Analisis Implementasi Intersepsi Hujan dan Pengaruhnya terhadap Pemindahan Energi dan Massa pada Hutan Tropika Basah Studi Kasus Taman Nasional Lore Lindu

99 kanopi mengalami defisit latent heat mencapai 1,66 Wm2 atau 0,54 Rn. Gambar 52c dan 52d. Diurnal simpanan energi disajikan pada Lampiran 16.

5.14. Analisis Implementasi

Intersepsi hujan yang diperloeh pada penelitian in adalah sebanyak 36,34 maka dapat diartikan bahwa keberadaan hutan dengan kondisi seperti saat pengukuran menyebabkan jumlah hujan yang mencapai permukaan tanah berkurang sebanyak 36,34 dari curah hujan yang diterima pada kanopi. Di sisi lain karákter fisik vegetasi hutan saat ini yang direpresentasikan dari luas tajuk, ILD dan penutupan permukaan memungkinkan lantai hutan terlindungi dari daya dispersi hujan erosivitas. Penelitian sebelumnya dari sub goup B2 pada fase I mendapatkan intersepsi hujan pada hutan skunder yaitu 23,5 dan berubah menjadi 8,8 pada agroforestri kakao umur 8 -12 tahun. Kedua hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa keberadaan Taman Nsional Lore Lindu memiliki peranan penting terhadap sistem hidrologi sehingga gangguan terhadap kondisi biofisik yang menyebabkan perubahan sifat dan karákter permukaan akan berpotensi merubah karakter air permukaan baik kuantitas maupun regimen aliran. Secara kuantititatif kondisi ideal yang diharapkan adalah perbedaan antara debit maksimum dan debit m, tidak nyata dipengaruhi oleh hujan. Terkait dengan uraian di atas maka dapat didiskripsikan sebagai berikut: Perambahan hutan yang menyebabkan hutan primer menjadi hutan sekunder memungkinkan jumlah air hujan yang tiba dipermukaan tanah mengalami peningkatan. Setiap terbentuk 1 ha hutan sekunder akibat gangguan pada minimu a. hutan primer berpotensi meningkatkan curah hujan yang mencapai permukaan tanah rata-rata per bulan sebanyak 1963,5 m 3 atau rata-rata 122,72 m 3 per hari hujan. b. Setiap 1 ha hutan primer yang dikonversi menjadi perkebunan kakao pada dengan jarak tanam 3x3 m maka pada umur 8 – 12 tahun akan meningkatkan curah hujan yang mencapai permukaan tanah rata-rata sebanyak 4.131 m 3 per bulan. Memperhatikan laja pertumbuhan tanaman perkebunan terkait dengan penutupan permukaan dan konsumsi air maka dapat dipastikan bahwa pada umur 8 tahun potensi peningkatan air hujan yang mencapai permukaan lebih besar dari 4.131 m 3 per bulan. Sedangkan jika alih fungsi lahan dari hutan skunder menjadi agroforestri kakao maka berpotensi meningkatkan curah hujan 100 yang mencapai di permukaan tanah sebanyak 2205 m 3 per bulan atau 137,81 m 3 per hari hujan Permasalahan yang ditimbulkan akibat peningkatan curah hujan yang mencapai per- erius ketika curah hujan meningkat baik jeluk maupun i p T D m s k s L J h d v G K kan menunjukkan nilai bowen ratio ~ 1. D n pada rump perub energ air melalui aliran energi latent heat pada proses evaporasi dan transpirasi. Akibat dari k boun akiba degra dijadi Lore mukaan tanah akan semakin s ntensitasnya karena berpotensi menimbulkan bencana banjir. Perubahan perilaku air ada sistem permukaan akibat alih fungsi hutan sesungguhnya sudah terjadi di aman Nasional Lore Lindu. Akibat perambahan hutan di kawasan Dongi-dongi sub AS Sopu DAS Palu yang diikuti dengan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian enyebabkan banjir banda debris flow tahun 2004. Dampak yang ditimbulkan akan emakin kompleks karena sudah berkaitan dengan masalah sosial termasuk erusakan inpra sruktur jalan dan jembatan serta prasarana dasar lainnya. Hal erupa juga terjadi di Sub DAS Palu Timur tepatnya di Kawasan Sibalaya dan ambara yakni banjir banda debris flow yang terjadi pada tahun pada Juni dan uni tahun 2005 setelah daerah hulu mengalami gangguan baik karena pengambilan asil hutan maupun pembukaan lahan perkebunan. Tanpa mengesampingkan ampak lain yang ditimbulkan akibat bencana Sibalaya maka salah satu parasarana ital di bidang pertanian yang mengalami kerusakan berat adalah jaringan irigasi umbasa. Hasil penelitian group B1 STORMA yang dilakukan pada pase I di perkebunan akao di Kawasan Nopu menunjuk iba dingkan dengan nilai bowen ratio hutan dan padang rumput yang diperoleh penelitian ini adalah masing-masing 0,1- 0,3 pada hutan dan 1,4 pada padang ut. Informasi tentang nilai bowen ratio di atas menggambarkan bahwa ahan penggunaan lahan dari hutan ke bentuk lainnya menyebabkan aliran i untuk pemanasan udara lebih besar dibandingkan dengan pemindahan massa ondisi teresebut dapat menyebabkan cekaman panas pada lapisan perbatas dary layer. Kedua dampak dari perubahan lingkungan di atas berpotensi terjadi t deforestasi dan degradasi hutan. Kondisi ini selanjutnya menyebabkan dasi biodivesiti menjadi ancaman yang memerlukan perhatian secara serius. Berdasarkan uraian di atas maka beberapa hal strategis yang dapat kan acuan pada pengelolaan hutan dan secara khsus pada Taman Nasional Lindu, yaitu : 101 a. M h nnya karena akan meningkatkan curah hujan yang mencapai ingan ekonomi. Selain itu pada perencanaan hendaknya memperhitung- engendalikan usaha atau kegiatan yang berpotensi menyebabkan alih fungsi utan ke bentuk lai permukaan tanah sehingga berpotensi menimbulkan bencana banjir. b. Mengaktifkan usaha konservasi yang potensil memulihkan penutupan permukaan oleh vegetasi yang memiliki variasi strata, terutama di kawasan Dongi-dongi, Lembah Napu antara lain daerah Wanga dan Wasa dan Talabosa yang merupakan daerah tangkapan DAS Puna, Kecamatan Lore Utara. Adapun di Daerah Kecamatan Lore Tengah dintaranya Kawasan Torire dan Lembah Besoa. Upaya tersebut tidak hanya memperbaiki sistem tata air tetapi juga dapat mengendalikan pemanasan udara sebagai efek dari aliran latent heat. c. Pemilihan teknologi pada program GNRHL yang dicanangkan oleh pemerintah maka disarankan agar tanaman yang dipergunakan berorientasi pada pembentukan penutupan permukaan oleh vegetasi pohon yang memiliki variasi strata. d. Penataan sistem pertanaman pada pembangunan hutan rakyat baik jenis maupun densitasnya dengan menyelaraskan aspek lingkungan biofisik dan kepent kan perubahan penutupan permukaan yang tidak nyata berkurang saat dilaku- kan pemanenan. VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan