1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam lingkungan persaingan global yang terjadi saat ini, banyak perusahaan di negara berkembang dituntut untuk menunjukkan performa yang
lebih baik disebabkan perkembangan dunia bisnis sekarang ini sangatlah pesat. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya muncul perusahaan-
perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif yang baik. Banyaknya kompetitor-kompetitor bisnis yang muncul mengakibatkan terjadinya
dinamika bisnis yang berubah-ubah. Sehingga menyebabkan banyak perusahaan bertujuan mengoptimalkan nilai perusahaannya hingga pada titik
maksimum agar dapat mengundang investor untuk berinvestasi pada perusahaannya .
Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham meningkat. Semakin tinggi harga
saham sebuah perusahaan, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Enterprise Value EV atau dikenal juga sebagai
firm’s value nilai perusahaan merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan
indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan Nurlela dan Ishaluddin, 2008 dalam Mahendra, 2011. Wahyudi, Nurlela dan Ishaluddin
2008 dalam Mahendra 2011 menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli jika perusahaan
2
tersebut dijual. Nilai perusahaan merupakan cerminan dari penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan. Sehingga nilai
perusahaan dapat diproksikan dengan menggunakan harga saham. Naik turunnya harga saham di pasar modal menjadi sebuah fenomena
yang menarik untuk dibicarakan berkaitan dengan isu naik turunnya nilai perusahaan itu sendiri. Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008
berdampak terhadap pasar modal Indonesia yang tercermin dari terkoreksi turunnya harga saham hingga 40 - 60 dari posisi awal tahun 2008 Kompas,
25 November 2008, yang disebabkan oleh aksi melepas saham oleh investor asing yang membutuhkan likuiditas dan diperparah dengan aksi “ikut-ikutan”
dari investor domestik yang ramai-ramai melepas sahamnya. Kondisi tersebut secara harfiah mempengaruhi nilai perusahaan karena nilai perusahaan itu
sendiri jika diamati melalui kemakmuran pemegang saham yang dapat diukur melalui harga saham perusahaan di pasar modal. Indeks harga saham
gabungan yang terkoreksi dari 1.757,258 pada awal Januari 2007 melemah ke basis point 1.256,704 pada awal September 2008 Kompas, 25 November
2008. Hal ini juga tercermin dari banyaknya perusahaan yang mengalami penurunan laba sampai dengan mengalami kerugian sehingga menimbulkan
pemutusan hubungan kerja PHK. Gambar 1.1berikut ini merupakan perhitungan nilai perusahaan berdasarkan rasio
Tobin’s Q mulai dari 2007 sampai dengan tahun 2011.
3
Gambar 1.1. Nilai Perusahaan Tobin’s Q
Sumber : Hasil Penelitian, 2013 Data diolah Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa nilai perusahaan yang
dihitung dengan Tobin’s Q dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011
menunjukkan perubahan setiap tahun yang sangat bervariasi dan menunjukkan fluktuasi naik turun di tiap tahun yang berbeda dan menunjukkan gejala yang
sama di semua perusahaan sampel. Dari data yang diperoleh menunjukkan fenomena yang sama yaitu
penurunan nilai perusahaan pada seluruh perusahaan sampel di tahun 2008, walaupun demikian rasio
tobin’s q masing-masing perusahaan terbilang baik karena berada di atas nilai 1. Selain itu, terjadi peningkatan nilai perusahaan
pada seluruh sampel pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian sampel perusahaan berhasil meningkatkan nilai perusahaan yang
sempat terpuruk akibat krisis ekonomi global.
ASII TCID
ITMG ACES
AKRA JKON
JRPT RALS
UNTR 2007
2.24 2.17
3.33 2.29
1.8 4.39
2.58 2.33
2.95 2008
1.03 1.32
1.48 1.73
1.06 2.29
1.03 1.40
1.15 2009
2.03 1.75
3.53 2.77
1.24 1.95
1.28 1.59
2.54 2010
2.44 1.48
6.19 4.37
1.48 1.83
1.59 1.96
3.12 2011
2.46 1.47
3.37 4.99
1.96 2.48
2.02 1.60
2.52 1
2 3
4 5
6 7
Tob in
s Q
Nilai Perusahaan
4
Dalam proses mencapai nilai perusahaan yang optimal dan pulih dari keterpurukan akibat krisis ekonomi global pada tahun 2008, perusahaan akan
menghadapi perbedaan kepentingan yang dimiliki oleh pemegang saham, debtholder, dan manajemen yang notabene merupakan pihak-pihak yang
mempunyai kepentingan terhadap tujuan perusahaan seringkali menimbulkan banyak masalah agency ploblem. Tidak jarang pihak manajemen yaitu
manajer perusahaan mempunyai tujuan dan kepentingan lain yang bertentangan dengan tujuan utama perusahaan dan sering mengabaikan
kepentingan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut
agency conflict. Hal tersebut terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan
pribadi dari manajer karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga menyebabkan penurunan
keuntungan perusahaan dan berpengaruh terhadap harga saham sehingga menurunkan nilai perusahaan Jensen dan Meckling, 1976
Masalah keagenan agency problem tentunya akan menimbulkan kerugian. Karena konflik kepentingan antara agen dan pemilik ini dapat
menimbulkan biaya keagenan. Jensen dan Meckling 1976 dalam Harahap dan Wardhani 2011 menyatakan ada tiga biaya keagenan, antara lain: 1
Monitoring cost biaya monitoring yaitu biaya untuk membatasi aktifitas yang dilakukan oleh agen. 2 Bonding cost biaya hutang, yaitu biaya karena
penggunaan hutang oleh manajemen agent dan pengeluaran karena
5
hilangnya keindependenan atau efisiensi residual loss. 3 Contracting cost adalah biaya yang tidak memiliki pengaruh langsung tetapi biaya ini
merupakan akibat berkurangnya kesejahteraan yang seharusnya diterima perusahaan akibat kesempatan investasi yang hilang.
Biaya keagenan agency cost dapat diminimumkan melalui peningkatan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen insider ownership.
Karena kepemilikan manajerial terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar
dengan manajemen Jensen dan Meckling, 1976 dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006. Sehingga permasalahan keagenan dan biaya keagenan
diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik.
Peningkatan kepemilikan saham oleh institusi institusional ownership dapat pula meminumkan biaya keagenan agency cost. Hal ini seperti yang
dikemukakan oleh Bushee 1998 dalam Boediono 2005 yang menyatakan kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif
para manajer yang mementingkan diri sendiri melalui tingkat pengawasan yang intens. Kepemilikan institusional dapat menekan kecenderungan
manajemen untuk memanfaatkan discretionary dalam laporan keuangan. Fenomena yang terjadi pada perusahaan-perusahaan go public di
Indonesia, dimana struktur kepemilikan oleh kepemilikan manajerial perusahaan sangatlah kecil. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan
oleh Ikbal dkk. 2011 yang menyatakan bahwa rata-rata kepemilikan
6
manajerial berjumlah kecil yaitu kurang dari 5 sehingga dengan kondisi seperti ini kemungkinan penyatuan antara kepentingan pemegang saham
dengan kepemilikan manajerial seperti yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling 1976 tidak bisa tercapai, akibatnya masalah keagenan dan biaya
keagenan tidak dapat dikurangi. Sedangkan fenomena lain yang terjadi, struktur kepemilikan saham yang
dimiliki oleh pihak institusional merupakan pemegang saham yang paling mendominasi struktur kepemilikan saham peusahaan-perusahaan go public
Indonesia. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sofyaningsih dan Hardiningsih 2011 yang menemukan bahwa hampir sebagian
perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia memiliki kepemilikan institusional yang mendominasi. Dengan kondisi yang seperti ini, walaupun
kepemilikan institusional mendominasi tergolong outsider ownership bersama dengan pemegang saham yang berasal dari public masyarakat, namun dapat
dikatakan status sebagai outsider dari kepemilikan institusional tersebut menjadi semu karena dalam kenyataannya mereka memiliki afiliasi yang kuat
dengan manajemen. Maka fungsi kepemilikan institusional sebagai sarana pengawasan bagi pihak manajemen tidak dapat berjalan secara efektif
akibatnya masalah keagenan dan biaya keagenan tidak dapat dikurangi. Alternatif lain yang dapat digunakan untuk mengurangi masalah
keagenan dan biaya keagenan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling 1976 adalah melalui keputusan keuangan yaitu
kebijakan dividen. Kebijakan dividen yang dilakukan perusahaan untuk
7
mengurangi masalah keagenan dan biaya keagenan adalah dengan meningkatkan pembayaran dividen kepada pemegang saham.
Pengaruh dari meningkatkan pembayaran dividen terhadap kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan cara
pembelanjaan atau pemenuhan dana yang lain. Dalam keputusan investasi yang given berarti perusahaan membagikan dividen kepada pemegang saham,
perusahaan harus mengeluarkan saham baru sebagai pengganti sejumlah pembayaran dividen. Besarnya dividen ini dapat mempengaruhi harga saham.
Apabila dividen yang dibayar tinggi maka harga saham cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga tinggi. Sebaliknya apabila dividen yang
dibayarkan kecil maka harga saham perusahaan tersebut juga rendah. Kemampuan membayar dividen erat hubungannya dengan kemampuan
perusahaan memperoleh laba. Jika perusahaan memperoleh laba yang besar maka kemampuan membayar dividen juga besar. Oleh karena itu, dengan
dividen yang besar akan meningkatkan nilai perusahaan. Fenomena ini berdasarkan pada tujuan investor melakukan investasi yang
pada umumnya adalah untuk mendapatkan keuntungan berupa dividen atau capital gain. Pemegang saham selalu berharap untuk mendapat dividen dalam
jumlah besar atau minimal relatif stabil dari tahun ke tahun. Sebagian lagi dari laba bersih perusahaan merupakan laba ditahan yang akan disiapkan oleh
perusahaan untuk melakukan investasi kembali reinvestment. Hal inilah yang merupakan inti dari kebijakan dividen, khususnya dalam menentukan
dividend payout ratio.
8
Keputusan keuangan lainnya yang digunakan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan adalah cash holding. Cash holding adalah
menahan sejumlah kas dalam perusahaan. Hal ini merupakan informasi yang berharga bagi investor dalam mengambil keputusan investasi. Penentuan
tingkat Cash holding perusahaan merupakan salah satu keputusan keuangan penting yang harus diambil oleh seorang manajer keuangan. Cash holding
dapat digunakan untuk beberapa hal, antara lain dibagikan kepada para pemegang saham berupa dividen, melakukan pembelian kembali saham,
melakukan investasi atau menyimpannya untuk kepentingan perusahaan dimasa depan. Perusahaan harus dapat menjaga kas yang dimiliki pada tingkat
yang optimal karena menahan kas yang terlalu besar dalam aktiva adalah hal yang tidak produktif karena akan memerlukan biaya yang tinggi dalam
pemeliharaannya. Para investor akan melihat situasi ini sebagai sebuah sinyal yang menggambarkan tingkat efektifitas manajemen perusahaan dalam
mengelola dananya dan menjadi andil dalam menentukan naik dan turunnya nilai perusahaan.
Nilai perusahaan pada dasarnya dapat diukur melalui beberapa aspek. Salah satunya adalah kualitas audit dari laporan keuangan yang telah diaudit.
Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi yang benar diharapkan dapat
meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh agent sebagai pertanggungjawaban
kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh
9
mana agent tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya serta sebagai dasar pemberian kompensasi kepada agent. Investor juga dapat
melihat gambaran kondisi perusahaan secara fundamental sebagai dasar pengambilan keputusan investasinya.
Mengingat pentingnya laporan keuangan maka perusahaan publik yang terdaftar di BEI Bursa Efek Indonesia, setiap tahunnya wajib melaporkan
laporan keuangan dan laporan tahunan yang telah diaudit kepada bursa efek, investor dan publik. Laporan keuangan dan laporan tahunan yang telah diaudit
dilaporkan tersebut dipergunakan para investor untuk mengetahui perkembangan kinerja perusahaan serta sebagai langkah pengambilan
keputusan investasi pada masa yang akan datang. De Angelo 1981 dalam Alim,dkk. 2007 mendefinisikan audit quality
kualitas audit sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi
kliennya. Agar laporan audit yang dihasilkan oleh auditor berkualitas maka auditor harus menjalankan pekerjaannya secara profesional. Termasuk saat
menghadapi persoalan audit yang kompleks. Auditor harus bisa memenuhi tuntutan yang diinginkan oleh klien, walaupun seberapa tinggi tingkat
kompleksitas yang diberikan agar klien merasa puas dengan pekerjaannya dan
tetap menggunakan jasa auditor yang sama diwaktu yang akan datang.
Pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan
akuntan publik baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Skandal didalam
10
negeri terlihat dari akan diambilnya tindakan oleh Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia IAI terhadap 10 Kantor Akuntan Publik yang
diindikasikan melakukan pelanggaran berat saat mengaudit bank-bank yang dilikuidasi pada tahun 1998. Selain itu terdapat kasus keuangan dan
manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam Winarto, 2002 dalam
Christiawan, 2003. Selain fenomena di atas, kualitas audit yang dihasilkan akuntan publik
juga tengah mendapat sorotan dari masyarakat banyak yakni seperti kasus yang menimpa akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi
melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional, Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor
investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan aset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan
keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang. Berdasarkan investigasi
tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka. Oleh karenanya Menteri
Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti
melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik SPAP berkaitan dengan laporan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT. Great
River tahun 2003.
11
Kualitas audit yang baik biasanya berasal dari auditor skala besar. Auditor skala besar adalah auditor yang bekerja sama dengan auditor
internasionalluar negeri. Auditor skala besar memiliki insentif lebih untuk mendeteksi dan melaporkan masalah kliennya dan lebih memungkinkan
mendeteksi praktik-praktik akuntansi yang masih meragukan. Oleh karena itu, kualitas auditor dapat menjadi indikator yang baik untuk meningkatkan nilai
perusahaan. Penelitian mengenai kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan
telah dilakukan oleh Sofyaningsih dan Hardiningsih 2011 yang menemukan bahwa kepemilikan manajerial terbukti mempengaruhi nilai perusahaan,
artinya tinggi rendahnya kepemilikan saham oleh jajaran manajemen berkaitan dengan tinggi rendahnya nilai perusahaan. Hal ini didukung pula oleh
penelitian yang dilakukan oleh Soliha 2002 yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
Penelitian mengenai kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan telah dilakukan oleh Rahmawati dan Triatmoko 2007 yang menemukan
bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini didukung pula oleh Haruman 2008 yang menyatakan
bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif + ke MVE dan negatif - ke closing price.
Penelitian mengenai pengaruh kebijakan dividen yang diproksikan dengan dividend payout ratio terhadap nilai perusahaan yang telah dilakukan
oleh Haruman 2008 menyatakan bahwa kebijakan dividen memiliki
12
hubungan yang signifikan dan berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pembayaran dividen mengakibatkan
penurunan nilai perusahaan. Bertolak belakang dengan hasil penelitian Haruman 2008, Sujoko dan Soebiantoro 2007 menemukan bahwa
kebijakan dividen memiliki hubungan yang signifikan dan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan
Penelitian mengenai cash holdings dan nilai perusahaan menemukan beberapa hubungan. Penelitian yang dilakukan oleh Kin-Wai Lee dan Cheng-
Few Lee 2008 menemukan hubungan bahwa nilai perusahaan yang diproksikan dengan market to book ratio berhubungan negatif dengan cash
holdings. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perusahaan dengan cash holdings yang tinggi menyebabkan investor khawatir bahwa manajer lebih
mempunyai kekuasaan untuk menghamburkan sumber daya perusahaan pada value destroying projects proyek yang merusak nilai.
Namun, pada penelitian lain menunjukkan bahwa kepemilikan kas memiliki hubungan positif dengan nilai perusahaan. Hasil penelitian ini
didukung oleh Chen 2008 yang menyatakan bahwa kepemilikan kas dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi semua pembiayaan dan
meningkatkan nilai tambah dengan menciptakan investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini konsisten dengan Boyle dan Guthrie 2003 yang
berpendapat bahwa kepemilikan kas cash holding pada tingkat yang tinggi diperlukan suatu investasi yang potensial.
13
Penelitian mengenai pengaruh kualitas audit terhadap nilai perusahaan telah dilakukan oleh Herawaty 2008 yang membuktikan bahwa kualitas
audit memiliki hubungan yang signifikan dan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa semakin baik kualitas audit
sebuah laporan keuangan maka tingkat kepercayaan dan keputusan yang diambil pemegang saham semakin tinggi. Dengan demikian nilai perusahaan
akan meningkat. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
karena adanya perbedaan dari beberapa hasil peneliti terdahulu. Maka penulis akan mengajukan penelitian dengan judul :
“PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN,
DIVIDEND PAYOUT RATIO, CASH HOLDING DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP NILAI PERUSAHAAN
” Studi Empiris pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode Tahun 2007-2011
Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitiaan-penelitian sebelumnya yaitu penelitian Sofyaningsih dan Hardiningsih 2011. Untuk
membedakannya dengan penelitian sebelumnya maka peneliti melakukan beberapa perubahan diantaranya adalah:
1. Adanya penambahan variabel independen berupa cash holding yang
diperoleh dari penelitian Isshaq, et. al. 2009. Selain itu, penambahan variabel kualitas audit yang diperoleh dari penelitian Herawaty 2008.
Peneliti tertarik untuk menguji dan menganalisis variabel tambahan di dalam penelitian ini karena masih ditemukan adanya perbedaan baik
14
hasil maupun teori mengenai hubungan yang terkait dengan nilai perusahaan.
2. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan publik
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI kecuali perusahaan sektor keuangan dan BUMN dari tahun 2007 sampai dengan 2011. Sedangkan,
populasi yang digunakan dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sofyaningsih dan Hardiningsih 2011 adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2007 sampai dengan 2009.
B. Perumusan Masalah