3.5.4. Central Composite Design
Central Composite Design adalah suatu rancangan percobaan dengan faktor yang terdiri dari 2 level yang diperbesar titik-titk lebih lanjut yang memberikan
efek kuadratik.1442k =α Desain ini dimulai dengan level yang sama dengan
desain 2
k
, ditambah dengan level tambahan yang terdiri dari center points dan star points
α. Total kombinasi level yang terdapat pada central composite design
adalah 2
k
+ 2
k+1
, dimana k adalah jumlah faktor. Center points yang dimaksud pada desain ini adalah level pada titik 0, 0, 0 dan star points
α ditentukan oleh rumus: α = 2
k4
Ilustrasi central composite design dapat dilihat pada gambar 3.5. Central Composite Design.
Gambar 3.5. Central Composite Design
● = Titik level desain x = Titik tambahan untuk central composite design
o = Center Points Titik origin α = Star Points
Universitas Sumatera Utara
Secara umum, CCD terdiri dari beberapa titik antara lain: 1. Titik cube, jumlah titik yaitu: 2k dan membentuk koordinat ±1, ±1, ±1.
2. Titik star , jumlah titik yaitu: 2k dan membentuk koordinat ±α, 0, 0, 0, ±α, 0
dan 0, 0, ±α. 3. Titik center, jumlah titik yaitu: nc0 + ns0 dan membentuk koordinat 0, 0, 0.
nc0 adalah jumlah blok cube dan ns0 adalah jumlah blok star. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan dalam menentukan jumlah titik
center antara lain : 1. Menghasilkan desain yang bagus untuk informasi fungsi
2. Meminimasi error. 3. Memberikan deteksi yang bagus untuk uji ketidaksesuaian model orde tiga.
4. Memberikan rangsangan terhadap desain yang robust. Setelah desain eksperimen dilakukan, data yang dikumpulkan akan
digunakan untuk menaksir koefisien b0, b1, ..., bi. Cara yang digunakan untuk menentukan koefisien prediktor sama dengan cara yang digunakan sewaktu
menentukan koefisien prediktor pada model orde pertama. Untuk menentukan apakah model yang dibangun telah cocok dengan data
yang telah dikumpulkan maka dilakukan uji ketidaksesuaian terhadap model orde kedua. Ketidaksesuaian menyatakan deviasi respon terhadap model yang
dibangun. Dalam uji ini juga mengukur besar kekeliruan eksperimen yang telah dilakukan. Uji ketidaksesuaian dapat dihitung dengan menggunakan perhitungan
seperti pada Tabel 3.4. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.4. Perhitungan Uji Ketidaksesuaian untuk Model Orde Kedua
Keterangan: df = degree of freedom derajat kebebasan, diasosiasikan dengan bagian yang
dibutuhkan dalam membangun model. SS = Sum of Square jumlah kuadrat, menyatakan jumlah kuadrat pengaruh suatu
perlakuan berhubungan hasil pengamatan. MS = Mean Square rata kuadrat, menyatakan perbandingan SS dengan df.
k = jumlah variabel independen ; N = jumlah perlakuan n
1
= jumlah perlakuan dititik pusat ; = respon perlakuan titik pusat
n
2
= jumlah perlakuan titik cube titik α ;
= rata - rata respon di titik pusat bi = koefisien b ke I
; yu = respon perlakuan ke u iy = hasil perlakuan X’Y
; v
1
= df pembilang
df SS
MS Fhit
Ftabel
Model Orde Pertama
k MS
f
MS
f
MS
e
F ∝v
1
,v
2
Model Orde Kedua
Melalui pengurangan MS
s
MS
s
MS
e
F ∝v
1
,v
2
Ketidaksesuaian
N
2
b
0Oy
+ b
ii
iiy + b
ij
ijy – G
2
N
MS
1
MS
1
MS
e
F ∝v
1
,v
2
Error
N
1
-1 MS
e
Total
N
1
+ n
2
-1
-G
2
N
Universitas Sumatera Utara
G = jumlah hasil percobaan CCD ; v
2
= df error Setelah uji ketidaksesuaian maka dilakukan penentuan titik optimum dari
model orde kedua. Penentuan titik optimum ataupun variabel prediktor adalah sebagai berikut:
Y = b0x0 + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b11x12 + b22x22 + b33x32 + b12x1x2 + b13x1 x3 + b23x2x3
Persamaan diatas dapat diselesaikan dengan pendekatan matriks sehingga dapat membentuk persamaan matriks sebagai berikut:
= b
1
+ 2 b
11
x
1
+ b
12
X
2
+ b
13
x
3
= 0 b
2
+ b
12
x
1
+ 2b
22
X
2
+ b
23
x
3
= 0
b
3
+ b
13
x
1
+ b
23
X
2
+ b
33
x
3
= 0
Universitas Sumatera Utara
Ada hal yang harus dilakukan ketika model yang dibangun terdapat ketidaksesuaian sebelum dilanjutkan dengan penentuan titik optimum yaitu:
pemilihan ulang faktor dalam eksperimen dimana faktor yang dipilih adalah faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap respon, dan dengan melakukan
transformasi respon, dimana transformasi respon dapat secara serempak menyederhanakan hubungan fungsional dan memperbaiki kebutuhan yang
berkenaan dengan asumsi distribusi. Beberapa transformasi yang sering digunakan antara lain:
1. Logaritma Y’ = log Y
Digunakan apabila efek – efek bersifat multiplikatif atau apabila simpangan baku berbanding lurus dengan rata – rata.
2. Akar kuadrat Y’ =
atau Y’ = Digunakan apabila ragam berbanding lurus dengan rata – rata misalnya jika
data asli Y merupakan sampel dari populasi berdistribusi Poisson. 3. Arc sinus
Y’ = arc sin Jika μ = rata – rata populasi dan ragam berbanding lurus dengan μ 1 – μ
misalnya jika data asli merupakan sampel dari populasi berdistribusi binom. 4. Kebalikan
Y’ = 1Y Digunakan jika simpangan baku berbanding lurus dengan rata – rata kuadrat.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN