pemantauan yang diperlukan untuk penyulit diabetes melitus adalah :
1. Mata : pemeriksaan fundus mata secara berkala setiap 6-12 bulan
2. Paru : pemeriksaan foto dada setiap 1-2 tahun atau jika ada keluhan
batuk kronik. 3. Jantung : pemeriksaan EKG berkala setiap tahun atau jika ada keluhan
nyeri dada 4. Ginjal
: pemeriksaan urin berkala 5. Kaki
: pemeriksaan kaki secara berkala dan penyuluhan mengenai cara merawat kaki untuk mencegah timbulnya kaki diabetes
Soegondo et all, 2011.
2.5.1. Kaki Diabetes
Setiap penderita diabetes melitus dapat mengalami permasalahan pada kaki yang berbeda satu sama lain.
Kaki diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes melitus yang tidak terkendali. Kelainan kaki diabetes ini
dapat disebabkan karena adanya gangguan pembuluh darah kaki, persyarafan dan adanya infeksi Soegondo et all, 2011.
Gangguan pembuluh darah kaki disebabkan berkurangnya sirkulasi darah ke kaki berkurang, sehingga menimbulkan gejala : sakit pada kaki jika berdiri atau
beraktifitas, kaki teras dingin jika diraba, nyeri pada saat istirahat malam hari terutama pada saat tidur, luka di kaki yang sukar sembuh dan perubahan warna
kaki Soegondo et all, 2011 dan Heitzman, 2010.
40
Universita Sumatera Utara
Gangguan persyarafan neuropati pada kaki menimbulkan gangguan penghantaran syaraf sensorik, motorik dan otonomik dari kaki ke otak yang
ditandai dengan adanya rasa baal pada kaki, kurang berasa pada ujung kaki, otot kaki mengecil, kelainan bentuk kaki, gangguan keseimbangan, dan perubahan
pada kulit kaki yang menjadi kering dan pecah-pecah Soegondo et all, 2011dan Heitzman, 2010.
Infeksi pada kaki penderita diabetes melitus dikarenakan tidak optimalnya kerja leukosit oleh karena kadar gula darah yang meningkat. Kaki yang
mengalami ganggren yang luas dan sulit untuk diatasi memerlukan tindakan amputasi. Masalah yang umum pada kaki diabetes berupa kapalan, mata ikan,
cantengan, kutil dan radang ibu jari kaki Soegondo et all, 2011.
2.5.2. Perawatan Kaki
Perawatan kaki sebagai sebagian upaya pencegahan primer pada pengelolaan kaki diabetes untuk mencegah terjadinya luka. Perawatan kaki yang
teratur dapat menurunkan penyakit serius pada kaki penderita diabetes melitus sekitar 50-60. Tahap pertama untuk meminimalkan resiko amputasi kaki adalah
mencegah luka menjadi ganggren atau infeksi yang lebih parah Heitzman, 2010. Pasien diabetes melitus perlu memeriksa kakinya setiap hari, terutama
setelah mandi, dan sebelum memakai sepatu. Pemeriksaan dilakukan dengan teknik meraba dan melihat. Yang diraba adalah temperatur kaki, normalnya kaki
teraba hangat dan tidak teraba pembengkakan pada kaki. Sedangkan yang dilihat adalah seluruh bagian kaki meliputi bagian atas atau punggung kaki, sisi kaki,
41
Universita Sumatera Utara
sela-sela jari dan telapak kaki. Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara langsung atau dengan bantuan cermin. Hal yang diperiksa adalah apakah ada kulit kaki
yang melepuh, luka, dan tanda-tanda infeksi seperti bengkak, kemerahan, hangat, nyeri, bau dan keluar cairan atau darah dari kaki.Soegondo et all, 2011 dan
Heitzman, 2010. Menurut Soegondo et all Somroo et all 2011 dan Heitzman 2010,
perawatan kaki sehari-hari meliputi : 1. Membersihkan kaki setiap hari pada waktu mandi dengan air bersih dan sabun
mandi, kemudian keringkan kaki dengan lembut, termasuk sela jari kaki terutama sela jari kaki ketiga- keempat dan keempat-kelima. Mencuci kaki
dapat dilakukan dengan air hangat-hangat kuku, bukan air panas. 2. Memeriksa sela-sela jari kaki, apakah ada luka atau kulit yang pecah.
3. Memberi pelembab atau lotion pada daerah kaki yang kering agar tidak retak, tetapi tidak pada sela-sela jari kaki oleh karena daerah ini sangat lembab dan
dikhawatirkan akan menimbulkan jamur. 4. Menggunting kuku kali dengan lurus mengikuti bentuk jari kaki, tidak terlalu
pendek dan tidak terlalu dalam, kemudian kuku kaki dikikir agar tidak terlalu tajam. Kuku dikikir dua hari sekali, jika tidak mampu melakukannya sendiri,
dapat meminta tolong pada orang lain. 5. Memakai alas kali sepatu atau sandal untuk melindungi kaki dari taruma yang
dapat menimbulkan luka baik di dalam dan di luar rumah. Hindari penggunaan
42
Universita Sumatera Utara
sandal jepit karena dapat menyebabkan lecet di sela jari kaki pertama dan kedua.
6. Memakai sepatu dan sandal yang baik, sesuai ukuran kaki, ruang dalam sepatu longgar dan enak dipakai dengan ujung sepatu yang lebar sehingga jari kaki
tidak terjepit. 7. Sepatu perempuan dengan hak tinggi tidak lebih dari 2 inchi 5cm
8. Memakai kaos kaki yang terbuat dari bahan katun. 9. Memeriksa sepatu sebelum dipakai, apakah ada kerikil atau benda tajam
seperti duri di sepatu. 10. Lepaskan sepatu setiap 4-6 jam serta gerak-gerakkan pergelangan dan jari kaki
agar sirkulasi darah tetap baik. Jika memakai sepatu baru, sebaiknya sepatu dilepas setiap 2 jam.
11. Melakukan latihan jalan dan senam kaki. 12. Bila ada luka kecil, obati luka dan tutup luka dengan pembalut yang bersih.
13. Segera ke dokter jika kaki mengalami luka.
2.5.3. Senam Kaki Diabetes
Penderita diabetes melitus yang mengalami gangguan sirkulasi darah dan neuropati dianjurkan untuk melakukan latihan jasmani atau senam kaki sesuai
dengan kondisi tubuhnya. Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkulasi darah dan memperkuat otot-otot kecil di kaki serta mencegah terjadinya kelainan
bentuk di kaki. Selain itu senam kaki juga dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha dan mengatasi keterbatasan pergerakan sendi Soegondo, 2008.
43
Universita Sumatera Utara
2.5.4. Hal yang tidak Boleh Dilakukan Penderita DM Soegondo et all dan
Somroo et all 2011 dan Heitzman 2010 : 1. Merendam kaki terlalu lama.
2. Menggunakan botol panas atau peralatan listrik untuk memanaskan kaki. 3. Merendam kaki dengan air panas jika terasa dingin.
4. Berjalan tanpa alas kaki. 5. Menggunakan pisau atau silet untuk mengurangi kapalan.
6. Merokok. 7. Memakai sepatu dengan ujung yang sempit atau kaos kaki yang sempit.
8. Memakai sepatu hak tinggi lebih dari 5 cm. 9. Menyilangkan kaki terlalu lama.
10. Memakai obat tanpa anjuran dokter untuk menghilangkan mata ikan. 11. Membiarkan luka di kaki walupun hanya luka kecil.
2.6.
Landasan Teori
Berdasarkan teori Stimulus Organisme SOR yang dikutip dari Notoatmodjo 2012, terjadinya perubahan perilaku tergantung pada kualitas
rangsangan stimulus yang berkomunikasi dengan organisme. Didalam penelitian ini domain perilaku yang dibahas terbatas pada pengetahuan dan sikap saja,
sehingga proses perubahan pengetahuan dan sikap dalam teori ini dapat digambarkan seperti bagan berikut :
44
Universita Sumatera Utara
-------------------------
Gambar 2.1. Kerangka Teori
2.7. Kerangka Konsep
Penelitian ini akan membandingkan peningkatan pengetahuan dan sikap perawatn kaki penderita diabetes setelah mendapatkan perlakuan konseling
kelompok dan penayangan video.
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
RangsanganStimulus dari konseling dan video
Pengertian dan penerimaan informasi perubahan
pengetahuan
Reaksi
perubahan sikap
EfektivitasKonseling Kelompok
Pengetahuan Perawatan Kaki Penderita DM
Efektivitas Penanyangan Video
Sikap Perawatan Kaki Penderita DM
Pengetahuan Perawatan Kaki Penderita DM
Sikap Perawatan Kaki Penderita DM
45
Universita Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis Penelitian
Penelitian ini meggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian quasi eksperiment non equivalent control gruop design yang bertujuan untuk
mengetahui suatu gejala yang timbul sebagai akibat dari suatu perlakuan atau percobaan tertentu dengan desain pre test dan post test Hidayat, 2011.
Rancangan penelitian yang peneliti akan lakukan adalah two groups pre- test post-test design untuk mengetahui pengaruh konseling dan tayangan media
video dalam peningkatan dan perubahan perilaku perawatan kaki penderita diabetes melitus seperti di bawah ini.
10 org O2 10 org
S R O1 10 org 15 org
O3 15 org
S: Sampel R: Random dua
O1: pre test O2: post test konseling kelompok 3 kelompok
46
Universita Sumatera Utara
O3: postest penayangan media video sebanyak 15 oranggrup 2 grup Rancangan dalam penelitian ini untuk konseling kelompok akan dilakukan
sebanyak 2 kali pertemuan dengan durasi 60-90 menit persesi dengan jumlah anggota konseling 10 orang. Dalam setiap kali pertemuan akan membahas topik
yang berbeda, yaitu : 1.
Sesi pertama: pengenalan komplikasi diabetes pada kaki dan gejalanya 2.
Sesi kedua: perawatan kaki bagi penderita diabetes dan senam kaki Sebelum konseling dilakukan, akan diberikan penjelasan singkat dan
diperlihatkan gambar kelainan kaki pada penderita diabetes pada sesi pertama dan gambar perawatan kaki pada sesi kedua. Petugas yang akan melakukan konseling
dan melakukan wawancara pada saat pengisian kuesioner adalah tim Klinik DM Puskesmas Sering yang telah mendapatkan pelatihan mengenai penangan DM di
puskesmas, yang terdiri dari dokter dan perawat. Kelompok dengan perlakuan penayangan video akan mendapat
penayangan video sebanyak 2 kali. Sebelum penayangan video akan dilakukan pembukaan selama 5 menit oleh tim Klinik DM, kemudian pemutaran video
selama 10-15 menit. Setelah penayangan video selesai, tidak ada diskusi ataupun tanya jawab dan reponden dipersilahkan pulang. Video yang akan ditayangkan
mengenai penayangan video perawatan kaki yang bersumber dari www.clearlyhealth.com dengan judul video foot care dan video senam kaki yang
bersumber dari Divisi DM dan Educator Poltekkes Kemenkes Malang, yang dibuat tahun 2012. Kedua kelompok perlakuan akan mendapatkan pretest sebelum
47
Universita Sumatera Utara
mendapatkan perlakuan konseling dan video, dan akan mendapatkan postest pada saat selesai perlakuan konseling dan penayangan video yang kedua dan akan
diulang satu minggu kemudian
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian