Kesimpulan Diskusi KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Pada bab 5 peneliti akan memaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian, yaitu kesimpulan, diskusi, dan saran.

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian dan didapatkan hasil-hasil yang kemudian analisis oleh peneliti, didapatkan kesimpulan yang juga merupakan jawaban dari permasalahan penelitian. Peneliti akan memaparkannya pada penjelasan berikut ini. Berdasarkan hasil analisis data penelitian maka kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini adalah: “Ada pengaruh yang signifikan dari waypower, willpower, coping religius positif, coping religius negatif, information support, emotional support, affectionate support, positive social interaction, tangible support, usia dan fase rehabilitasi terhadap posttraumatic growth pada recovering addict H ditolak.” Berdasarkan proporsi varians seluruhnya, seluruh IV memberikan sumbangan 50,6 dalam varians posttraumatic growth. Selanjutnya pada penelitian ini hanya terdapat dua variabel independen yang memberikan pengaruh signifikan terhadap posttraumatic growth yaitu willpower harapan dan informational support social support. Dengan demikian hanya ada dua hipotesis minor yang diterima yaitu ada pengaruh yang signifikan dari willpower terhadap posttraumatic growth pada recovering addict dan ada 116 pengaruh yang signifikan dari informational support terhadap posttraumatic growth pada recovering addict. Kemudian jika dilihat berdasarkan sumbangan dari masing-masing variabel, ternyata terdapat tiga variabel yang signifikan sumbangannya. Variabel- variabel tersebut antara lain waypower harapan dengan sumbangan 28,8, willpower harapan dengan sumbangan 10,3 dan informational support social support dengan sumbangan 6,9.

5.2 Diskusi

Berdasarkan hasil yang didapatkan, variabel waypower atau kapasitas mental yang digunakan untuk menemukan satu atau lebih cara yang efektif untuk mencapai tujuan tidak memiliki pengaruh yang signifkan terhadap PTG. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Ho dkk 2010 dimana waypower memiliki pengaruh yang signifikan pada perkembangan PTG. Kemudian Tedeschi dkk 1998 menyatakan bahwa waypower memiliki hubungan yang kuat dengan PTG. Ketidaksesuaian penelitian yang dilakukan Ho dkk dengan penelitian saat ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan karakteristik sampel penelitian, dimana Ho dkk menggunakan sampel penderita kanker sedangkan pada penelitian ini menggunakan sampel recovering addict. Menurut Snyder 1994 kemampuan seseorang untuk menciptakan waypower didasarkan pada pengalaman sebelumnya tentang keberhasilan menemukan satu atau lebih cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Namun Christo Morris 2004 menemukan bahwa pengguna NAPZA memiliki dua kali lebih banyak pengalaman hidup yang traumatik dibandingkan populasi lainnya dalam Hewit, 2007. Selain itu recovering addict juga mengalami kegagalan-kegagalan di masa lalu, baik kegagalan untuk mempertahankan keadaan clean-nya ataupun kegagalan yang lainnya. Berdasarkan hal ini dapat dikatakan bahwa pengalaman traumatik recovering addict yang dua kali lebih banyak dibandingkan dengan populasi lainnya dan kegagalan yang dialaminya di masa lalu tentu akan mempengaruhi kemampuan mereka dalam menciptakan waypower. Hal yang perlu didiskusikan lebih lanjut adalah apakah UPT TR BNN sebagai tempat rehabilitasi sudah mampu memunculkan keberhasilan yang pernah dilakukan oleh recovering addict di tengah pengalaman masa lalu mereka yang traumatik, yang kemudian berguna bagi kemampuan untuk menciptakan waypower yang dimilikinya. Sehingga saat mereka mengalami kejadian traumatik yang dalam hal ini adalah penggunaan NAPZA atau masalah lain yang berkaitan dengan proses recovery, recovering addict memiliki kemampuan yang optimal untuk mencari strategi atau cara untuk mencapai tujuan yang diingikan dimana hal tersebut akan berpengaruh positif pada perkembangan PTG-nya. Selanjutnya berdasarkan hasil yang didapatkan, waypower memang tidak memberikan pengaruh yang signifikan, namun memberikan sumbangan yang signifikan yaitu sebesar 28,8 dan merupakan sumbangan yang paling besar di antara variabel lainnya. Menurut analisa peneliti perbedaan ini disebabkan karena ketika recovering addict hanya memiliki strategi atau cara untuk mencapai tujuan yang diinginkan waypower, hal tersebut tidak cukup memberikan pengaruh yang signifikan untuk menghasilkan perubahan positif pasca berhenti menggunakan NAPZA PTG. Namun ketika strategi untuk mencapai tujuan ini waypower dibantu dengan kehadiran variabel lainnya seperti willpower komimen untuk mencapai tujuan, coping religius coping religius positif dan negatif dan social support informational support, emotional support, affectionate support, positive social interaction dan tangible support, waypower menjadi variabel yang berpengaruh terhadap perkembangan PTG, dan bahkan memberikan sumbangan paling besar pada perkembangan PTG. Berdasarkan penjabaran ini maka dapat disimpulkan bahwa dibutuhkan penggunaan faktor lain untuk membantu optimalnya waypower pada recovering addict di UPT TR BNN yang berguna bagi perubahan positif pasca berhenti menggunakan NAPZA. Pembahasan selanjutnya yaitu pada variabel willpower dimana pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa willpower memberikan pengaruh signifikan pada PTG. Terdapat ketidaksesuaian dari hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, dimana Ho dkk 2010 mendapatkan bahwa willpower tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan PTG. Ketidaksesuaian ini menurut peneliti kemungkinan dikarenakan perbedaan karakteristik sampel sebagaimana yang telah dijelaskan pada bagian pembahasan waypower. Selain itu kemungkinan keadaan recovering addict pada UPT TR BNN yaitu memiliki komitmen untuk mencapai tujuan willpower yang lebih besar namun belum memiliki cara atau strategi untuk mencapai tujuan tersebut waypower yang optimal. Walaupun memang terdapat ketidaksesuaian dari hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, willpower tetap dibutuhkan dalam perkembangan PTG. Saat seseorang mengalami kejadian traumatik dalam hidupnya, seseorang akan menciptakan tujuan baru dan memperbaiki asumsinya tentang dunia agar dapat mengakui perubahan yang terjadi dalam kehidupannya, yang kemudian berguna bagi perkembangan PTG Linley Joseph, 2004. Pada saat inilah dibutuhkan willpower atau komitmen recovering addict yang dapat menggerakkan mereka untuk mencapai tujuan baru pasca kejadian traumatik yang dialaminya. Willpower memunculkan persepsi seseorang untuk dapat melakukan dan mempertahankan suatu tindakan dalam mencapai tujuan yang diinginkan terutama tujuan yang penting dalam kehidupan Snyder, 1994. Berdasarkan hal ini maka dapat disimpulkan bahwa ketika recovering addict memiliki willpower yang tinggi maka ia akan memiliki komitmen yang kuat untuk mencapai tujuannya yang kemudian dapat meningkatkan PTG yang dimiliki. Selanjutnya peneliti melakukan analisis regresi tambahan pada variabel besar dari variabel yang digunakan pada penelitian ini yaitu harapan, coping religius dan social support yang berguna sebagai data tambahan. Berdasarkan analisis regresi pada variabel besar, didapatkan hasil sebagai berikut: Tabel 5.1 Hasil Analisis Regresi Berdasarkan Variabel Besar Variabel Pengaruh Arah Pengaruh Tingkat Pengaruh Sumbangan Signifikansi Sumbangan Harapan hope Signifikan + 1 37,3 Signifikan Coping Religius Tidak Signifikan + 3 0,4 Tidak Signifikan Social Support Signifikan + 2 4,7 Signifikan Berdasarkan tabel di atas didapatkan bahwa harapan hope secara general memberikan pengaruh yang signifikan dengan arah pengaruh positif variabel besar yang paling berpengaruh dan sumbangan yang signifikan sebesar 37,3 pada PTG yang juga merupakan sumbangan terbesar di antara variabel besar lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Ho dkk 2010 yang mendapatkan bahwa harapan memiliki korelasi yang baik dengan PTG. Secara garis besar keadaan harapan hope pada recovering addict di UPT TR BNN sesuai dengan kombinasi harapan yang kedua yaitu individu dengan willpower tinggi namun memiliki waypower yang rendah. Dimana mereka memiliki komitmen atau motivasi yang kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan namun tidak memiliki cukup cara untuk mencapai tujuan tersebut. Hal ini tentu merupakan keadaan yang kurang ideal, dimana menurut Snyder 1994 dalam beberapa keadaan ketidakmampuan seseorang dalam berpikir tentang cara untuk mencapai tujuan waypower akan menyebabkan seseorang cenderung mengalami kehilangan waypower. Pada variabel selanjutnya yaitu coping religius negatif dan coping religius positif terdapat ketidaksesuaian hasil penelitian saat ini dengan penelitian sebelumnya. Kedua variabel ini tidak memberikan pengaruh ataupun sumbangan yang signifikan pada PTG. Begitu juga pada analisis regresi tambahan berdasarkan variabel besar yang telah dijelaskan pada tabel 5.1, dimana tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari coping religius secara general terhadap PTG. Padahal pada penelitian yang dilakukan oleh Prati Pietrantoni 2010 didapatkan bahwa coping religius merupakan prediktor PTG yang baik. Hasil lain juga didapatkan dari Tedeschi dkk dalam Pargament dkk, 2006 yang menemukan bahwa coping religius negatif berkorelasi tinggi dengan PTG. Selain itu pada penelitian Profit dkk 2007 yang dilakukan pada pendeta ditemukan terdapat hubungan yang kuat pada kedua jenis coping dengan perkembangan PTG, dimana coping religius negatif memiliki hubungan yang lebih kuat dibandingkan coping religius positif. Begitu pula pada penelitian yang dilakukan Thombre dkk 2010 pada caregiver, dimana coping religius berhubungan secara signifikan dengan PTG. Coping religius positif akan menghasilkan nilai PTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan coping religius negatif. Ketidaksesuaian hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya kemungkinan disebabkan oleh perbedaan karakteristik sampel penelitian. Menurut Kendler dalam Hawari, 2002 para penyalahguna NAZA telah kehilangan “basic spiritual needs” dan untuk mengisi kebutuhan yang “hilang” itu digantikan dengan mengkonsumsi NAZA. Sedangkan menurut Pargament dalam Prati Pietrantoni, 2009 disebutkan bahwa pengukuran coping religius pada seseorang seharusnya dengan melihat bagaimana ia menggunakan agama untuk memahami dan menerima stressor yang ada. Berdasarkan hal ini, kemungkinan recovering addict pada UPT TR BNN belum berhasil menemukan kembali sepenuhnya “basic spiritual needs” yang mereka miliki yaitu agama. Sehingga mereka lebih banyak menggunakan coping jenis lainnya dimana agama bukanlah hal utama yang dijadikan coping dalam menghadapi masalah yang dihadapi. Ada faktor lain yang berkaitan dengan penggunaan jenis coping lain yang memiliki pengaruh lebih besar pada PTG recovering addict. Selanjutnya, berdasarkan kesimpulan yang didapatkan dari penelitian ini, dari 5 jenis social support yang diteliti hanya terdapat satu jenis social support yang memberikan pengaruh yang signifikan pada PTG yaitu informational support atau dukungan sosial berupa informasi dan merupakan faktor yang memberikan pengaruh paling besar terhadap PTG pada recovering addict di antara faktor lainnya. Selain itu juga didapatkan pengaruh yang positif, yang artinya semakin tinggi informational support yang dimiliki oleh recovering addict maka semakin tinggi pula PTG yang mereka miliki. Menurut Taylor 2009 dukungan berupa informasi dapat membantu individu lebih memahami kejadian menekan atau stressful yang dihadapi dan dapat menentukan sumber permasalahan dan strategi coping yang akan dilakukan. Dukungan informasi seperti pemberian informasi, saran ataupun feedback memang sudah didapatkan dengan optimal oleh recovering addict di UPT TR BNN. Hal ini didapatkan melalui program yang dijalani oleh mereka setiap harinya, dimana recovering addict saling memberikan saran ataupun feedback bagi recovering addict lainnya yang membutuhkan. Jenis social support lain seperti emotional support, affectionate support, positive social interaction dan tangible support tidak memberikan pengaruh dan sumbangan yang signifikan pada PTG. Memang tidak ada penelitian yang secara khusus meneliti tentang jenis social support berdasarkan dimensi yang dijelaskan oleh Sherbourne Stewart 1991 dengan PTG. Hal ini juga menjadi saran dari penelitian Prati Pietrantoni 2009 dimana untuk penelitan selanjutnya dilakukan penelitian social support berdasarkan jenis dukungannya yang dikaitkan dengan PTG. Namun penelitian terpisah yang dilakukan Abraido-Lanza 1998 dalam Diggens, 2003 pada penderita penyakit arthritis, lupus dan penyakit kronis lain dan pada survivor kecelakaan kapal laut oleh Joseph dkk ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara emotional support dengan PTG. Selanjutnya Park dkk 1993 dalam Diggens, 2003 menemukan bahwa kepuasan akan emotional support memiliki hubungan yang signifikan dengan PTG. Ketidaksesuaian hasil penelitian ini dengan penelitian sebelumnya kemungkinan disebabkan oleh perbedaan situasi sampel. Dimana pada recovering addict, lingkungan komunitasnya adalah orang-orang dengan karakterstik yang sama yaitu sama-sama bermasalah. Iswardani 2011 menyatakan bahwa 30-60 residen primary green dan primary hope yang merupakan 75, 81 sampel pada penelitian ini memiliki masalah pada fungsi psikologis self-esteem, depresi, kecemasan, keyakinan pengambilan keputusan, dan fungsi sosial masalah masa kanak-kanak, permusuhan, pengambilan resiko, konformitas sosial. Sehingga dukungan emosi yang berupa dukungan ekspresi afek yang positif tidak didapatkan secara optimal oleh recovering addict di UPT TR BNN. Berbeda dengan penderita penyakit lupus misalnya, dimana mereka banyak mendapatkan dukungan dari orang- orang yang „netral‟ dan memiliki sudut pandang yang berbeda. Mungkin pengaruh dukungan sosial akan berbeda jika penelitian ini dilakukan pada recovering addict yang tidak berada di rehabilitasi, dimana mereka bisa mendapatkan dukungan dengan lebih optimal dari orang- orang dengan karakterstik yang berbeda dengan dirinya misalnya dari keluarga. Selanjutnya berdasarkan analisis regresi tambahan berdasarkan variabel besar social support yang dijelaskan pada tabel 5.1, didapatkan pengaruh yang signifikan antara social support secara general dengan PTG. dengan sumbangan yang juga signifikan sebesar 4,7. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya dimana terdapat pengaruh positif yang signifikan dari social support secara general pada PTG Prati Pietrantoni, 2009. Penelitian sebelumnya yang dilakukan Cadell dkk pada caregiver HIVAIDS, didapatkan adanya peningkatan PTG ketika social support yang dimiliki juga meningkat, yang juga terjadi pada anak-anak korban bencana badai topan Cryder, Kilmer, Tedeschi Calhoun, dalam Wilson Boden, 2008 dan anak-anak serta remaja korban bencana topan katrina Schexnaildre, 2007. Hal ini juga sesuai dengan yang dinyatakan oleh Tedeschi dkk 1998 bahwa social support memegang sebuah peranan dalam perkembangan PTG. Melalui interaksi sosial seseorang dapat mengalami perubahan dalam hal hubungan dengan orang lain seperti memiliki hubungan yang lebih kuat dan dekat atau perubahan tentang bagaimana ia memandang arti dari hubungan itu sendiri Diggens, 2003. Perubahan-perubahan tersebut merupakan bagian dari PTG. Pada variabel selanjutnya yaitu usia didapatkan hasil bahwa usia tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada PTG. Jadi tidak ada perbedaan tingkat PTG yang signifikan antara recovering addict dengan usia yang lebih muda dan dengan usia yang lebih tua. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ho dkk 2010 pada pasien kanker dimana umur tidak memberikan pengaruh yang signifikan pada PTG. Walaupun pada penelitian Manne dkk 2004 didapatkan bahwa usia yang lebih muda memiliki tingkat PTG yang lebih tinggi dibandingkan dengan usia yang lebih tua. Usia menjadi faktor yang tidak memberikan pengaruh signifikan pada PTG recovering addict kemungkinan dikarenakan kecanduan merupakan penyakit seumur hidup, maka pemulihan atau recovery yang dijalani oleh recovering addict juga merupakan proses seumur hidup BNN, 2009. Maka dari itu tidak ada perbedaan tekanan yang dialami oleh recovering addict dengan usia lebih muda ataupun lebih tua dalam hal bersih dari penggunaan NAPZA. Dimana recovering addict harus menahan craving atau sugesti untuk menggunakan kembali NAPZA agar tidak mengalami kekambuhan atau relapse yang mengancam sepanjang hidupnya. Selanjutnya pada variabel fase rehabilitasi, didapatkan tidak terdapat pengaruh yang signifikan pada PTG. Ini artinya tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat PTG pada fase primary green, primary hope, re-entry ataupun staff adiksi. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan McMillen 2001 dalam Hewit, 2007 yang menyatakan bahwa recovering addict pada fase awal rehabilitasi memiliki tingkat PTG yang lebih rendah dibandingkan pada tingkat yang lebih tinggi. Kemudian penelitian ini juga berbeda dengan penelitian Manne dkk 2004 yang menyatakan bahwa semakin lama jarak waktu setelah seseorang didiagnosis penyakit kanker dalam hal ini sama dengan fase rehabilitasi maka semakin tinggi tingkat PTG. Ketidaksesuaian ini mungkin disebabkan oleh jarak waktu bersih dari penggunaan NAPZA recovering addict fase rehabilitasi pada penelelitian ini yang tidak berbeda jauh. Sehingga tidak terlihat perbedaan yang signifikan antara PTG recovering addict pada fase awal dengan fase selanjutnya. Selain itu sebagai data tambahan lainnya peneliti membagi sampel yang diteliti menjadi dua kelompok yang dilihat berdasarkan tingkat PTG. Tujuan dari pembagian kelompok ini adalah untuk melihat faktor apakah yang paling berpengaruh pada kedua kelompok tersebut yaitu kelompok dengan PTG tinggi dan kelompok dengan PTG rendah. Berdasarkan analisis regresi pada kelompok dengan tingkat PTG tinggi dan rendah didapatkan hasil sebagai berikut: a. Kelompok dengan PTG tinggi: faktor yang memberikan pengaruh terbesar adalah informational support hanya faktor informational support yang signifikan b. Kelompok dengan PTG rendah: faktor yang memberikan pengaruh terbesar adalah willpower hanya faktor willpower yang signifikan Berdasarkan hasil dari analisis regresi di atas, didapatkan hasil yang menarik. Walaupun pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa faktor terbesar yang mempengaruhi PTG adalah informational support, namun hasil dari faktor yang paling mempengaruhi berdasarkan kelompok tingkat PTG ini menunjukkan bahwa wilpower-lah yang memberikan pengaruh terbesar pada PTG recovering addict. Hal ini dapat diartikan bahwa diperlukan pengoptimalan willpower yang dimiliki oleh recovering addict terlebih dahulu untuk menghasilkan perkembangan PTG optimal pada tahapan awal pasca pengalaman traumatik. Dimana pada tahapan awal pasca mengalami kejadian traumatik dibutuhkan keteguhan hati, komitmen dan motivasi recovering addict yang dapat menggerakkannya untuk mencapai tujuan baru pasca kejadian traumatik yang dialaminya yang kemudian berguna bagi perkembangan PTG-nya. Menurut Snyder 1994 willpower dapat lebih mudah dibangkitkan ketika seseorang dapat memahami dan mempresentasikan tujuan yang jelas dalam benaknya. Maka dari itu penting bagi recovering addict untuk memahami dan mempresentasikan tujuannya secara jelas, misalnya untuk tetap bersih dari penggunaan NAPZA abstinens sehingga mereka memiliki komitmen yang lebih kuat untuk mencapainya dan kemudian berguna bagi perkembangan PTG-nya. Selain itu willpower juga berkaitan dengan keberhasilannya dalam menghadapi suatu masalah pada pengalaman sebelumnya. Recovering addict memiliki rasa percaya diri yang rendah, kurang yakin pada kemampuan sendiri, pesimis dan mudah putus asa BNN, 2009. Maka dari itu, recovering addict perlu diberikan penguatan dengan mengingatkannya kembali dengan keberhasilan- keberhasilan yang pernah mereka lakukan, sehingga hal tersebut dapat meningkatkan motivasi dan rasa percaya dirinya dalam mencapai tujuan yang mereka inginkan. Selanjutnya pada kelompok tinggi, PTG dipengaruhi oleh faktor informational support. Salah satu karakteristik dari recovering addict adalah tidak mampu mengatasi masalah BNN, 2009. Maka dari itu, setelah recovering addict memiliki komitmen untuk mencapai tujuannya dengan baik, maka kemudian diperlukan dukungan berupa informasi, saran ataupun feedback yang kemudian dapat berguna untuk membantu menentukan sumber permasalahan dan strategi coping yang akan dilakukan. Karena kepercayaan diri dalam menggunakan sebuah coping juga dapat membantu perkembangan PTG Tedeschi Calhoun, 2004.

5.3 Saran