2.1.4 Teori Belajar Konstruktivistik
Teori konstruktivistik dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Piaget dalam Sanjaya 2007: 123-124 berpendapat bahwa pada
dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang dikonstruksi
oleh anak sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses
pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. Pengetahuan tersebut hanya untuk diingat sementara setelah itu dilupakan.
Mengkonstruksi pengetahuan menurut Piaget dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema yang sudah ada. Skema adalah
struktur kognitif yang terbentuk melalui proses pengalaman. Asimilasi adalah proses penyempurnaan skema yang telah terbentuk, dan akomodasi
adalah proses perubahan skema. Menurut
pandangan Konstruktivisme
keberhasilan belajar
bergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tetapi juga pada pengetahuan awal siswa. Belajar melibatkan pembentukan makna
oleh siswa dari apa yang telah mereka lakukan, lihat dan dengar. Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut.
Implikasi dari pandangan konstruktivisme di sekolah ialah pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke
siswa, namun secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Belajar merupakan proses konstruktif yang
menghendaki partisipasi aktif dari siswa, sehingga disini peran guru berubah, dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan
fasilitator belajar siswa. Pembelajaran konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu :
1 Berkaitan dengan prakonsepsi atau pengetahuan awal 2 Mengandung kegiatan pengalaman nyata
3 Melibatkan interaksi sosial 4 Terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan
2.1.5 Pembelajaran
Pembelajaran merupakan salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi belajar siswa. Menurut Briggs dalam Rifa’i dan Anni
2010:191-192 pembelajaran adalah seperangkat peristiwa events yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu
memperoleh kemudahan. Seperangkat peristiwa itu membangun suatu pembelajaran yang bersifat internal jika peserta didik melakukan self
instruction dan disisi lain kemungkinan juga bersifat eksternal, yaitu jika bersumber antara lain dari pendidik. Jadi teaching itu hanya merupakan
sebagian dari instruction, sebagai salah satu bentuk pembelajaran. sedangkan Sanjaya 2007:103 menyatakan bahwa mengajar dalam
konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekadar menyampaikan materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses mengatur
lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang demikian sering diistilahkan dengan pembelajaran.
Pembelajaran berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan mempelajari. Perbedaan esensil istilah ini dengan pengajaran
adalah pada tindak ajar. Pada pengajaran guru mengajar, peserta didik belajar, sementara pada pembelajaran guru mengajar diartikan sebagai
upaya guru mengorganisir lingkungan terjadinya pembelajaran. Guru mengajar dalam perspektif pembelajaran adalah guru menyediakan
fasilitas belajar bagi peserta didiknya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek pembelajaran adalah peserta didik. Pembelajaran berpusat pada peserta
didik. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran merupakan proses organik dan konstruktif, bukan mekanis seperti halnya pengajaran
Suprijono2011:13. Kontruksi pengajaran banyak menuai kritik. Pengajaran dipandang hanya
melahirkan individu-individu berjiwa nekrofili. Implikasi lebih jauh adalah pada saatnya nanti, peserta didik akan benar-benar menjadikan diri mereka sebagai
duplikasi guru mereka dulu Suprijono,2011:12.
2.2 Hasil Belajar 2.2.1 Pengertian Hasil Belajar