I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak dekade terakhir, perubahan lingkungan menjadi salah satu isyu utama dalam pembangunan. Sejalan dengan menguatnya isyu tersebut dan kekhawatiran
terhadap dampak negatif yang ditimbulkan, maka sejumlah ahli, peneliti dan pemer- hati lingkungan melakukan kajian terkait dengan perubahan lingkungan global. Hasil
kajian yang telah dilakukan oleh Kalthoff et al. 1999, Pielke 2001, Twine et al. 2004, dan Tomo’omi Kumagai et al.2004, secara umum dapat disimpulkan bahwa
perubahan lingkungan global memiliki keterkaitan dengan adanya gangguan pada sistem pemindahan energi dan massa antara bumi dengan atmosfir. Penyebab dari
gangguan tersebut dideskripsikan menjadi dua yaitu i alih fungsi lahan dan ii produksi gas rumah kaca.
Deforestasi merupakan bentuk alih fungsi lahan yang banyak mendapat per- hatian karena diposisikan sebagai salah satu penyebab perubahan lingkungan
global. Ini dapat dipahami, karena hutan memiliki peranan strategis terhadap lingkungan biofisik. Choudhury et al. 1998 menegaskan bahwa hutan tropika
memiliki pengaruh nyata terhadap iklim global dan siklus air global. Selain itu hutan tropika memiliki peranan penting terhadap siklus karbon di alam, karena mampu
menyimpan karbon yang mencapai 81 dari karbon yang ada di alam termasuk 28 yang disimpan dalam tanah Salomon et al. 1993. Pandangan lain yang me-
nyatakan bahwa perubahan lingkungan global berawal dari terjadinya pemanasan global sebagai akibat peningkatan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfir. Secara
teoritis, berdasarkan sifat dari gas tersebut maka keberadaan gas rumah kaca di atmosfir memungkinkan terjadi perubahan pada pertukaran dan pemindahan energi
dan radiasi sehingga menimbulkan efek pada neraca radiasi dan energi. Kedua pandangan di atas menunjukkan bahwa perubahan lingkungan global, merupakan
masalah internasional sehingga penanganannya diperlukan keterlibatan banyak pihak. Karena itu perubahan lingkungan global menjadi agenda politik internasional
dengan dibentuknya UNFCCC United Nation Framework on Climate Change Conference dengan pertemuan akbar tahunannya, seperti COP 13 Desember 2007
di Bali. Berbagai upaya yang dilaksanakan untuk menyamakan presepsi tentang masalah tersebut termasuk langkah dan strategi, baik dalam konteks adaptasi
maupun mitigasi terhadap perubahan lingkungan global.
2
Laporan FAO 1993 menunjukkan bahwa secara global luas permukaan bumi yang saat ini yang masih tertutupi oleh hutan tinggal 12 . Khusus di Indonesia
sejak tahun 1990 – 2000 rata-rata deforestasi setiap tahun mencapai 1,3 juta ha. atau 1,2 dari luas hutan yang ada dan selama periode tersebut laju deforestasi
mencapai 0,2 per tahun FAO 2003. Data Badan Planologi Kehutanan 2000 menunjukkan luas hutan daratan di Indonesia saat ini hanya 104,89 juta ha tidak
termasuk SUMUT, Riau dan Kalimantan Tengah. Sedangkan ketiga provinsi tersebut sesuai dengan TGHK tahun 1999, luas hutannya mencapai 18,49 juta ha.
Secara teoritis perubahan penggunaan lahan menyebabkan perubahan sifat dan karakter permukaan. Rangkaian perubahan yang terjadi pada perubahan
penggunaan lahan memungkinkan terjadi gangguan pada sistem pertukaran dan atau pemindahan energi, dan massa antara permukaan yang bersangkutan dengan
lingkungannya. Kondisi ini berdampak pada perubahan fungsi hidrologi dan fungsi meteorologi yang pada akhirnya akan menimbulkan dampak pada kondisi
lingkungan yang lebih luas, antara lain banjir, kekeringan, longsor, udara panas dan kering serta degradasi biodiversiti.
Secara mekanistik curah hujan yang diterima oleh vegetasi akan mengalami satu atau lebih dari daur hidrologi berikut yaitu:
a.
diteruskan ke tanah melalui tajuk atau celah tajuk curahan tajuk
b.
diteruskan ke tanah melalui batang aliran batang dan
c.
dievaporasikan ke atmosfir sebelum mencapai permukaan tanah intersepsi Ketiga proses tersebut menunjukkan bahwa keberadaan vegetasi pada suatu per-
mukaan berpengaruh pada: a. Aspek hidrologi, berupa
1 Jumlah hujan yang tiba di permukaan tanah 2 laju penerimaan hujan yang tiba di permukaan tanah
3 Kandungan energi kinetik curah hujan 4 Distribusi pembasahan permukaan tanah
5 Menghambat transpirasi tetapi meningkatkan evapotranspirasi b. Aspek meteorologi terjadi pertukaran energi dan pemindahan massa antara
sistem vegetasi dengan lingkungannya. Pengaruh lain yang potensil terjadi akibat perubahan sifat dan karakter permukaan
adalah respon permukaan terhadap dinamika radiasi dan energi akibat dari perubahan albedo dan sifat termal.
3
Uraian di atas menggambarkan bahwa deforestasi akan menimbulkan masalah yang kompleks tidak hanya pada prilaku air yang tiba di lantai hutan tetapi juga
berdampak pada pemindahan energi dan massa. Intersepsi hujan merupakan bagian dari komponen hidrologi yang potensial mengalami perubahan akibat perubahan sifat
dan karakter permukaan yang ditimbulkan dari alih fungsi lahan. Proses fisik ini merupakan kehilangan air hujan yang diterima oleh vegetasi karena dievaporasikan
sebelum mencapai lantai hutan. Karena itu perubahan nilai intersepsi hujan selain berpengaruh pada prilaku air yang akan mencapai lantai hutan juga berdampak pada
pertukaran dan aliran energi antara hutan dengan lingkungan atmosfirnya. Kajian intersepsi hujan dalam konteks hidrologi telah banyak dilakukan, seperti pengukuran
intersepsi hujan yang dilakukan oleh Matthieu 1867-1877 sebagaimana yang dicatat oleh Andreassian 2004, Horton 1919 diacu dalam Price dan Moses 2003
dan Zinke 1967 diacu dalam Ramirez dan Senarath 1999 dan Xio et al. 2000. Kemajuan yang dicapai pada penelitian intersepsi hujan telah memberikan
kontribusi pada ilmu pengetahuan terutama pengayaan metode pengukuran dan pendugaan intersepsi yang diformulasikan dalam bentuk hubungan empris antara
intersepsi hujan dengan jeluk hujan. Aspek peraktis dari hasil penelitian intersepsi hujan telah memberikan manfaat penting terhadap pengelolaan sumber daya air. Ini
dapat dipahami karena hasil yang diperoleh telah mampu memberikan informasi tentang besaran kuantitatif air hujan yang tiba di permukaan tanah. Disadari bahwa
hasil yang diperoleh dari kajian tersebut masih sangat terbatas dan orientasi kajian lebih dominan pada penentuan besaran kuantitatif intersepsi hujan. Formulasi
pendugaan intersepsi hujan dalam bentuk hubungan empris antara intersepsi hujan dengan curah hujan memiliki kelemahan, diantaranya bahwa intersepsi hujan pada
suatu permukaan hanya ditentukan oleh jeluk hujan sebagai input sedangkan karakter dan sifat dari permukaan yang mengintersepsi hujan diabaikan.
Pengukuran curah hujan yang tiba dipermukaan tanah curah tajuk dan aliran batang menunjukkan adanya variasi nilai dalam skala ruang dan waktu serta objek
vegetasi. Agihan hujan yang diterima oleh vegetasi jika dipandang sebagai proses in put - out put, sebagai input adalah curah hujan P dan out put adalah aliran batang
Sf, curahan tajuk Tf dan intersepsi Ic maka prilaku out put dipengaruhi oleh sifat hujan dan karakter vegetasi. Horton 1919, diacu dalam Ramirez dan Senarath 1999;
Price dan Moses 2003 mengemukakan bahwa intersepsi hujan berkaitan erat dengan kapasitas intersepsi yang dipengaruhi oleh sifat tajuk dan tegangan per-
mukaan air. Kapasitas intersepsi merupakan salah satu parameter intersepsi yang
4
menggambarkan tentang volume maksimum air hujan yang dapat tersimpan baik pada tajuk maupun pada batang. Pandangan ini telah diadopsi oleh Gash yang
menetapkan besaran curah hujan yang dapat menjenuhkan tajuk Pg. Parameter ini merupakan fungsi dari jeluk hujan dan fraksi penutupan tajuk sebagai representasi
dari sifat fisik tajuk. Selanjutnya Gash membagi curah hujan P menjadi dua yaitu i PPg dan ii PPg yang kemudian nilai intersepsi hujan pada masing masing
kelompok curah hujan dihitung secara terpisah sebagai komponen intersepsi. Uraian di atas menjadi suatu petunjuk bahwa variasi nilai intersepsi hujan
antara satu dengan lainnya berkaitan dengan sifat hujan dan karakter fisik vegetasi. Hal ini sekaligus menjadi justifikasi bahwa perubahan penggunaan lahan akan ber-
dampak pada karakter fisik penutupan permukaan sehingga mempengaruhi agihan hujan yang diterimanya.
Aspek fisika dari intersepsi hujan merupakan pemindahan massa air hujan yang diterima vegetasi ke atmosfir sebelum mencapai lantai hutan atau permukaan tanah.
Proses fisik ini memerlukan energi untuk merubah massa air ke bentuk uap sehingga intersepsi hujan memiliki keterkaitan dengan pertukaran dan pemindahan
energi. Dalam koteks ini, hilangnya sebagian curah hujan yang tiba di lantai hutan akibat intersepsi pada perinsipnya merupakan proses evaporasi. Karena itu kajian
tentang intersepsi hujan dalam konteks hidrometeorologi menjadi penting untuk menemukan fakta empris peranan hutan terhadap lingkungan biofisik melalui aliran
massa dan dinamika energi. Menyikapi peranan strategis hutan terhadap kondisi lingkungan maka tekanan
dunia internasional semakin menguat terhadap negara tropis untuk menjaga dan mempertahankan sumber daya hutan, di sisi lain tekanan terhadap sumber daya
alam tersebut juga semakin kuat sebagai konsekuensi logis dari pertambahan jumlah penduduk dan kebutuhan pembangunan. Kedua bentuk tekanan tersebut yang
bersifat antagonis, memerlukan strategi pengelolaan sumber daya hutan yang dapat mempertahankan fungsi ekologi guna memperoleh manfaat luas secara sustainable.
Berkaitan dengan ini, banyak pihak menaruh perhatian terhadap pengelolaan sumber daya hutan di kawasan tropis seperti halnya kerjasama internasional dalam
bidang penelitian antara Indonesia dengan German pada penelitian Stability of rainforest margin STORMA di Taman Nasional Lore Lindu Propinsi Sulawesi
Tengah .
Berbagai topik yang menjadi objek penelitian, diantaranya water, carbon and nutrient turnover. Falk et al. 2005 yang memfokuskan penelitiannya pada pase I
STORMA tentang pertukaran energi dan massa antara atmosfir dengan ekosistem
5
tropis dengan metode eddy korelasi. Salah satu hasil yang dilaporkan bahwa aliran latent heat pada perkebunan kakao lebih kecil dari aliran sensible heat. Proses fisik
ini menggambarkan bahwa energi yang tersedia pada perkebunan kakao dominan dipergunakan untuk pemanasan udara dibandingkan dengan pemindahan massa air
ke atmosfir. Peneliti lain yang memfokuskan pada intersepsi hujan melaporkan bahwa bentuk penggunaan lahan berpengaruh nyata terhadap jumlah air hujan yang
tiba dipermukaan tanah akibat intersepsi hujan. Secara spesifik dilaporkan bahwa intersepsi hujan pada hutan jauh lebih besar dibandingkan dengan intersepsi hujan
pada perkebunan kakao dan hutan sekunder Anwar, 2004. Aspek praktis dari hasil kedua penelitian ini adalah alih fungsi hutan menjadi perkebunan kakao berpotensi
menimbulkan pemanasan udara di satu sisi, di sisi lain meningkatkan porsi hujan yang mencapai di permukaan tanah sehingga berpotensi menimbulkan banjir. Melalui
kerjasama penelitian STORMA dengan dukungan peralatan yang dimiliki oleh STORMA khususnya berupa tower pengamatan cuaca setinggi 70 m di dalam hutan
maka dilakukan kajian intersepsi hujan pada hutan sebagai satu kesatuan proses hidrologi yang mengintegrasikan antara aspek hidrologi dan meteorologi. Penelitian
ini sekaligus untuk melengkapi informasi yang belum tersedia dari kedua penelitian di atas.
1.2 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.2.1 Tujuan