Penentuan Rasio Pelarut Pengaruh pH

4.1.4 Penentuan Rasio Pelarut

Berdasarkan percobaan untuk penentuan jenis pelarut yang memberikan pengaruh positif terhadap perolehan dietanolamida, maka ditentukan n-heksana sebagai pelarut. Pelarut n-heksan yang digunakan memiliki kadar kemurnian 99. Digunakannya n-heksan dalam reaksi ini, bertujuan untuk membantu kelarutan dari asam lemak sawit distilat ALSD terhadap dietanolamina. Karenanya akan timbul suatu asumsi, bahwa peningkatan rasio pelarut dapat meningkatkan kehomogenan substrat yang akhirnya diharapkan mampu memberikan perolehan produk yang baik. Untuk itu dibutuhkan penentuan rasio pelarut yang tepat untuk meningkatkan kelarutan, tetapi juga memberikan pengaruh positif terhadap kinerja Rhizomucor meihei . Percobaan dilakukan dengan rasio ALSDn-heksana bv adalah 1:1, 1:2, 1:3 dan 1:4 dan sebagai kontrol terhadap reaksi dilakukan percobaan dengan rasio pelarut yang sama tanpa menggunakan enzim lipase non enzim. Berikut adalah hasil percobaan untuk penentuan rasio n-heksana. 5 15 20 25 30 35 40 45 50 1:1 1:2 1:3 1:4 Rasio n-Heksan bv o si Enzim n v er Non Enzim K 10 Gambar 11. Pengaruh Rasio Pelarut Terhadap Produk Dietanolamida Dari hasil percobaan diketahui bahwa rasio ALSD terhadap pelarut 1:2 bv memberikan performa terbaik. Hal ini dimungkinkan oleh peningkatan rasio pelarut yang menyebabkan keracunan toksik pada enzim lipase. Dapat dilihat pada rasio pelarut 1:3 dan 1:4, bahwa konversi yang diberikan untuk non enzim semakin meningkat dengan bertambahnya pelarut yang disebabkan oleh homogenitas campuran yang semakin tinggi. Berbeda dengan reaksi enzimatis yang mengalami penurunan, bahkan memberikan konversi yang hampir sama dengan non enzim pada rasio 1:4. Kondisi ini menggambarkan bahwa lipase tidak aktif pada kondisi tersebut.

4.1.5 Pengaruh pH

Pada dasarnya enzim merupakan kumpulan protein. Seperti halnya protein, struktur ion enzim bergantung pada pH lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda zwitter ion. Dengan demikian perubahan pH lingkungan akan berpengaruh terhadap efektifitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh struktur ion pada enzim, pH rendah atau pH tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim. Pada kondisi tertentu, terdapat beberapa jenis enzim yang dapat bertahan pada kondisi alkalis. Untuk itu dibutuhkan suatu penelitian pendahuluan untuk mengetahui kemampuan lipase Rhizomucor meihei pada reaksi amidasi asam lemak sawit distilat ini. Percobaan dilakukan pada kondisi temperatur ruang 30 o C, rasio mol 1:1 ALSDdietanolamina, biokatalis 10. Sebagian besar enzim bekerja optimum pada pH 6 – 7 maka reaksi akan di set-up pada pH tersebut untuk mengetahui aktifitas lipase terbaik. Untuk menurunkan pH awal digunakan H 2 SO 4 dengan konsentrasi 15. Sebagai kontrol reaksi enzimatis, dilakukan percobaan non enzim. Berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa untuk pH 7 dan pH 6 aktifitas Rhizomucor meihei tidak menunjukkan aktifitas yang baik. Konversi pada reaksi enzimatis menunjukkan nilai minus, hal ini disebabkan oleh adanya reaksi esterifikasi yang bersifat reversibel oleh karena kehadiran H 2 SO 4 . Sedangkan reaksi dengan pH 8, menunjukkan aktifitas yang baik. Dari hasil percobaan pendahuluan ini, dapat disimpulkan bahwa lipase Rhizomucor meihei mampu bekerja pada reaksi amidasi dengan pH yang alkalis.

4.1.6 Penentuan Level Rhizomuor meihei