22
Pengertian dari soil heat flux adalah sejumlah energi radiasi surya yang sampai
pada permukaan tanah dan digunakan untuk berbagai proses fisik dan biologi tanah. Bentuk aliran energi ini adalah konduksi yang dapat bersifat fositif dan negatif. Pada
kondisi suhu permukaan yang lebih tinggi dari lapisan di bawahnya menyebabkan aliran energi menuju ke lapisan tanah lebih dalam, sebaliknya bila suhu permukaan
lebih rendah dari suhu tanah lapisan yang dalam, maka aliran menuju ke permukaan http:www.uwsp.edugeo
. Faktor utama yang mempengaruhi aliran energi ini adalah i gradian suhu antara permukaan tanah dengan lapisan di bawahnya, ii kapasitas
panas, dan iii sifat konduktivitas Snyder dan Paw 2001. Nilai aliran energi ini ke tanah umumnya kecil terutama untuk daerah yang
ditutupi vegetasi sehingga sangat sulit dilakukan pengukuran yang sederhana. Oleh karena itu nilai ini biasanya diasumsikan sama dengan 0,1 Rn untuk siang hari dan
0,5 Rn untuk malam hari FAO. 1998
2.6. Neraca Energi Bowen Ratio NEBR.
Neraca energi Bowen Ratio dikembangkan oleh Ira S.Bowen 1898-1973 di American Astrophysicist. Pendekatan ini mencoba mengabaikan adanya tahanan
aerodinamik pada aliran energi, selain itu kondisi atmosfer diasumsikan netral. Pen- dekatan ini awalnya dipergunakan untuk mengkaji hubungan antara tanaman dan air
seperti yang dilakukan oleh Fritschen 1966; Malek et al. 1992; Wight et al. 1993;
Grant and Meinzer 1991; Todd et al. 1996, diacu dalam Todd et al. 2000. Setelah
dilakukan pengujian dengan metode lain maka Todd et al. 2000 berpendapat
bahwa metode ini dapat digunanakan untuk mengkaji aliran energi. Penggunaan metode ini untuk mengkaji aliran energi, dapat dinilai sebagai metode tidak langsung
karena aliran energi dihitung dari komponen meteorologi lainnya yaitu suhu dan tekanan uap. Selain itu dibutuhkan nilai energi yang tersedia Rn dan energi yang
tersimpan pada tanah G. Ditinjau dari kebutuhan data pada metode ini, maka metode ini dapat dinilai sederhana. Akan tetapi berdasarkan asumsi yang digunakan
maka kesederhanaan metode ini sekaligus menjadi kelemahan. Bowen ratio secara sederhana merupakan ratio antara
sensible heat H dengan
latent heat LE Ohmura 1982 dan Perez et al. 1999.
z e
z t
K K
w h
∂ ∂
∂ ∂
⎟⎟ ⎠
⎞ ⎜⎜
⎝ ⎛
= =
LE C
LE H
p
ρ β
.......................... 4a
23
e T
maka K
K LE
C
w h
p
Δ Δ
= =
= γ
β ρ
γ ;
………………. 4b
Dimana ΔT
: Perbedaan suhu pada dua ketinggian Δe
: Perbedaan tekana uap pada dua ketinggian γ
: tetapan psikrometer, K
h
: koofisien difusi untuk perpindahan golak pada bahang K
: koofisien difusi untuk perpindahan air
w :
ρ : kerapatan
udara Nobel 1999
dalam http:www.plantphys.net
melaporkan bahwa nilai Bowen ratio untuk hutan tropika basah adalah 0,2 sedangkan hutan di daerah temperate dan
padang rumput nilai Bowen rationya adalah 0,4 - 0,8. McCaughly 1985 melaporkan hasil penelitiannya yang dilaksananakan di Petawawa National Forest Institute,
Ontario bahwa nilai Bowen ratio pada hutan adalah 0.2. Dua laporan di atas menggambarkan bahwa limpahan
sensible heat pada hutan porsinya lebih kecil dari limpahan
sensible heat pada padang rumput. Dibandingkan dengan nilai Bowen ratio pada perkebunan kakao di sekitar Taman Nasional Lore Lindu yang dilaporkan oleh
Falk et al. 2005 yakni
≈ 1, maka nilai ini jauh lebih tinggi dari nilai Bowen ratio pada hutan primer dan sekunder. Laporan ini juga mengindikasikan bahwa pada
perkebunan kakao suhu udara pada bondary layers adalah tinggi dibandingkan
dengan hutan. Informasi penting dari hasil penelitian di atas adalah konversi hutan menjadi perkebunan kakao memungkinkan terjadi pemanasan udara.
III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian