Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan

BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan

Menurut Mangkunegara 2000 “Kinerja prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Dalam bidang surveilans malaria maka kinerja dapat diartikan sebagai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh petugas P2PM puskesmas dalam melakukan tugas surveilans malaria yang meliputi: pengumpulan data, pengolahan dan analisa data, pelaporan, visualisasi data, tindak lanjut dan jejaring. Pelaksanaan tahapan-tahapan surveilans di Indonesia masih mengalami masalah. Pada tahap pengumpulan data, sering ditemukan pengumpulan data yang belum menjangkau seluruh wilayah kerja. Pengumpulan data hanya menggunakan W2 dan KDRS, dan ketepatan waktu pelaporan masih rendah, output yang dihasilkan berupa gambaran endemisitas, API dan SPR. Demikian juga dengan kualitas data yang dikumpulkan, masih sering ditemukan erorr rate data yang masih tinggi. Data yang dikumpulkan juga sering tidak dianalisis. Data hanya dikumpulkan kemudian dilaporkan. Pada tahapan visualisasi data, penyebaran informasi belum optimal. Belum ada bulletin yang diterbitkan oleh Bidang P2PL Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan. Umpan balik terhadap hasil surveilans dalam bentuk pertemuan dengan petugas sangat jarang dilakukan. Hal ini menyebabkan berkurangnya manfaat Universitas Sumatera Utara surveilans dalam penanggulangan penyakit. Surveilans penyakit sering dianggap hanya sebagai bagian dari rutinitas pekerjaan yang telah diprogramkan, bukan sebagai bagian dari upaya penanggulangan masalah kesehatan. Untuk mengatasi hal tersebut perlu diupayakan peningkatan keterampilan dan kompetensi petugas. Pada variabel kinerja petugas P2PM puskesmas dalam surveilans malaria, diperoleh bahwa distribusi frekuensi tertinggi berada pada kategori sedang, yaitu 25 responden 51,0, sedangkan frekuensi terendah berada pada kategori kurang, yaitu 8 responden 16,3. Berdasarkan data hasil penelitian tersebut dapat dilihat bahwa kualitas kinerja petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan belum baik. Hal ini disebabkan oleh latar belakang pendidikan petugas surveilans. Sebagian besar petugas surveilans di Kabupaten Nias Selatan memiliki latar belakang pendidikan sebagai perawat dan bidan. Selain itu, pelatihan tentang surveilans malaria juga jarang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten. Pelatihan surveilans malaria tidak terprogram dengan baik tetapi lebih bersifat situasional, sehingga kinerja petugas tentang surveilans malaria belum baik. Menurut data Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan 2007, kinerja petugas puskesmas dalam penanggulangan malaria melalui kegiatan surveilans malaria di seluruh wilayah kerja dinas kesehatan Kabupaten Nias Selatan dinilai masih rendah. Keadaan ini tercermin dari rendahnya kualitas laporan yang dikirim ke dinas kesehatan, hanya 52 yang lengkap, kemudian masih ditemukan error rate dalam mengindentifikasi hasil diagnosis laboratorium lebih dari 5. Universitas Sumatera Utara Letak geografis yang sulit dijangkau membutuhkan waktu yang lama, biaya yang besar dan fasilitas kendaraan untuk menjangkau tempat-tempat yang dianyatakan endemik malaria, sehingga pengumpulan data juga tidak dapat dilakukan dengan baik. Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Nias Selatan 2008, kondisi alam kabupaten Nias Selatan berbukit-bukit sempit dan terjal serta pegunungan yang yang tingginya bervariasi antara 0-800 m di atas permukaan laut, terdiri dari dataran rendah sampai bergelombang mencapai 24, dan tanah bergelombang sampai berbukit-bukit 28,8 serta dari berbukit sampai pegunungan 51,2 dari keseluruhan luas daratan. Dengan kondisi topografi yang demikian berakibat sulit untuk dijangkau seluruhnya. Hal ini membuktikan bahwa secara teoritis kinerja seseorang selain dipengaruhi oleh faktor internal juga sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal organisasi. Salah satu faktor yang dipahami sebagai faktor eksternal adalah kondisi lingkungan kerja yang berada di luar organisasi, seperti: kondisi wilayah, akses dan berbagai faktor lainnya. Selain faktor geografis, sulitnya penanganan penyakit malaria juga disebabkan oleh penyebaran tenaga kesehatan yang tidak terdistribusi secara merata. Sebagai petugas kesehatan yang salah satu fungsinya adalah melakukan surveilans, Sarjana Kesehatan Masyarakat SKM, lebih banyak berada di Kecamatan Teluk Dalam, yaitu sebanyak 5 orang, sedangkan daerah lain hanya memiliki 1 orang tenaga SKM. Bahkan, terdapat 16 Kecamatan yang tidak memiliki tenaga SKM. Hal ini menyebabkan tugas Puskesmas untuk melakukan surveilans penyakit tidak dapat Universitas Sumatera Utara berjalan dengan baik. Jumlah tenaga kesehatan yang terbatas juga mengakibatkan kinerja hanya fokus pada pelayanan pengobatan atau pelayanan yang bersifat pasif, yaitu menunggu pasien datang ke puskesmas. Proses pemekaran berbagai daerah kecamatan di Kabupaten Nias Selatan juga memiliki dampak yang besar terhadap rendahnya kualitas kinerja petugas P2PM Puskesmas. Dari 21 puskesmas yang ada di Kabupaten Nias Selatan, hanya 3 tiga puskesmas yang memiliki tenaga kesehatan yang bertugas sebagai petugas P2PM khusus Malaria, yaitu: Puskesmas Teluk Dalam, Lagundri dan Lolowau, sedangkan 18 delapan belas puskesmas lainnya tidak memiliki petugas P2PM Malaria. Jumlah tenaga kesehatan belum memadai, khususnya petugas P2PM Malaria menjadikan rendahnya cakupan kegiatan surveilans. Program pelayanan kesehatan puskesmas juga masih berorientasi pada pelayanan pasif menunggu pasien yang datang dan bersifat kuratif, sehingga program pemantauan kasus secara terus-menerus surveilans terabaikan. 5.2 Pengaruh Kompetensi terhadap Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan. a. Pengaruh Pengetahuan terhadap Kinerja Petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan Berdasarkan analisis bivariat antara pengetahuan dengan kinerja petugas P2PM Puskesmas, diperoleh nilai probabilitasnya p 0,256. Nilai ini lebih besar dari nilai α 0,05. Artinya, tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kinerja petugas P2PM Puskesmas, demikian juga pada analisis regresi linear ganda Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh pengetahuan dengan kinerja petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui indera yang dimilikinya mata, hidung, telinga, dan sebagainya. Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap obyek Notoatmodjo, 2005. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengetahuan itu berasal dari kata tahu yang berarti: mengerti sesudah melihat, mengalami. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung, maupun dari pengalaman orang lain yang sampai kepadanya. Selain itu, dapat juga melalui media komunikasi, seperti: radio, televisi, majalah, atau surat kabar Poerwadarminta, 1976. Menurut Benjamin Bloom 1908, yang dikutip oleh Notoatmodjo 2005 pengetahuan dibagi menjadi beberapa tingkatan yang selanjutnya disebut dengan Taksonomi Bloom. Menurut Bloom, pengetahuan dibagi atas: tahu know, memahami comprehension, aplikasi application, analisis analysis, sintesis synthesis, dan evaluasi evaluation. Menurut beberapa ahli, pengetahuan merupakan salah satu penyebab utama timbulnya tindakan atau perubahan perilaku. Menurut Fritz Heider, perubahan perilaku terjadi karena disposisi internal, misalnya pengetahuan, motif, sikap, dan sebagainya. Sedangkan menurut Finer 1957 timbulnya tindakan terjadi akibat ketidakseimbangan kognisi cognitive dissonance. Ketidakseimbangan ini terjadi Universitas Sumatera Utara karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognisi pengetahuan, pendapat, atau keyakinan yang bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau obyek, dan stimulus tersebut menimbulkan keyakinan bertentangan di dalam diri individu sendiri, maka terjadilah ketidakseimbangan. Ketidakseimbangan inilah yang menyebabkan lahirnya sebuah perilaku baru. Menurut Rogers 1962, tindakan dapat timbul melalui kesadaran. Kesadaran yang dimaksud berawal dari tingkat pengetahuan seseorang. Kesadaran tersebut kemudian akan berlanjut mengikuti empat tahap berikutnya, yaitu keinginan, evaluasi, mencoba, dan menerima penerimaan atau dikenal juga dengan AIETA Awareness, Interest, Evaluation, Trial, and Adoption Nursalam, 2007. Beberapa teori timbulnya perilaku tersebut menyimpulkan bahwa pengetahuan seseorang hanya merupakan salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya tindakan atau kinerja seseorang. Timbulnya perilaku tersebut juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti lingkungan sosial, budaya, ekonomi. Dalam kenyataanya pengetahuan tidak selalu berkorelasi positip terhadap kinerja seseorang. Pengetahuan yang baik tidak selalu diiringi dengan kinerja yang baik. Seseorang yang sudah mengerti teori kinerja dengan baik tidak serta merta didukung dengan kinerja baik. Hal ini disebabkan oleh peran faktor-faktor yang lain yang memiliki kontribusi besar terhadap kinerja seseorang Notoatmodjo, 2005. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa 75,5 respoden masuk dalam kategori pengetahuan yang baik, bahkan responden yang berpengetahuan rendah tidak ada. Namun, jika disilangkan dengan kinerja responden, maka 52 responden Universitas Sumatera Utara berada pada tingkat kinerja yang sedang. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pengelolaan sistem imbalan imbalan finansial dan non finansial terhadap petugas P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan. Demikian juga dengan kondisi geografis wilayah yang sulit dijangkau, mengakibatkan kinerja petugas P2PM puskemas rendah, meskipun pengetahuannya baik. Berdasarkan hasil observasi lapangan, petugas P2PM puskesmas memahami tentang tahapan-tahapan dalam kegiatan surveilans yang dilakukan, namun kegiatan yang dilakukan hanya mencakup pencatatan data kasus, namun data tersebut tidak dilaporkan dengan baik ke Dinas Kesehatan Kabupaten. Untuk itu, perlu dilakukan upaya perbaikan sistem imbalan sehingga kualitas kinerja petugas surveilans P2PM puskesmas lebih baik. Demikian juga dengan sistem transportasi, perlu dilakukan upaya perbaikan dan penambahan fasilitas transportasi agar para petugas P2PM puskesmas dapat menjangkau daerah-daerah yang sulit untuk dijangkau dalam melakukan surveilans penyakit malaria. Selain itu perlu dilakukan peningkatan pemahaman tentang perlunya kegiatan surveilans dalam upaya menanggulangi penyakit malaria di Kabupaten Nias Selatan, sehingga petugas P2PM puskesmas tidak hanya melakukan pencatatan, tetapi juga melakukan pelaporan data kasus dengan baik. Berdasarkan hasil evaluasi Departemen Kesehatan terhadap laporan surveilans ditemukan ketidak pedulian pemerintahan daerah terhadap upaya pemberantasan penyakit melalui kegiatan surveilans. Pemerintah daerah merasa bahwa urusan Universitas Sumatera Utara surveilans adalah urusan pemerintah pusat, sehingga pemerintah daerah tidak memprioritaskan program surveilans dan menganggap surveilans tidak terlalu penting. Persepsi pemerintah daerah seperti ini yang menjadikan alokasi anggaran untuk pelaksanaan kegiatan surveilans sangat rendah.

b. Pengaruh Keterampilan terhadap P2PM Puskesmas di Wilayah Kerja