12
Penelitian di lembah Yass Australia menunjukkan bahwa kapasitas intersepsi tanaman
eucalyptus dan cemara adalah 1,7 dan 2 mm Crockford dan Richardson, 1990. Kapasitas tajuk merupakan volume maksimum air yang dapat tersimpan baik
pada tajuk S maupun pada batang St. Fleischbein et al. 2005 mencatat hasil
penelitian yang menetapkan nilai parameter kapasitas tajuk dan porositas tajuk khususnya untuk hutan pegunungan dataran rendah di berbagai negara, yang
ditunjukkan pada Tabel 1.
2.3. Pendugaan Intersepsi Hujan
Intersepsi hujan sesungguhnya tidak dapat diukur langsung di lapangan, karena itu yang diukur di lapangan adalah i curah hujan yang diterima tajuk P dan
ii curah hujan yang tiba di permukaan tanah Pn meliputi a curahan tajuk Tf dan b aliran batang Sf. Nilai intersepsi hujan diduga melalui selisih antara curah
hujan yang tiba di permukaan tanah dengan curah hujan yang diterima tajuk Rutter diacu dalam Monteith 1975. Uraian ini menggambarkan bahwa untuk menduga
intersepsi hujan maka faktor-faktor yang mempengaruhi nilai curahan tajuk dan aliran batang perlu mendapat perhatian serius.
Pengukuran agihan hujan merupakan kegiatan yang rumit dan memerlukan waktu yang lama. Di sisi lain data ini memiliki arti penting pada perencanaan dan
pengelolaan sumber daya air. Permasalahan ini mendorong banyak pihak mengem- bangkan konsep pendugaan intersepsi hujan. Pendekatan klasik dari pendugaan
intersepsi hujan yang umum dilakukan adalah mengintegrasikan antara komponen in
put jeluk hujan dengan komponen out put curah hujan neto atau nilai intersepsi melalui hubungan empiris. Informasi yang dapat diperoleh dari hasil pendekatan ini
adalah sangat minim yakni hanya menjelaskan porsi hujan yang hilang dan yang tiba di permukaan tanah baik pada setiap kejadian hujan maupun untuk skala waktu
tertentu Konsekeuensi logis dari informasi tersebut maka pemanfaatannya juga terbatas dan menjadi sulit digunakan untuk kepentingan yang lebih luas seperti
perencanaan dan pengelolaan sumber daya air suatu kawasan atau DAS. Kelemahan pendekatan di atas diapresiasi oleh beberapa ahli untuk mencari
solusinya, diantaranya Gash 1979 yakni melakukan pengkajian dan pengembang- an model pendugaan intersepsi hujan yang mengintegrasikan antara komponen
fisik dan komponen biologi yang kemudian mengidentifikasi secara terpisah pengaruh masing-masing faktor tersebut terhadap intersepsi hujan. Hasil yang di-
peroleh kemudian dikenal sebagai model Gash 1979. Dibandingkan dengan
13
Tabel 1. Kapasitas S dan porisitas tajuk p diacu dalam Fleischbein et al., 2005
No S p
Negara vegetation Sumber
1 1.91 0-8.01
Gash dan Morton, 1978 0.42 0.14-0.98
Jackson, 1975 Ecuador
Lower montane forest
This study, dry weeks
2 2.46 0 – 10.33
Gash model 0.63 0.52-0.98
Gash model Ecuador
Lower mpntane forest
All weeks
3 1.15
Gash and Morton,1978 0.23
Jackson 1975 Puerto Rico
Lower montane rain forest
Schellekens et al.1990
4 5.57
Gash model -
Puerto Rico Lower montane rain
forest Schellekens
et al 1990
5 3.5
regresi Tf dg P -
Costa Rica Montane cloud
forest Kohler 2002
6 1.30 – 1.57
Gash model 0.05 – 0.13
Gash model Jamica
Upper montane cloud forest
Hafkensheid 2000
7 0.89
Perhitungan untuk setiap kejadian hujan
SfP ratio Tamzanaia
Upper montane forest
Jackson 1975
13
14
Lanjutan Tabel 1. No S
p Negara
vegetation Sumber 8 -
0.52 -0.54 Rutter
et al. 1971 Colombia
Upper montane cloud forest
Vebeklaas and van Ek 1990
9 0.04 -1.39
Regresi Tf dan P 0.83 – 1.01
Regresi Tf dan P Indonesia
Low land rainforest Asdak,
et al., 1998
10 0.1 Assigned
0.05 Assined after Gash
an Morton, 1978 Brunei
Lowland rainforest Dykes, 1997
11 1.6 – 8.3
Rainfall simulator Australia
Tropical rainforest Herwitz 1985
0.39 Regresi Tf dengan P
Australia Crockford and Richardson 1990
Eucalyptus 12
14
15
model klasik maka model Gash dapat dinilai lebih maju karena informasi yang diperoleh dari model ini lebih banyak dan memungkinkan untuk diekstrapolasi untuk
daerah lain. Kelemahan dari model ini seperti yang dikemukakan pada poin 2.1 yakni penetapan parameter curah hujan yang dibutuhkan untuk menjenuhkan tajuk. Pada
parameter ini tajuk hanya diasumsikan dua dimensi. Asumsi ini berarti bagian tajuk yang membutuhkan penjenuhan hanya bagian permukaan tajuk yang menerima
langsung hujan. Akan tetapi faktanya tidak demikian karena bagian hujan yang lolos dari permukaan tajuk akan menjadi input pada lapisan di bawahnya. Ini berarti
penggunaan luas tajuk sebagai representasi dari penutupan permukaan atau kondisi vegetasi masih dinilai lemah karena tajuk memilki tiga dimenasi. Karena itu fraksi
penutupan tajuk merupakan fungsi dari ILD. Revisi model Gash 1995 yang merupa- kan penyempurnaan dari model Gash 1979. Konsekuensi dari perubahan fraksi
penutupan tajuk pada revisi model Gash 1995 berdampak pada penetapan besaran kuantitatif parameter intersepsi khususnya nilai curah hujan yang diperlukan untuk
menjenuhkan tajuk Pg. Akibat dari perubahan parameter Pg’ maka selanjutnya mempengaruhi komponen intersepsi hujan seperti jeluk hujan yang dapat men-
jenuhkan tajuk m, jeluk hujan yang tidak menjenuhkan tajuk n dan evaporasi tajuk selama hujan berlangsung E. Perubahan ini selanjutnya mempengaruhi nilai
intersepsi hujan Ic. Revisi model Gash 1995 mendapat banyak respon positif dari peneliti hidrologi dan menilainya lebih realistis dibandingkan dengan model Gash
1979 dan memungkinkan digunakan lebih luas. Asumsi-asumsi utama yang disederhanakan oleh Gash, sebagai berikut :
a. Pola distribusi hujan dalam bentuk hujan terus-menerus dengan interval periode tidak hujan cukup lama, sehingga memungkinkan tajuk dan batang pohon menjadi
kering, b. Kondisi meteorologi selama terjadi penjenuhan tajuk, dianggap sama untuk semua
hujan, artinya bahwa rata-rata kondisi hujan dan evaporasi dapat mewakili seluruh data hujan dan evaporasi yang ada, dan
c. Bahwa tidak ada penetesan air yang lolos selama proses penjenuhan tajuk dan jumlah air pada tajuk setelah hujan akan cepat berkurang antara 20 – 30 menit
sampai tercapai nilai daya tampung air yang terkecil.
2.4. Dinamika Energi