Pengertian Cash Holding Cash Holding

35 bertambahnya jumlah saham yang beredar, ada kemungkinan kelompok pemegang saham tertentu tidak lagi dapat mengendalikan perusahaan karena jumlah saham yang mereka kuasai menjadi berkurang dari seluruh saham yang beredar. Oleh karena itu dianggap berbahaya bila perusahaan terlalu besar membayar dividennya, sehingga pengendalian perusahaan menjadi berpindah tangan.

4. Cash Holding

a. Pengertian Cash Holding

Kas merupakan aset perusahaan paling likuid yang berfungsi sebagai darah perusahaan dalam menggerakkan operasi rutin. Kebijakan perusahaan untuk memegang kas merupakan langkah untuk melindungi perusahaan dari cash shortfall. Semakin besar ketidakpastian atau volatilitas dari cash flow perusahaan, maka semakin besar kemungkinan terjadinya kekurangan kas operasional dan perusahaan terdorong untuk memegang kas dalam jumlah yang lebih besar Dittmar, 2008. Kas adalah salah satu aset yang siap dikonversikan menjadi aset jenis lainnya. Kas sangat mudah disembunyikan dan dipindahkan, dan sangat diinginkan. Oleh karena karakteristik tersebut, maka kas merupakan aset yang paling mungkin untuk digunakan dan dibelanjakan dengan tidak tepat. Kas juga merupakan aset yang paling rentan terhadap perilaku ceroboh manajemen Isshaq, et. al., 2009. 36 Pada umumnya, perusahaan yang secara finansial tidak dibatasi dengan corporate governance yang lebih lemah, cenderung menginvestasikan kas lebih banyak dan menghabiskan kas yang tersedia lebih cepat. Oleh karena itu, corporate governance yang lebih lemah mempunyai konsekuensi terhadap manajemen kas sehingga manajer pada corporate governance yang lemah mempunyai cadangan kas yang lebih kecil Harford, et. al., 2008 dalam Isshaq, et. al., 2009. Manajer dalam pengawasan lemah, lebih memilih investasi eksternal melalui akuisisi kas daripada investasi internal melalui RD dan modal. Harford, et al., 2006 dalam Isshaq et al., 2009 menemukan bahwa investasi pada akuisisi, RD, dan belanja modal oleh perusahaan dengan corporate governance yang buruk akan mengurangi profitabilitas masa depan dan nilai perusahaan. Sedangkan pengertian kas menurut PSAK No.2 Tahun 2009 yaitu: “Kas terdiri atas saldo kas cash on hand dan rekening giro demand deposits. Setara kas cash equivalent adalah investasi yang sifatnya sangat likuid, berjangka pendek, dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumlah yang dapat ditentukan dan memiliki risiko perubahan nilai yang tidak signifikan.” Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kas adalah aset yang sangat likuid atau cair yang sifatnya berjangka pendek sehingga mudah digunakan untuk operasional perusahaan dan tidak disimpan dalam jangka waktu yang lama. 37 Kas cash terdiri atas koin, uang kertas, cek, money order wesel atau kiriman uang melalui pos yang lazim berbentuk draft bank atau cek bank, dan uang tunai di tangan atau simpanan di bank atau semacam deposito. Aturan yang berlaku umum di bank adalah jika bank menerima untuk disimpan di bank, maka itulah kas. Benda- benda semacam benda pos, dan cek masa depan utang cek di masa depan bukanlah kas. Benda pos adalah beban dibayar di muka, dan cek masa depan adalah piutang usaha. Dari uraian di atas maka kriteria kas adalah sebagai berikut: 1 Diakui secara umum sebagai alat pembayaran yang sah; 2 Dapat dipergunakan setiap saat diperlukan; 3 Penggunaannya bersifat bebas; 4 Dikirim sesuai dengan nilai nominalnya. Dengan demikian cash holding adalah jumlah kepemilikan kas yang dimiliki oleh perusahaan. Jika kas yang dimiliki perusahaan cukup atau tidak berlebihan maka dapat mengindikasikan kelikuiditasan perusahaan. Hal ini berarti kreditor percaya bahwa perusahaan dapat segera membayar hutang-hutangnya karena jumlah kas yang dimiliki perusahaan tidak berlebihan yang artinya cukup untuk operasional, investasi di masa depan dan membayar hutang. Sedangkan jika kepemilikan kas yang rendah maka akan berakibat kurangnya dana yang akan digunakan untuk operasional perusahaan, investasi di masa depan dan macetnya pembayaran hutang. Hal ini 38 akan berakibat ketidakpercayaan kreditor kepada perusahaan sehingga perusahaan akan sulit mendapatkan pendanaan dari kreditor. Dan sebaliknya, jika kepemilikan kas yang dimiliki perusahaan dinilai terlalu berlebihan dan tinggi maka perusahaan tersebut membuat penurunan nilai perusahaan melalui akuisisi dan merger. Hal ini dikarenakan perlindungan terhadap saham lemah sehingga dapat menurunkan nilai perusahaan. Dalam penelitian Isshaq, et. al. 2009 yang menyatakan bahwa variabel cash holdings dapat diukur dengan log dari saldo kas neraca akhir tahun atau kas setara kas. b. Cash Holding Theory 1 Teori Agency Problem Agency theory mengungkapkan dua hipotesis pada kebijakan tingkat pemegangan kas perusahaan, yang pertama adalah teori free cash flow dimana perusahaan menimbun jumlah kas yang terlalu besar dan manajemen memilih menimbun kas tersebut untuk kepentingan pribadi dibanding harus membayarkannya pada shareholder dan untuk mendapatkan kemudahan dan fleksibilitas Opler, et. al., 1999 dan yang kedua adalah teori Risk-Reduction dimana manajer perusahaan yang risk averse, akan meningkatkan cash holding mereka untuk mengurangi eksposur risiko. Cash Holding = Log year end cash balances 39 2 Teori Pecking Order Teori Pecking Order mengungkapkan adanya hierarki dalam pendanaan. Perusahaan memilih untuk menggunakan pendanaan internal terlebih dahulu untuk kemudian pendanaan eksternal dikarenakan adanya biaya dari biaya ketidaksimetrisan informasi. Adapun hierarki pendanaan yang memiliki biaya terkecil hingga terbesar adalah menggunakan laba ditahan, menerbitkan utang risiko rendah, utang risiko tinggi dan pilihan terakhir menerbitkan ekuitas. 3 Teori Trade Off Teori ini mengemukakan bahwa perusahaan akan memaksimalkan nilai perusahaan berdasarkan pertimbangan akan biaya dan keuntungan dari memegang kas. Perusahaan memegang kas dikarenakan adanya keuntungan yang berasal dari motif transaksional dan motif jaga-jaga. Keuntungan dari transaction motives adalah perusahaan bisa menghemat biaya transaksi dengan menggunakan kas sebagai alat pembayaran selain harus melikuidasi aset. Hal ini berarti perusahaan lebih suka menggunakan kasnya untuk membayar hutang-hutangnya. Sedangkan precautionary motives atau motif jaga-jaga menunjukkan perusahaan bisa menghimpun cadangan kas yang lebih banyak untuk menghindari adanya risiko di masa yang akan datang atau untuk membiayai aktifitas dan investasinya 40 Keynesian, 1936. Dengan demikian perusahaan mendapatkan keuntungan atas investasinya di masa depan. 5. Kualitas Audit Laporan keuangan auditan yang berkualitas, relevan dan reliabilitas dihasilkan dari audit yang dilakukan oleh auditor yang berkualitas. Pengguna laporan keuangan lebih mempercayai laporan keuangan yang diaudit oleh auditor berkualitas tinggi daripada yang diaudit oleh auditor tidak berkualitas karena mereka menganggap bahwa auditor yang berkualitas tinggi akan lebih efektif dalam melakukan proses audit untuk mendeteksi salah saji atau kecurangan dikarenakan kebutuhan mereka untuk mempertahankan kreditibilitas. Kualitas Audit diartikan oleh De Angelo 1981 dalam Alim, dkk. 2007 mendefinisikan kualitas audit sebagai probabilitas bahwa auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran pada sistem akuntansi klien. Sedangkan Deis dan Groux dalam Alim, dkk. 2007 menjelaskan bahwa probabilitas untuk menemukan pelanggaran tergantung pada kemampuan teknis auditor dan probabilitas melaporkan pelanggaran tergantung pada independensi auditor. Seorang auditor dituntut untuk dapat menghasilkan kualitas pekerjaaan yang tinggi, karena auditor mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap pihak-pihak yang berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu perusahaan termasuk masyarakat dan tidak hanya bergantung pada klien saja. 41 Kualitas audit terkait dengan adanya jaminan auditor bahwa laporan keuangan tidak menyajikan kesalahan yang material atau memuat kecurangan. Jaminan ini dapat dilihat dari ukuran KAP atau skala auditor yang terbagi menjadi dua yaitu KAP big four dan KAP non big four yang diukur m enggunakan variabel dummy yaitu satu untuk perusahaan yang telah diaudit oleh KAP big four dan nol untuk perusahaan yang diaudit oleh KAP non big four. Sedangkan, De Angelo 1981 dalam Alim, dkk. 2007 menyatakan bahwa kualitas audit dapat dilihat dari tingkat kepatuhan auditor dalam melaksanakan berbagai tahapan yang seharusnya dilaksanakan dalam sebuah kegiatan pengauditan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kualitas audit menyangkut kepatuhan auditor dalam memenuhi hal yang bersifat prosedural untuk memastikan keyakinan terhadap keterandalan laporan keuangan. Menurut Herawaty 2008 mengemukakan bahwa kualitas audit sering dikaitkan dengan skala auditor , yang dipandang mempunyai kelebihan dalam empat hal, yaitu : a. Besarnya jumlah dan ragam klien yang ditangani KAP; b. Banyaknya ragam jasa yang ditawarkan; c. Luasnya cakupan geografis, termasuk adanya afiliasi international; d. Banyaknya jumlah staf audit dalam suatu KAP. Dengan demikian, diperkirakan bahwa dibandingkan dengan KAP non big four, KAP big four mempunyai kemampuan yang lebih baik 42 dalam melakukan audit, sehingga mampu menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi. Banyak penelitian menemukan kualitas audit berkorelasi positif dengan kredibilitas auditor dan berkorelasi negatif dengan kesalahan laporan keuangan. Laporan keuangan yang berkualitas merupakan salah satu elemen penting dalam meningkatkan perusahaan. Hal ini disebabkan laporan keuangan merupakan salah satu informasi yang diperlukan oleh investor untuk menentukan strategi investasi dan untuk melakukan berbagai analisis menilai sebuah perusahaan.

6. Nilai Perusahaan

Dokumen yang terkait

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2008-2010

0 78 102

Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio Pada Perusahaan Manufaktur yang Go Public di Bursa Efek Indonesia

0 26 103

Pengaruh Profitabilitas, Leverage, Kebijakan Dividen, Cash Holding, Ukuran Perusahaan dan Corporate Social Responsibility Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Perusahaan LQ – 45 Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009 - 2013

2 11 124

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN DIVIDEND PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN DIVIDEND PAYOUT RATIO TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 5 13

PENDAHULUAN PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN DIVIDEND PAYOUT RATIO TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 2 6

KESIMPULAN PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN DAN DIVIDEND PAYOUT RATIO TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris pada Perusahaan Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia).

0 3 25

PENGARUH FREE CASH FLOW TERHADAP DIVIDEND PAYOUT PENGARUH FREE CASH FLOW TERHADAP DIVIDEND PAYOUT RATIO PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE TAHUN 2001-2007.

0 4 11

PENDAHULUAN PENGARUH FREE CASH FLOW TERHADAP DIVIDEND PAYOUT RATIO PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PERIODE TAHUN 2001-2007.

0 2 6

PENGARUH STRUKTUR KEPEMILIKAN MANAJERIAL, RISIKO KEUANGAN, NILAI PERUSAHAAN, DAN DIVIDEND PAYOUT RATIO TERHADAP PERATAAN LABA (Studi Pada Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun 2012-2016)

0 1 17

Pengaruh struktur kepemilikan saham terhadap nilai perusahaan : studi empiris pada perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia - USD Repository

0 1 100