b. Variabel Dependen
1 Kinerja
Pengukuran variabel kinerja dilakukan dengan menggunakan skala ordinal dengan altenatif jawaban “ya” diberi nilai 1 satu dan “tidak” diberi nilai 0 nol,
dari 40 pertanyaan kemudian dilakukan penjumlahan untuk mendapat skor maksimal serta dikategorikan menjadi:
a. Baik, jika memperoleh nilai 31-40
b. Sedang, jika memperoleh nilai 21- 30
c. Kurang, jika memperoleh nilai 0-2
Tabel 3.1 Aspek Pengukuran Variabel Independen Bebas dan Dependen
Terikat
No Variabel
Jumlah pertanyaan
Alternatif Jawaban
Bobot Nilai
Total Bobot
Hasil Ukur
Kategori Skala
Ukur
1. Variabel Independen Bebas
A. Kompetensi
1. Pengetahuan 10
a. Benar
b. Salah
1 10
1. 7
2. 4-6
3. 3
1. Baik
2. Sedang
3. Kurang
Ordinal
2. Keterampilan
10 a.
Ya b.
Tidak 1
10 1.
8-10 2.
5-7 3.
0-4 1.
Baik 2.
Sedang 3.
Kurang Ordinal
3. Perilaku kerja
6 a.
Ya b.
Tidak 1
6 1.
5-6 2.
3-4 3.
0-2 1.
Baik 2.
Sedang 3.
Kurang Ordinal
B. Sistem Imbalan
1. Finansial
6 a.
Ya b.
Tidak 1
6 1.
5-6 2.
3-4 3.
0-2 1.
Baik 2.
Sedang 3.
Kurang Ordinal
2. Non finansial
6 a.
Ya b.
Tidak 1
6 1.
5-6 2.
3-4 3.
0-2 1.
Baik 2.
Sedang 3.
Kurang Ordinal
2. Variabel Dependen Terikat
Kinerja 40 a.
Ya b.
Tidak 1
40 1.
31-40 2.
21-30 3.
0-20 1.
Baik 2.
Sedang 3.
Kurang Ordinal
Universitas Sumatera Utara
3.7. Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. Data yang diperoleh akan dianalisis dengan SPSS 2000 versi 15.00. Persamaan
regresi linier berganda adalah sebagai berikut:
Y = Variabel dependen b0 = Konstanta
X1 = Pengetahuan X2 = Keterampilan
X3 = Perilaku kerja X4 = Imbalan Finansial
X5 = Imbalan Non Finansial b1, b2, b3, b4, b5 = koefisien parsial
Y = a + b1.X1 + b2.X2 + b3.X3 + b4.X4 + b5.X5
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Letak Geografis
Sebagai sebuah kabupaten yang baru terbentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Nias Selatan, Kabupaten Pak-
Pak Barat dan Kabupaten Humbang Hasundutan di Provinsi Sumatera Utara, Kabupaten Nias Selatan merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Nias yang
saat ini lazim disebut Kabupaten Nias Selatan dengan ibu kota Teluk Dalam yang berada di sebelah selatan Kabupaten Nias dengan jarak ± 120 km dari Gunung Sitoli.
Kabupaten ini terletak di sebelah Barat Pulau Sumatera Utara dengan jarak ± 92 mil laut dari Kota SibolgaKabupaten Tapanuli Tengah. Secara administratif,
batas-batas wilayah Kabupaten Nias Selatan adalah sebagai berikut: -
Sebelah Utara : Kabupaten Nias
- Sebelah Selatan
: Kepulauan Mentawai Sumatera Barat -
Sebelah Timur Tengah : Kepulauan Mursala Kabupaten Tapanuli Tengah
- Sebelah Barat
: Samudera Hindia
4.1.2 Demografi
Menurut Data Profil Kesehatan Kabupaten Nias Selatan 2008, jumlah penduduk Kabupaten Nias Selatan berjumlah 368.028 jiwa, dengan rata-rata
pertumbuhan sekitar 8,01 per tahun. Luas wilayah 1.852,2 Km
2
dengan kepadatan pendudukan kabupaten sekitar 273 jiwa per Km
2
. Walaupun demikian, kepadatan
Universitas Sumatera Utara
penduduk tidak sama untuk setiap wilayah. Daerah yang terpadat penduduknya adalah Kecamatan Mazo yaitu 696 jiwa per km
2
, dan yang terjarang penduduknya adalah Kecamatan Lahusa sebesar 44 jiwa per km
2
. Kecamatan Teluk Dalam sebagai ibukota Kabupaten Nias Selatan menempati urutan ke-15 kepadatan penduduk.
Jumlah penduduk Kecamatan Teluk Dalam berjumlah 26.729 jiwa, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 4.1 di bawah ini:
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Per Kecamatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008 No Kecamatan
Puskesmas Luas
Wilayah km
2
Jumlah Penduduk
jiwa Kepadatan
Penduduk
1 Teluk Dalam
Teluk Dalam 178,00
26.729 150
2 Fanayama Lagundri
72,00 6.140
85 3 Maniamolo
Hilisimaetano 99,00
19.151 193
4 Amandraya Amandaraya
183,00 48.586
265 5 Lolowau
Lolowau 175,60
32.946 188
6 Lolomatua Tuhemberua
188,60 30.329
161 7 Lahusa
Lahusa 234,00
29.600 126
8 Gomo Gomo
45,60 20.152
442 9
P.P Batu Pulau Tello
121,05 30.467
252 10 Hibala
Hibala 34,25
9.113 266
11 Mazino Hilizalo’otano
55,00 9.288
169 12 Susua
Ulususua 30,00
11.434 381
13 Mazo Tetegawai
29,00 20.191
696 14 Gomo
Fanedanu 21,00
10.970 522
15 Umbunasi Lawindra
15,00 8.270
551 16 Umbunasi
Sifaoroasi Mola
18,00 3.643
202 17 Lahusa
Golambanua i
100,00 4.418
44 18 Hibala
Baluta 20,00
2.462 123
19 Fanayama Bawomataluo
39,00 19.591
502 20 Toma
Hilisataro 47,00
17.385 370
21 Hilimegai Togizita
120,00 7.163
60
Jumlah 1.825,20
368.028 5.750
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008.
Universitas Sumatera Utara
4.1.3 Topografi dan Klimatologi
Menurut Profil Kesehatan Kabupaten Nias Selatan 2008, kondisi alam kabupaten Nias Selatan berbukit-bukit sempit dan terjal serta pegunungan yang yang
tingginya bervariasi antara 0-800 m di atas permukaan laut, terdiri dari dataran rendah sampai bergelombang mencapai 24, dan tanah bergelombang sampai berbukit-bukit
28,8 serta dari berbukit sampai pegunungan 51,2 dari keseluruhan luas daratan. Dengan kondisi topografi yang demikian berakibat sulit untuk membuat jalan-jalan
lurus dan lebar. Oleh karena itu kota-kota utama terletak di tepi pantai. Sebagaimana daerah katulistiwa lainnya, Kabupaten Nias Selatan memiliki
curah hujan yang cukup tinggi, apalagi letaknya berada di bagian Utara Samudera Indonesia. Menurut data dari Badan Meteorologi dan Geofisika BMG Kabupaten
Nias, di Pulau Nias rata-rata curah hujan pertahun 3.145,1 mm dan banyaknya hujan dalam setahun 273 hari atau rata-rata 22 hari per bulan. Hal ini mengakibatkan
banyaknya curah hujan sehungga udaranya lembab dan basah pada musim hujan dan pada musim kemarau suhu udara tinggi dengan kelembaban tinggi juga.
Tinggi curah hujan juga mengakibatkan banyaknya daerah genangan, sehingga memperluas wilayah yang potensial untuk menjadi tempat berkembang biak
nyamuk yang menjadi penular penyakit. Hal ini juga mengakibatkan tingginya penderita penyakit malaria di Kabupaten Nias Selatan.
Universitas Sumatera Utara
4.1.4 Tenaga Kesehatan
Pada Profil Kesehatan Kabupaten Nias Selatan 2008, jumlah tenaga kesehatan Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan
terdiri dari tenaga medis dokter, dokter gigi, dokter spesialis, perawat, bidan, farmasi apoteker dan asisten apoteker, gizi lulusan D1, D3, teknisi medis analis,
penata rontgen, penata anestesi, fisioterapi, sanitasi lulusan SPPH, APK dan D3 Kesling, kesehatan masyarakat SKM, MPH.
Jika diperhatikan angka-angka dalam tabel 4.2, maka dapat dilihat bahwa perbandingan antara tenaga kesehatan tidak berimbang. Tenaga kesehatan di
Kabupaten Nias Selatan di dominasi oleh perawat dan bidan yaitu sebanyak 282 orang, sedangkan tenaga medis dokter, dokter gigi, dokter spesialis hanya berjumlah
12 orang. Perbandingan tersebut akan menjadi lebih besar lagi jika jumlah perawat dan bidan dibandingkan dengan jumlah tenaga kesehatan yang dikategorikan sebagai
kesehatan masyarakat SKM, MPH yang hanya berjumlah 9 orang. Penyebaran tenaga kesehatan juga tidak terdistribusi secara merata. Sebagai
petugas kesehatan yang salah satu fungsinya adalah melakukan surveilans, Sarjana Kesehatan Masyarakat SKM, lebih banyak berada di Kecamatan Teluk Dalam,
yaitu sebanyak 5 orang, sedangkan daerah lain hanya memiliki 1 orang tenaga SKM. Bahkan, terdapat 16 Kecamatan yang tidak memiliki tenaga SKM. Hal ini
menyebabkan tugas Puskesmas untuk melakukan surveilans penyakit tidak dapat berjalan dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
Meskipun demikian perbandingan tenaga kesehatan di Kabupaten Nias Selatan dengan jumlah penduduk masih berada di bawah standar perbandingan
nasional. Menurut standar nasional, perbandingan perawat dengan jumlah penduduk adalah 117,5 per 100.000 penduduk, perbandingan bidan dengan jumlah penduduk
adalah 100 per 100.000 penduduk, perbandingan dokter dengan jumlah penduduk sebesar 40 per 100.000 penduduk, perbandingan ahli kesehatan SKM, MPH dengan
jumlah penduduk sebesar 40 per 100.000 penduduk, perbandingan ahli sanitasi dengan jumlah penduduk sebesar 40 per 100.000 penduduk. Sedangkan di Kabupaten
Nias Selatan sendiri, jika jumlah perawat dan bidan disatukan maka perbandingannya dengan jumlah penduduk masih sebesar 76,6 per 100.000 penduduk, perbandingan
dokter dengan jumlah penduduk adalah 3,2 per 100.000 penduduk, perbandingan ahli kesehatan dengan jumlah penduduk adalah 2,4 per 100.000 penduduk dan
perbandingan ahli sanitasi dengan jumlah penduduk adalah sebesar 0,5 per 100.000 penduduk.
Rendahnya perbandingan tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk mengakibatkan pelayanan kesehatan tidak berjalan sebagaimana mestinya, khususnya
program yang bersifat promotif dan preventif. Demikian juga dengan kegiatan surveilans penyakit tidak akan berjalan dengan baik karena jumlah tenaga ahli
kesehatannya yang sangat sedikit. Dampak lain dari rendahnya jumlah ahli kesehatan adalah adanya penugasan tenaga kesehatan yang lain perawat dan bidan menjadi
tenaga surveilans, sehingga kurang berkompeten dalam melakukan tugasnya. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dalam Tabel 4.2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2 Jumlah Tenaga Kesehatan pada Sarana Pelayanan Kesehatan di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008
N o
Puskesmas Me
dis Perawat
dan Bidan
Farmasi Gizi Teknisi Medis
Sanitasi Kesmas jumlah
1 Teluk Dalam 5
47 2
- 1
1 5
61 2 Lagundri
1 25
- -
- -
- 26
3 Hilisimaetano 1 12
- -
- -
1 14
4 Amandaraya - 18
- -
- -
- 18
5 Lolowau -
27 -
1 -
- 1
29 6 Tuhemberua -
19 -
- -
- -
19 7 Lahusa
1 28
- -
- -
1 30
8 Gomo 1
16 -
- -
- 1
18 9 Pulau
Tello 1
30 -
- -
- -
31 10 Hibala
- 12
- -
- 1
- 13
11 Hilizalo’otano -
7 -
- -
- -
7 12 Ulususua
- 4
- -
- -
- 4
13 Tetegawai 1
4 -
- -
- -
5 14 Fanedanu
- 3
- -
- -
- 3
15 Lawindra -
2 -
- -
- -
2 16 Sifaoroasi
Mola - 2
- - - -
- 2 17 Golambanua
i 1
3 -
- -
- -
4 18 Baluta
- 2
- -
- -
- 2
19 Bawomataluo -
7 -
- -
- -
7 20 Hilisataro
- 10
- -
- -
- 10
21 Togizita -
6 -
- -
- -
6 Jumlah
12 282 2
1 1
2 9
301 Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008.
4.1.4 Jumlah Penderita Malaria
Dalam dokumen Rencana Strategik RENSTRA Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan tahun 2006-2011, kondisi geografis menjadi salah satu ancaman,
khususnya pasca bencana alam gempa bumi. Bencana alam gempa bumi telah merusak banyak sarana dan prasarana. Bahkan banyak pemukiman yang ditinggalkan
sehingga menjadi daerah yang potensial untuk menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk malaria. Hal ini juga telah meningkatkan jumlah penderita malaria pasca
gempa bumi yaitu, dari 10.133 kasus 3,63 pada tahun 2004 sebelum bencana
Universitas Sumatera Utara
gempa bumi menjadi 30.125 10,69 pada tahun 2005 setelah bencana gempa bumi.
Presentasi penderita penyakit malaria tertinggi di wilayah kerja Puskesmas Amandraya yaitu, 15.453 penderita dan terendah di wilayah kerja Puskesmas
Sifaoroasi Mola yaitu, 567 penderita, dan seluruh penderita telah memperoleh pengobatan.
Namun, jika dilihat persentasi penderita yang dinyatakan positip menderita malaria sebesar 5, 017. Hal ini disebabkan oleh rendahnya kemampuan petugas
P2PM puskesmas untuk melakukan pemeriksaan secara laboratorium terhadap sediaan darah. Sebagian besar petugas P2PM puskesmas berasal dari tenaga
kesehatan yang tidak diproyeksikan sebagai petugas P2PM malaria saja. Petugas P2PM malaria di Kabupaten Nias Selatan sebagian besar berasal dari perawat dan
bidan yang tidak dibekali kemampuan pemeriksaan darah pada masa pendidikan. Hal ini menyebabkan rendahnya persentasi penderita yang dilakukan pemeriksaan darah,
namun mampu melakukan pengobatan terhadap penderita karena perawat dan bidan merupakan petugas kesehatan yang bergerak dalam pelayanan pengobatan kuratif.
Sehingga cakupan pengobatan penderita malaria mencapai persentasi 100, atau sesuai dengan standar nasional yaitu 100 penderita malaria harus diobati. Untuk
lebih lengkapnya hasil penelitian tentang jumlah penderita malaria disajikan dalam tabel 4.3 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.3 Presentasi Penderita Malaria yang Diobati di Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008
No Puskesmas
Klinis Positif
Positif Diobati
Diobati
1 Teluk
Dalam 1.099 17 6.465 1.099
100 2 Lagundri
403 11
3.664 403 100
3 Hilisimaetano 664
27 2.459
664 100 4 Amandraya
2.936 19
15.453 2.936 100
5 Lolowau 1.363 19 7.174 1.363
100 6
Tuhemberua 690
107 645 690 100
7 Lahusa
1.471 21 7.005 1.471 100
8 Gomo
1.201 13 9.238 1.201 100
9 Pulau
Tello 1.760 27 6.519 1.760 100
10 Hibala 2.907
23 12.639
2.907 100
11 Hilizalo’otano 67
2 3.350
67 100
12 Ulususua 51
4 1.275
51 100
13 Tetegawai 35
2 1.750
35 100
14 Fanedanu 78
3 2.600
78 100
15 Lawindra 27
1 2.700
27 100
16 Sifaoroasi Mola
17 3
567 17
100 17 Golambanua
i 132
4 3.300
132 100
18 Baluta 292
7 4.171
292 100
19 Bawomataluo 48
5 960
48 100
20 Hilisataro 101
3 3.367
101 100
21 Togizita 201
2 10.050
201 100
15.543 320
5.017 15.543
Sumber: Profil Kesehatan Kabupaten Nias Selatan Tahun 2008.
4.2 Analisis Univariat 4.2.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kompetensi Kerja Petugas
P2PM Puskesmas
a. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Aspek yang diukur pada variabel pengetahuan meliputi urutan surveilans
malaria, periode surveilans, upaya penemuan kasus, stratifikasi vektor, langkah pemberantasan vektor, pelaporan, prinsip jejaring dan pemeriksaan darah untuk
pembuktian apakah seseorang yang telah dicurigai menderita, benar-benar menderita penyakit malaria.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil penelitian telah disajikan distribusi frekuensi pengetahuan petugas P2PM Puskesmas di wilayah kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Nias Selatan
seperti yang disajikan pada tabel berikut ini.
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan Petugas P2PM Malaria Puskesmas di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan
Kabupaten Nias Selatan Tahun 2010
Pengetahuan Jumlah Responden
Persentase
Baik Sedang
Kurang 37
12 75,5
24,5 0,0
Jumlah 49 100,0
Distribusi frekuensi tingkat pengetahuan petugas P2PM Malaria tentang surveilans malaria, tertinggi pada kategori baik, yaitu 37 responden 75,5,
sedangkan kategori pengetahuan kurang 0 responden 0,0.
b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Keterampilan