Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam lingkungan persaingan global yang terjadi saat ini, banyak perusahaan di negara berkembang dituntut untuk menunjukkan performa yang lebih baik disebabkan perkembangan dunia bisnis sekarang ini sangatlah pesat. Hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya muncul perusahaan- perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif yang baik. Banyaknya kompetitor-kompetitor bisnis yang muncul mengakibatkan terjadinya dinamika bisnis yang berubah-ubah. Sehingga menyebabkan banyak perusahaan bertujuan mengoptimalkan nilai perusahaannya hingga pada titik maksimum agar dapat mengundang investor untuk berinvestasi pada perusahaannya . Nilai perusahaan dapat memberikan kemakmuran pemegang saham secara maksimum apabila harga saham meningkat. Semakin tinggi harga saham sebuah perusahaan, maka makin tinggi kemakmuran pemegang saham. Enterprise Value EV atau dikenal juga sebagai firm’s value nilai perusahaan merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan Nurlela dan Ishaluddin, 2008 dalam Mahendra, 2011. Wahyudi, Nurlela dan Ishaluddin 2008 dalam Mahendra 2011 menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli jika perusahaan 2 tersebut dijual. Nilai perusahaan merupakan cerminan dari penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan. Sehingga nilai perusahaan dapat diproksikan dengan menggunakan harga saham. Naik turunnya harga saham di pasar modal menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk dibicarakan berkaitan dengan isu naik turunnya nilai perusahaan itu sendiri. Krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 2008 berdampak terhadap pasar modal Indonesia yang tercermin dari terkoreksi turunnya harga saham hingga 40 - 60 dari posisi awal tahun 2008 Kompas, 25 November 2008, yang disebabkan oleh aksi melepas saham oleh investor asing yang membutuhkan likuiditas dan diperparah dengan aksi “ikut-ikutan” dari investor domestik yang ramai-ramai melepas sahamnya. Kondisi tersebut secara harfiah mempengaruhi nilai perusahaan karena nilai perusahaan itu sendiri jika diamati melalui kemakmuran pemegang saham yang dapat diukur melalui harga saham perusahaan di pasar modal. Indeks harga saham gabungan yang terkoreksi dari 1.757,258 pada awal Januari 2007 melemah ke basis point 1.256,704 pada awal September 2008 Kompas, 25 November 2008. Hal ini juga tercermin dari banyaknya perusahaan yang mengalami penurunan laba sampai dengan mengalami kerugian sehingga menimbulkan pemutusan hubungan kerja PHK. Gambar 1.1berikut ini merupakan perhitungan nilai perusahaan berdasarkan rasio Tobin’s Q mulai dari 2007 sampai dengan tahun 2011. 3 Gambar 1.1. Nilai Perusahaan Tobin’s Q Sumber : Hasil Penelitian, 2013 Data diolah Dari gambar di atas dapat dijelaskan bahwa nilai perusahaan yang dihitung dengan Tobin’s Q dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 menunjukkan perubahan setiap tahun yang sangat bervariasi dan menunjukkan fluktuasi naik turun di tiap tahun yang berbeda dan menunjukkan gejala yang sama di semua perusahaan sampel. Dari data yang diperoleh menunjukkan fenomena yang sama yaitu penurunan nilai perusahaan pada seluruh perusahaan sampel di tahun 2008, walaupun demikian rasio tobin’s q masing-masing perusahaan terbilang baik karena berada di atas nilai 1. Selain itu, terjadi peningkatan nilai perusahaan pada seluruh sampel pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian sampel perusahaan berhasil meningkatkan nilai perusahaan yang sempat terpuruk akibat krisis ekonomi global. ASII TCID ITMG ACES AKRA JKON JRPT RALS UNTR 2007 2.24 2.17 3.33 2.29 1.8 4.39 2.58 2.33 2.95 2008 1.03 1.32 1.48 1.73 1.06 2.29 1.03 1.40 1.15 2009 2.03 1.75 3.53 2.77 1.24 1.95 1.28 1.59 2.54 2010 2.44 1.48 6.19 4.37 1.48 1.83 1.59 1.96 3.12 2011 2.46 1.47 3.37 4.99 1.96 2.48 2.02 1.60 2.52 1 2 3 4 5 6 7 Tob in s Q Nilai Perusahaan 4 Dalam proses mencapai nilai perusahaan yang optimal dan pulih dari keterpurukan akibat krisis ekonomi global pada tahun 2008, perusahaan akan menghadapi perbedaan kepentingan yang dimiliki oleh pemegang saham, debtholder, dan manajemen yang notabene merupakan pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap tujuan perusahaan seringkali menimbulkan banyak masalah agency ploblem. Tidak jarang pihak manajemen yaitu manajer perusahaan mempunyai tujuan dan kepentingan lain yang bertentangan dengan tujuan utama perusahaan dan sering mengabaikan kepentingan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham ini mengakibatkan timbulnya konflik yang biasa disebut agency conflict. Hal tersebut terjadi karena manajer mengutamakan kepentingan pribadi, sebaliknya pemegang saham tidak menyukai kepentingan pribadi dari manajer karena apa yang dilakukan manajer tersebut akan menambah biaya bagi perusahaan sehingga menyebabkan penurunan keuntungan perusahaan dan berpengaruh terhadap harga saham sehingga menurunkan nilai perusahaan Jensen dan Meckling, 1976 Masalah keagenan agency problem tentunya akan menimbulkan kerugian. Karena konflik kepentingan antara agen dan pemilik ini dapat menimbulkan biaya keagenan. Jensen dan Meckling 1976 dalam Harahap dan Wardhani 2011 menyatakan ada tiga biaya keagenan, antara lain: 1 Monitoring cost biaya monitoring yaitu biaya untuk membatasi aktifitas yang dilakukan oleh agen. 2 Bonding cost biaya hutang, yaitu biaya karena penggunaan hutang oleh manajemen agent dan pengeluaran karena 5 hilangnya keindependenan atau efisiensi residual loss. 3 Contracting cost adalah biaya yang tidak memiliki pengaruh langsung tetapi biaya ini merupakan akibat berkurangnya kesejahteraan yang seharusnya diterima perusahaan akibat kesempatan investasi yang hilang. Biaya keagenan agency cost dapat diminimumkan melalui peningkatan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen insider ownership. Karena kepemilikan manajerial terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen Jensen dan Meckling, 1976 dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006. Sehingga permasalahan keagenan dan biaya keagenan diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer adalah juga sekaligus sebagai seorang pemilik. Peningkatan kepemilikan saham oleh institusi institusional ownership dapat pula meminumkan biaya keagenan agency cost. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Bushee 1998 dalam Boediono 2005 yang menyatakan kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manajer yang mementingkan diri sendiri melalui tingkat pengawasan yang intens. Kepemilikan institusional dapat menekan kecenderungan manajemen untuk memanfaatkan discretionary dalam laporan keuangan. Fenomena yang terjadi pada perusahaan-perusahaan go public di Indonesia, dimana struktur kepemilikan oleh kepemilikan manajerial perusahaan sangatlah kecil. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ikbal dkk. 2011 yang menyatakan bahwa rata-rata kepemilikan 6 manajerial berjumlah kecil yaitu kurang dari 5 sehingga dengan kondisi seperti ini kemungkinan penyatuan antara kepentingan pemegang saham dengan kepemilikan manajerial seperti yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling 1976 tidak bisa tercapai, akibatnya masalah keagenan dan biaya keagenan tidak dapat dikurangi. Sedangkan fenomena lain yang terjadi, struktur kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak institusional merupakan pemegang saham yang paling mendominasi struktur kepemilikan saham peusahaan-perusahaan go public Indonesia. Hal ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sofyaningsih dan Hardiningsih 2011 yang menemukan bahwa hampir sebagian perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia memiliki kepemilikan institusional yang mendominasi. Dengan kondisi yang seperti ini, walaupun kepemilikan institusional mendominasi tergolong outsider ownership bersama dengan pemegang saham yang berasal dari public masyarakat, namun dapat dikatakan status sebagai outsider dari kepemilikan institusional tersebut menjadi semu karena dalam kenyataannya mereka memiliki afiliasi yang kuat dengan manajemen. Maka fungsi kepemilikan institusional sebagai sarana pengawasan bagi pihak manajemen tidak dapat berjalan secara efektif akibatnya masalah keagenan dan biaya keagenan tidak dapat dikurangi. Alternatif lain yang dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan dan biaya keagenan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jensen dan Meckling 1976 adalah melalui keputusan keuangan yaitu kebijakan dividen. Kebijakan dividen yang dilakukan perusahaan untuk 7 mengurangi masalah keagenan dan biaya keagenan adalah dengan meningkatkan pembayaran dividen kepada pemegang saham. Pengaruh dari meningkatkan pembayaran dividen terhadap kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan cara pembelanjaan atau pemenuhan dana yang lain. Dalam keputusan investasi yang given berarti perusahaan membagikan dividen kepada pemegang saham, perusahaan harus mengeluarkan saham baru sebagai pengganti sejumlah pembayaran dividen. Besarnya dividen ini dapat mempengaruhi harga saham. Apabila dividen yang dibayar tinggi maka harga saham cenderung tinggi sehingga nilai perusahaan juga tinggi. Sebaliknya apabila dividen yang dibayarkan kecil maka harga saham perusahaan tersebut juga rendah. Kemampuan membayar dividen erat hubungannya dengan kemampuan perusahaan memperoleh laba. Jika perusahaan memperoleh laba yang besar maka kemampuan membayar dividen juga besar. Oleh karena itu, dengan dividen yang besar akan meningkatkan nilai perusahaan. Fenomena ini berdasarkan pada tujuan investor melakukan investasi yang pada umumnya adalah untuk mendapatkan keuntungan berupa dividen atau capital gain. Pemegang saham selalu berharap untuk mendapat dividen dalam jumlah besar atau minimal relatif stabil dari tahun ke tahun. Sebagian lagi dari laba bersih perusahaan merupakan laba ditahan yang akan disiapkan oleh perusahaan untuk melakukan investasi kembali reinvestment. Hal inilah yang merupakan inti dari kebijakan dividen, khususnya dalam menentukan dividend payout ratio. 8 Keputusan keuangan lainnya yang digunakan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan adalah cash holding. Cash holding adalah menahan sejumlah kas dalam perusahaan. Hal ini merupakan informasi yang berharga bagi investor dalam mengambil keputusan investasi. Penentuan tingkat Cash holding perusahaan merupakan salah satu keputusan keuangan penting yang harus diambil oleh seorang manajer keuangan. Cash holding dapat digunakan untuk beberapa hal, antara lain dibagikan kepada para pemegang saham berupa dividen, melakukan pembelian kembali saham, melakukan investasi atau menyimpannya untuk kepentingan perusahaan dimasa depan. Perusahaan harus dapat menjaga kas yang dimiliki pada tingkat yang optimal karena menahan kas yang terlalu besar dalam aktiva adalah hal yang tidak produktif karena akan memerlukan biaya yang tinggi dalam pemeliharaannya. Para investor akan melihat situasi ini sebagai sebuah sinyal yang menggambarkan tingkat efektifitas manajemen perusahaan dalam mengelola dananya dan menjadi andil dalam menentukan naik dan turunnya nilai perusahaan. Nilai perusahaan pada dasarnya dapat diukur melalui beberapa aspek. Salah satunya adalah kualitas audit dari laporan keuangan yang telah diaudit. Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa laporan keuangan yang dibuat dengan angka-angka akuntansi yang benar diharapkan dapat meminimalkan konflik diantara pihak-pihak yang berkepentingan. Dengan laporan keuangan yang dilaporkan oleh agent sebagai pertanggungjawaban kinerjanya, principal dapat menilai, mengukur dan mengawasi sampai sejauh 9 mana agent tersebut bekerja untuk meningkatkan kesejahteraannya serta sebagai dasar pemberian kompensasi kepada agent. Investor juga dapat melihat gambaran kondisi perusahaan secara fundamental sebagai dasar pengambilan keputusan investasinya. Mengingat pentingnya laporan keuangan maka perusahaan publik yang terdaftar di BEI Bursa Efek Indonesia, setiap tahunnya wajib melaporkan laporan keuangan dan laporan tahunan yang telah diaudit kepada bursa efek, investor dan publik. Laporan keuangan dan laporan tahunan yang telah diaudit dilaporkan tersebut dipergunakan para investor untuk mengetahui perkembangan kinerja perusahaan serta sebagai langkah pengambilan keputusan investasi pada masa yang akan datang. De Angelo 1981 dalam Alim,dkk. 2007 mendefinisikan audit quality kualitas audit sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Agar laporan audit yang dihasilkan oleh auditor berkualitas maka auditor harus menjalankan pekerjaannya secara profesional. Termasuk saat menghadapi persoalan audit yang kompleks. Auditor harus bisa memenuhi tuntutan yang diinginkan oleh klien, walaupun seberapa tinggi tingkat kompleksitas yang diberikan agar klien merasa puas dengan pekerjaannya dan tetap menggunakan jasa auditor yang sama diwaktu yang akan datang. Pertanyaan dari masyarakat tentang kualitas audit yang dihasilkan oleh akuntan publik semakin besar setelah terjadi banyak skandal yang melibatkan akuntan publik baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Skandal didalam 10 negeri terlihat dari akan diambilnya tindakan oleh Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia IAI terhadap 10 Kantor Akuntan Publik yang diindikasikan melakukan pelanggaran berat saat mengaudit bank-bank yang dilikuidasi pada tahun 1998. Selain itu terdapat kasus keuangan dan manajerial perusahaan publik yang tidak bisa terdeteksi oleh akuntan publik yang menyebabkan perusahaan didenda oleh Bapepam Winarto, 2002 dalam Christiawan, 2003. Selain fenomena di atas, kualitas audit yang dihasilkan akuntan publik juga tengah mendapat sorotan dari masyarakat banyak yakni seperti kasus yang menimpa akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internasional, Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang dan aset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang. Berdasarkan investigasi tersebut Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka. Oleh karenanya Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik SPAP berkaitan dengan laporan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT. Great River tahun 2003. 11 Kualitas audit yang baik biasanya berasal dari auditor skala besar. Auditor skala besar adalah auditor yang bekerja sama dengan auditor internasionalluar negeri. Auditor skala besar memiliki insentif lebih untuk mendeteksi dan melaporkan masalah kliennya dan lebih memungkinkan mendeteksi praktik-praktik akuntansi yang masih meragukan. Oleh karena itu, kualitas auditor dapat menjadi indikator yang baik untuk meningkatkan nilai perusahaan. Penelitian mengenai kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan telah dilakukan oleh Sofyaningsih dan Hardiningsih 2011 yang menemukan bahwa kepemilikan manajerial terbukti mempengaruhi nilai perusahaan, artinya tinggi rendahnya kepemilikan saham oleh jajaran manajemen berkaitan dengan tinggi rendahnya nilai perusahaan. Hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Soliha 2002 yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan Penelitian mengenai kepemilikan institusional terhadap nilai perusahaan telah dilakukan oleh Rahmawati dan Triatmoko 2007 yang menemukan bahwa kepemilikan institusional memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini didukung pula oleh Haruman 2008 yang menyatakan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif + ke MVE dan negatif - ke closing price. Penelitian mengenai pengaruh kebijakan dividen yang diproksikan dengan dividend payout ratio terhadap nilai perusahaan yang telah dilakukan oleh Haruman 2008 menyatakan bahwa kebijakan dividen memiliki 12 hubungan yang signifikan dan berpengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi pembayaran dividen mengakibatkan penurunan nilai perusahaan. Bertolak belakang dengan hasil penelitian Haruman 2008, Sujoko dan Soebiantoro 2007 menemukan bahwa kebijakan dividen memiliki hubungan yang signifikan dan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan Penelitian mengenai cash holdings dan nilai perusahaan menemukan beberapa hubungan. Penelitian yang dilakukan oleh Kin-Wai Lee dan Cheng- Few Lee 2008 menemukan hubungan bahwa nilai perusahaan yang diproksikan dengan market to book ratio berhubungan negatif dengan cash holdings. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perusahaan dengan cash holdings yang tinggi menyebabkan investor khawatir bahwa manajer lebih mempunyai kekuasaan untuk menghamburkan sumber daya perusahaan pada value destroying projects proyek yang merusak nilai. Namun, pada penelitian lain menunjukkan bahwa kepemilikan kas memiliki hubungan positif dengan nilai perusahaan. Hasil penelitian ini didukung oleh Chen 2008 yang menyatakan bahwa kepemilikan kas dapat meningkatkan nilai perusahaan dengan mengurangi semua pembiayaan dan meningkatkan nilai tambah dengan menciptakan investasi yang dilakukan oleh perusahaan. Hal ini konsisten dengan Boyle dan Guthrie 2003 yang berpendapat bahwa kepemilikan kas cash holding pada tingkat yang tinggi diperlukan suatu investasi yang potensial. 13 Penelitian mengenai pengaruh kualitas audit terhadap nilai perusahaan telah dilakukan oleh Herawaty 2008 yang membuktikan bahwa kualitas audit memiliki hubungan yang signifikan dan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini membuktikan bahwa semakin baik kualitas audit sebuah laporan keuangan maka tingkat kepercayaan dan keputusan yang diambil pemegang saham semakin tinggi. Dengan demikian nilai perusahaan akan meningkat. Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian karena adanya perbedaan dari beberapa hasil peneliti terdahulu. Maka penulis akan mengajukan penelitian dengan judul : “PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN, DIVIDEND PAYOUT RATIO, CASH HOLDING DAN KUALITAS AUDIT TERHADAP NILAI PERUSAHAAN ” Studi Empiris pada Perusahaan Go Public yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2007-2011 Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan dari penelitiaan-penelitian sebelumnya yaitu penelitian Sofyaningsih dan Hardiningsih 2011. Untuk membedakannya dengan penelitian sebelumnya maka peneliti melakukan beberapa perubahan diantaranya adalah: 1. Adanya penambahan variabel independen berupa cash holding yang diperoleh dari penelitian Isshaq, et. al. 2009. Selain itu, penambahan variabel kualitas audit yang diperoleh dari penelitian Herawaty 2008. Peneliti tertarik untuk menguji dan menganalisis variabel tambahan di dalam penelitian ini karena masih ditemukan adanya perbedaan baik 14 hasil maupun teori mengenai hubungan yang terkait dengan nilai perusahaan. 2. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia BEI kecuali perusahaan sektor keuangan dan BUMN dari tahun 2007 sampai dengan 2011. Sedangkan, populasi yang digunakan dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sofyaningsih dan Hardiningsih 2011 adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dari tahun 2007 sampai dengan 2009.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2010

0 78 102

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio Pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di Bursa Efek Indonesia

0 26 103

Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Kebijakan Dividen, Cash Holding, Ukuran Perusahaan dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Perusahaan LQ – 45 Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009 - 2013

2 11 124

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN DIVIDEND PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN DIVIDEND PAYOUT RATIO TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 5 13

PENDAHULUAN PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN DIVIDEND PAYOUT RATIO TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 2 6

KESIMPULAN PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN DIVIDEND PAYOUT RATIO TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 3 25

PENGARUH FREE CASH FLOW TERHADAP DIVIDEND PAYOUT PENGARUH FREE CASH FLOW TERHADAP DIVIDEND PAYOUT RATIO PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE TAHUN 2001-2007.

0 4 11

PENDAHULUAN PENGARUH FREE CASH FLOW TERHADAP DIVIDEND PAYOUT RATIO PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE TAHUN 2001-2007.

0 2 6

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN MANAJERIAL, RISIKO KEUANGAN, NILAI PERUSAHAAN, DAN DIVIDEND PAYOUT RATIO TERHADAP PERATAAN LABA (Studi Pada Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2012-2016)

0 1 17

Pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap nilai perusahaan : studi empiris pada perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia - USD Repository

0 1 100