Definisi Independensi Pengaruh independensi, keahlian profesional pengalaman kerja dan program pelatihan terhadap kualitas pengendalian intern (studi kasus pada Direktorat Jendral hak kekayaan Intelektual kementrian hukum dan hak asasi manuaia)

22 dukungan dari manajemen sehingga mereka dapat bekerjasama dengan pihak yang diperiksa dan dapat menyelesaikan pekerjaannya secara bebas dari berbagai campur tangan pihak lain. Dalam melaksanakan audit agar pelaksanaan audit internal memadai maka seorang audit internal harus mempunyai independensi yang tinggi dan bertindak secara objektif. b. Objektifitas Objektifitas adalah sikap mental yang independen yang harus dikembangkan oleh auditor internal dalam melaksanakan pemeriksaannya. Auditor tidak boleh menempatkan penilaian sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan secara lebih rendah dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan oleh pihak lain atau menilai sesuatu berdasarkan penilaian orang lain. Para pemeriksa internal haruslah melakukan tugasnya secara objektif. Dalam Kode Etik Akuntan tahun 2009 disebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang auditor untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam pelaksanaan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Setiap akuntan harus memelihara integritas dan objektivitas dalam tugas profesionalnya dan setiap auditor harus independen dari semua kepentingan yang bertentangan atau pengaruh yang tidak layak. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa independensi merupakan suatu sikap seseorang untuk bertindak secara objektif dan dengan integritas yang tinggi. Integritas berhubungan dengan 23 kejujuran intelektual akuntan, sedangkan objektivitas berhubungan dengan sikap netral dalam melaksanakan tugas pemeriksaan dan menyiapkan laporan audit. Menurut Rahayu, Ely et.al 2010:51, terdapat upaya memelihara Independensi, yaitu dapat berupa persyaratan atau dorongan lain. Hal-hal tersebut terdiri dari enam upaya antara lain: a. Kewajiban hukum, adanya sanksi hukum bagi auditor yang tidak independen. b. Standar auditing yang berlaku umum, sebagai pedoman yang mengharuskan auditor mempertahankan sikap independen, untuk semua hal yang berkaitan dengan penugasan. c. Standar pengendalian mutu, salah satu standar pengendalian mutu masyarakat kantor akuntan publik untuk menetapkan kebijakan dan prosedur guna memberikan jaminan yang cukup kepada semua staf independent. d. Komite audit, merupakan sejumlah anggota dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggung jawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen. e. Komunikasi dengan auditor pendahulu. Auditor pengganti melakukan komunikasi dengan auditor pendahulu sebelum menerima penugasan, dengan tujuan untuk mendapat informasi mengenai integritas manajemen. 24 f. Penjajagan pendapat mengenai penerapan prinsip akuntansi. Tujuan untuk meminimasi kemungkinan manajemen menjalankan praktik membeli pendapat, hal ini merupakan ancaman potensial terhadap independensi. Menurut Christiawan 2009:86, ada empat hal yang mengganggu independensi akuntan publik, yaitu: a Akuntan publik memiliki mutual atau conflicting interest dengan klien, b Mengaudit pekerjaan akuntan publik sendiri, c Berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien, dan d Bertindak sebagai penasihat advocate dari klien. Akuntan publik akan terganggu independensi jika memiliki hubungan bisnis, keuangan dan manajemen atau karyawan dengan kliennya. Mutual interest terjadi jika akuntan publik berhubungan dengan audit committee yang ada di perusahaan, sedangkan conflict interest jika akuntan publik berhubungan dengan manajemen. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat upaya memelihara Independensi antara lain adalah kewajiban hukum, standar auditing yang berlaku umum, standar pengendalian mutu, komite audit, komunikasi dengan auditor pendahulu, dan penjajagan. Upaya tersebut dilakukan untuk menghindari situasi yang menimbulkan kesan pada pihak ketiga bahwa ada pertentangan kepentingan dan keobjektifan sudah tidak dapat dipertahankan. 25

2. Konsep-Konsep Independensi

Menurut Mautz dan Sharaf 1993 dalam Ahmad 2009:2 mengemukakan sejumlah indikasi yang dapat bertindak sebagai pembela ketika independensi ditantang. Mereka membicarakan khususnya pada akuntan publik tentang konsep yang dapat diterapkan pada auditor internal untuk mencoba mendemonstrasikan kenyataan dan bukti-bukti secara obyektif. Konsep-konsep independensi, yaitu: menyusun independensi, menguji independensi, pelaporan independensi. a. Menyusun independensi 1 Bebas dari segala campur tangan manajerial dalam penyusunan program audit. 2 Bebas dari segala campur tangan dalam penyusunan prosedur audit. 3 Bebas dari segala macam syarat untuk meninjau kerja audit kecuali berkaitan dengan proses audit yang normal. b. Menguji independensi 1 Bebas memasuki segala catatan, harta, dan pegawai yang berhubungan dengan pemeriksaan. 2 Kerjasama aktif dari manajemen sepanjang proses audit. 3 Bebas dari segala usaha manajerial untuk menetapkan aktivitas- aktivitas yang akan diperiksa atau untuk menetapkan bukti-bukti yang dapat diterima. 26 4 Bebas dari segala kepentingan individu atas peranan penting audit internal sehingga timbul keinginan untuk membatasi atau mengeluarkannya dari pelaksanaan pemeriksaan. c. Pelaporan independensi 1 Bebas dari segala rasa berkewajiban untuk mengubah dampak dari fakta-fakta yang dilaporkan. 2 Bebas dari segala tekanan untuk menghilangkan masalah-masalah yang penting dalam laporan auditor internal. 3 Penghindaran penggunaan bahasa yang memiliki arti ganda, baik sengaja maupun tidak sengaja dalam menyatakan fakta, pendapat, dan rekomendasi serta interpretasi mereka. 4 Bebas dari segala usaha untuk menolak keputusan auditor termasuk fakta-fakta dan pendapat-pendapat di dalam laporan audit internal. Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa auditor internal harus memiliki sifat profesional yang utama yaitu indepedensi. Auditor internal yang profesional harus memiliki independensi untuk memenuhi kewajiban profesionalnya, untuk menyuarakan suatu kebebasan, tidak berat sebelah, pendapat yang tidak dibatasi, dan untuk melaporkan masalah- masalah seperti apa adanya daripada memenuhi apa yang diinginkan beberapa eksekutif. Para auditor internal haruslah tidak terkekang oleh batasan-batasan dalam audit, audit apa yang boleh dilakukan dan bagaimana cara melakukannya, agar hal tersebut dapat berjalan dengan baik maka diperlukanlah konsep-konsep independensi. 27

C. Keahlian

1. Pengertian Keahlian

Menurut Webster’s ninth New Collegiate Dictionary 1983 dalam Murtanto, Gudono 2009:39 mendefinisikan keahlian expertise adalah ketrampilan dari seorang yang ahli. Ahli experts didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki tingkat ketrampilan tertentu atau pengetahuan yang tinggi dalam subjek tertentu yang diperoleh dari pengalaman atau pelatihan. Sedangkan Dwi 2009:4 mendefinisikan keahlian sebagai keberadaan dari pengetahuan tentang suatu lingkungan tertentu, pemahaman terhadap masalah-masalah yang timbul dalam lingkungan tersebut, dan keterampilan untuk memecahkan permasalahan tersebut. Keahlian audit dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan, yaitu: keahlian teknis, dan keahlian non teknis. a. Keahlian teknis Adalah kemampuan mendasar seorang auditor berupa pengetahuan prosedural dan kemampuan klerikal lainnya dalam lingkup akuntansi dan auditing secara umum. b. Keahlian non teknis Merupakan kemampuan dari dalam diri seorang auditor yang banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor personal dan pengalaman. Menurut Praptomo 2002 dalam Dwi 2009:15 auditor harus memiliki keahlian yang diperlukan dalam tugasnya, keahlian ini meliputi keahlian mengenai 28 audit yang mencakup antara lain: merencanakan program kerja pemeriksaan, menyusun program kerja pemeriksaan, melaksanakan program kerja pemeriksaan, menyusun kertas kerja pemeriksaan, menyusun berita pemeriksaan, dan laporan hasil pemeriksaan Menurut Dwi 2009:4 komponen keahlian berdasarkan model dapat dibagi menjadi lima, ialah: 1 Komponen pengetahuan knowledge component yang meliputi komponen seperti pengetahuan terhadap fakta-fakta, prosedur, dan pengalaman. 2 Ciri-ciri psikologis pshycological traits yang ditujukan dalam komunikasi, kepercayaan, kreativitas, dan kemampuan bekerja dengan orang lain. 3 Kemampuan berpikir untuk mengakumulasikan dan mengolah informasi. 4 Strategi penentuan keputusan, baik formal maupun informal. 5 Analisis tugas yang dipengaruhi oleh pengalaman audit yang mempunyai pengaruh terhadap penentuan keputusan. Kesimpulan menurut pemaparan diatas ialah seorang auditor harus mempunyai keterampilan, pengetahuan dan kompeensi lain yang diperlukan unuk melaksanakan tanggung jawabnya. Tenaga ahli dapat berupa pengacara, konsultan lingkungan, insinyur dan lain-lain. Tenaga ahli harus memiliki kualifikasi profesional, kompetensi dan pengalaman