pH 6 – 7 maka reaksi akan di set-up pada pH tersebut untuk mengetahui aktifitas lipase terbaik. Untuk menurunkan pH awal digunakan H
2
SO
4
dengan konsentrasi 15. Sebagai kontrol reaksi enzimatis, dilakukan percobaan non enzim.
Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa untuk pH 7 dan pH 6 aktifitas Rhizomucor meihei
tidak menunjukkan aktifitas yang baik. Konversi pada reaksi enzimatis menunjukkan nilai minus, hal ini disebabkan oleh adanya reaksi esterifikasi
yang bersifat reversibel oleh karena kehadiran H
2
SO
4
. Sedangkan reaksi dengan pH 8, menunjukkan aktifitas yang baik. Dari hasil percobaan pendahuluan ini, dapat
disimpulkan bahwa lipase Rhizomucor meihei mampu bekerja pada reaksi amidasi dengan pH yang alkalis.
4.1.6 Penentuan Level Rhizomuor meihei
Percobaan amidasi asam lemak sawit distilat ALSD dengan menggunakan Rizhomucor meihei
dilakukan pada 6 level konsentrasi biokatalis dalam persen berat bb yaitu 6, 8, 10, 12 dan 14 serta 0 non enzim sebagai kontrol reaksi.
Percobaan tanpa menggunakan enzim ditujukan untuk mengetahui besarnya pengaruh yang dapat diberikan oleh lipase terhadap reaksi. Reaksi amidasi berlangsung selama
24 jam dengan rasio mol 1:1 antara asam lemak sawit distilat ALSD terhadap dietanolamina. Untuk menghemat penggunaan energi sebagian besar penelitian
pendahuluan dilakukan pada temperatur ruang 30
o
C. Setelah waktu reaksi mencapai 24 jam dilakukan pengambilan sampel guna dianalisa bilangan asamnya. Hasil
percobaan dapat dilihat pada tabel berikut dibawah ini.
Tabel 8. Pengaruh Level Konsentrasi Rhizomucor meihei Terhadap Produk Level Konsentrasi
R. meihei bb
BILANGAN ASAM mmolg Bilangan Asam Awal mmolg = 132,72
KONVERSI
6 105,92 20.19
8 92,81 30,07
10 75,61 43,02
12 101,20 23,74
14 102,56 22,72
10 20
30 40
50
6 8
10 12
14
Level Rhizom ucor m eihei bb Ko
n v
er si
Gambar 12. Pengaruh Level Konsentrasi Biokatalis Terhadap Dietanolamida
Perolehan produk terbaik terdapat pada konsentrasi 10. Dari Gambar 12 ditunjukkan bahwa aktifitas enzim mengalami penurunan pada konsentrasi biokatalis
yang lebih tinggi. Hal ini menggambarkan adanya batasan aktifitas enzim, karena terbatasnya substrat yang tersedia. Berdasarkan hasil di atas, ditetapkan konsentrasi
biokatalis 10 sebagai nilai center point dalam desain response surface methodology RSM yang akan digunakan.
4.1.7 Penentuan Level Rasio Substrat
Dietanolamida dikenal sebagai foaming booster peningkat busa karena tingkat kepolaran yang dimilikinya lebih baik dari alkanolamida lain Takaya dkk,
2004. Reaksi antara ALSD dengan dietanolamina dilakukan dengan menggunakan dietanolamina berlebih sehingga asam lemak sawit distilat berperan sebagai reaktan
pembatas yang akan diobservasi. Percobaan dilakukan pada kondisi reaksi temperatur ruang 30
o
C, konsentrasi Rhizomucor meihei 10 selama 24 jam. Level rasio substrat yang digunakan adalah 1:1; 1:5; 1:10, 1:15 dan 1:20. Sebagai kontrol reaksi
dilakukan percobaan tanpa enzim non enzim dengan rasio substrat yang sama.
Tabel 9. Pengaruh Rasio Substrat Terhadap Perolehan Dietanolamida BILANGAN ASAM mmolmg
RASIO ALSD:Dietanolamina
Awal Akhir KONVERSI
Non Enzim
R.meihei Non Enzim R.meihei
1:1 132,72
113,54 75,61 14,45 43,02 1:5 127,95
84,08 72,19
34,28 43,57
1:10 118,61 76,71
61,69 35,32
47,98 1:15 112,11
66,52 66,21
40,66 40,94
1:20 30,08 20,86
22,33 30,65
25,75
Dari beberapa penelitian sebelumnya, diketahui bahwa penggunaan asam lemak berlebih akan meningkatkan senyawa amina ester yang terbentuk Nuryanto,
dkk., 2002. Sebab asam lemak yang excess tersebut akan bereaksi dengan gugus
hidroksil dari dietanolamina, membentuk amina ester. Sedangkan penggunaan alkanolamina yang berlebih turut dibutuhkan untuk pembentukan ikatan peptida
amida yang efektif. Tetapi untuk setiap pembentukan satu ikatan peptida, akan dihasilkan satu molekul air, sehingga harus ditentukan rasio ALSDdietanolamina
yang tepat untuk memperoleh dietanolamida.
10 20
30 40
50 60
1:1 1:5
1:10 1:15
1:20
Ras io ALSDDietanolam ina K
o
No n enzim
si n
ver
Rhizo muco r meihei
Gambar 13. Pengaruh Rasio Substrat Terhadap Perolehan Dietanolamida
Pemilihan kondisi percobaan untuk menentukan level optimum rasio substrat
merujuk pada percobaan yang dilakukan oleh Rahman, dkk 2003. Dari hasil
percobaan diketahui perolehan produk terbesar pada rasio sustrat 1:10, sedangkan pada rasio 1:15 konversi produk mendekati non enzim. Sedangkan rasio 1:20 telah
terjadi penurunan konversi produk dietanolamida yang nyata. Hal ini disebabkan oleh adanya hambatan oleh substrat yang terjadi karena substrat telah berikatan dengan
enzim membentuk kompleks enzim substrat. Hasil percobaan ini bersesuaian ini
dengan hasil yang diperoleh oleh Rahman, dkk 2003, bahwa pada rasio substrat 1:15 hingga 1:20 perolehan produk telah konstan. Analisa FT-IR menunjukkan bahwa
penggunaan dietanolamina berlebih pada reaksi non enzim dapat memicu kehadiran amina ester, tetapi pada reaksi enzimatis penggunaan dietanolamina berlebih tidak
menunjukkan kehadiran amina ester. Hal ini disebabkan pada non enzim terdapat air sebagai hasil samping dari reaksi esterifikasi, sehingga kemungkinan terbentuknya
amina ester semakin besar. Hasil percobaan ini menunjukkan adanya kemungkinan penggunaan konsentrasi substrat yang tinggi untuk meningkatkan konversi produk.
Hasil analisa terlampir pada Lampiran 6 Gambar 27
4.1.8 Penentuan Level Temperatur