1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Berdasarkan naskah lampiran peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor
22 tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 mengenai standar isi, disebutkan bahwa
pendidikan nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mengemban fungsi tersebut,
pemerintah menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam di dalam Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Permendiknas 2006: 1. Sistem Pendidikan Nasional merupakan integrasi dari komponen-komponen
pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Di dalamnya terdapat segala sesuatu yang mengatur proses pelaksanaan
pendidikan di Indonesia. Hakikat pendidikan berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional pada Bab I Ketentuan Umum
Pasal 1 yaitu: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif
2 mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan
negara. Usaha-usaha tersebut diwujudkan dalam berbagai bentuk jalur pendidikan.
Jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal, informal, maupun nonformal. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan. Pendidikan formal adalah jalur pendidikan
yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Kegiatan pendidikan jalur formal terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Berdasarkan Bab IV Pasal 6 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional,
setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang
melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar SD dan madrasah ibtidaiyah MI atau bentuk lain yang sederajat, serta sekolah
menengah pertama SMP dan madrasah tsanawiyah MTs, atau bentuk lain yang sederajat. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat 10 mata
pelajaran yaitu Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya,
Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan, dan Muatan Lokal. Di dalam naskah lampiran peraturan Menteri Pendidikan Nasional 2006:
416 ditegaskan bahwa mata pelajaran Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam
berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Untuk menguasai dan
3 menciptakan teknologi di masa depan, diperlukan penguasaan matematika yang kuat
sejak dini. Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari Sekolah Dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis,
analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola,
dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif.
Pada proses pembelajarannya, siswa masih kurang bisa menyesuaikan diri pada kondisi pembelajaran yang cenderung bersifat kaku dan didominasi oleh guru.
Oleh karena itu, seorang guru harus lebih kreatif dan inovatif dalam membelajarkan Matematika kepada siswa, misalnya dalam menggunakan permainan atau games dan
media pembejaran. Permainan merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan dunia anak-anak. Mereka memiliki ketertarikan yang tinggi akan hal tersebut.
Melalui permainan, siswa akan terbawa dalam suasana yang menyenangkan sambil mempelajari suatu materi. Siswa tidak akan merasa terbebani dalam belajar ketika
pembelajaran yang dirancang guru disesuaikan dengan karakteristik perkembangan mereka.
Namun pada kenyataannya, pembelajaran di SD pada umumnya masih menerapkan model pembelajaran konvensional. Bernero 2000 dalam Hillen dan
Leigh 2006: 4 mengungkapkan pendapat mengenai pembelajaran konvensional melalui pernyataan berikut ini “Traditional teaching in math classrooms has focused
on ‘teacher talks–students listen’. Learning in this manner tends to be very passive and memory-based, making low cognition demands on learners
”
. Pendapat Bernero tersebut dapat diartikan bahwa pembelajaran Matematika yang menggunakan model
4 konvensional terfokus pada guru yang berbicara dan siswa yang mendengarkan.
Pembelajaran seperti ini cenderung sangat pasif dan bersifat hafalan, serta membuat rendahnya perkembangan kognisi siswa. Akibatnya, Matematika dianggap sebagai
salah satu mata pelajaran di SD yang sulit, minat siswa rendah, dan capaian hasil belajar siswa kurang maksimal, termasuk hasil belajar siswa pada materi Bangun
Datar. Berdasarkan Permendiknas 2006:
417
, ruang lingkup mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SDMI meliputi aspek-aspek sebagai berikut: 1
Bilangan; 2 Geometri dan pengukuran; dan 3 Pengolahan data. Pembelajaran Geometri di kelas III SD bertujuan untuk menanamkan konsep Bangun Datar. Untuk
membantu siswa memahami konsep tersebut, guru membutuhkan media dan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik perkembangan mereka.
Pengamatan dan wawancara yang peneliti lakukan dengan guru kelas III SD Negeri Randugunting 3, pada 8 Januari 2013, dapat disimpulkan bahwa dalam
pembelajaran Geometri, guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini menyebabkan ada beberapa siswa
yang nilainya belum melampaui Kriteria Ketuntasan Minimal KKM. KKM yang ditetapkan untuk mata
pelajaran Matematika yaitu 68. Oleh karena itu, diperlukan suatu inovasi pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi serta karakteristik perkembangan
siswa, sehingga siswa dapat belajar dalam suasana yang menyenangkan dan berpartsipasi aktif dalam proses pembelajarannya.
Masalah di atas dapat diatasi dengan menerapkan model pembelajaran yang lebih tepat. Penggunaan model pembelajaran harus disesuaikan dengan materi dan
karakteristik siswa. Model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik mereka yang senang bermain salah satunya yaitu model pembelajaran kooperatif tipe make a
match. Selain itu, model pembelajaran kooperatif tipe make a match
juga sesuai
5 untuk semua tipe gaya belajar siswa, yaitu tipe belajar visual, auditorial, dan
kinestetik. Model pembelajaran kooperatif tipe make a match dikembangkan oleh Lorna
Curran 1994. Model pembelajaran kooperatif tipe make a match membuat pasangan memiliki keunggulan, yaitu melalui model ini siswa dapat mencari
pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan Rusman 2011: 223.
Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe make a
match dibandingkan dengan model pembelajaran konvensional pada pembelajaran
Matematika materi Bangun Datar, dengan judul “Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match terhadap Peningkatan Hasil Belajar Matematika pada
Materi Bangun Datar Siswa Kelas III Sekolah Dasar Negeri Randugunting 3 Kota Tegal”.
1.2 Identifikasi Masalah