dengan meningkatkan suku bunga rujukan. Meningkatnya suku bunga rujukan membuat tingkat bunga kredit perbankan
meningkat dan membuat ekspansi sektor riil terhambat. Penundaan ekspansi sektor riil berakibat pada penurunan
kesejahteraan perekonomian masyarakat Indonesia dan juga berakibat mempengaruhi kelancaran pembayaran angsuran
kreditnya. Selain itu keadaan perekonomian yang fluktuatif mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
pembiayaan. 4.
Persaingan dengan Bank Lain
Perkembangan dunia usaha perbankan yang semakin agresif menyebabkan semakin ketatnya persaingan antar bank.
Bank penyalur kredit berlomba-lomba untuk mendapatkan calon debitur dengan menawarkan produk kredit yang lebih bervariasi
dari segi kemasan dan penyampaiannya. Selain itu bank-bank pesaing juga memberikan kemudahan dalam bentuk persyaratan
kredit dan proses pencairannya untuk menarik minat calon debitur untuk mengambil kredit. Apabila persaingan ini tidak
disikapi oleh BTN akan berdampak pada beralihnya debitur BTN kepada bank pesaing. Apabila hal ini terjadi tentu saja
akan menimbulkan kerugian pada bank.
4.3. Manajemen Risiko Kredit BTN
Praktik manajemen risiko BTN mengacu pada peraturan Bank Indonesia PBI No. 58PBI2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum yang dituangkan dan dijabarkan lebih lanjut di dalam ketentuan internal Bank sebagai Pedoman Kebijakan
Manajemen Risiko PKMR. Proses manajemen risiko dijalankan dengan melakukan identifikasi, pengukuran, pemantauan dan pengendalian risiko.
Selain itu, untuk mendukung pelaksanaan proses tersebut juga dilakukan penilaian terhadap risk control system sistem pengontrol risiko yang
meliputi : peran aktif dewan direksi dan komisaris, kecukupan kebijakan dan
prosedur, kecukupan proses manajemen risiko, Management Information System
MIS serta internal control. Secara triwulan BTN mengeluarkan risk profile report yang
merupakan ringkasan jenis inherent risk risiko yang melekat dan risk control system
sistem pengontrol risiko yang menghasilkan profil risiko komposit Bank. Laporan ini telah secara rutin didistribusikan kepada Bank
Indonesia dan Manajemen Bank BTN sebagai alat pengendalian risiko. Pada tahap awal, penerapan manajemen risiko di Bank BTN
diarahkan untuk memperkuat infrastruktur manajemen risiko yang antara lain
meliputi kelengkapan
organisasi dan
SDM, kecukupan
pedomankebijakan dan prosedur manajemen risiko serta Sistem Informasi Manajemen Risiko yang memadai. Pada tahap selanjutnya, Bank BTN akan
mengembangkan pelaksanaan manajemen risiko yang lebih berkualitas komprehensif searah dengan praktek manajemen risiko terbaik best
practices. Hal ini sejalan dengan program Bank Indonesia yang akan menerapkan ketentuan Basel II yang tertuang di dalam road map Basel II
Bank Indonesia yang juga menjadi acuan Bank BTN di dalam mengembangkan praktek manajemen risikonya.
Terkait dengan hal tersebut, isu penting yang menjadi salah satu target untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan manajemen risiko bank
BTN adalah masalah penggunaan metode pengukuran risiko. Saat ini perhitungan risiko kredit baru menggunakan konsep ATMR Basel I. BTN
memilih pendekatan yang paling sederhana dalam mengukur risiko kredit karena disesuaikan dengan kesiapan infrastruktur, khususnya IT dan
dukungan data yang memadai untuk mendukung pengukuran risiko dengan menggunakan pendekatan yang lebih advanced. Dalam proses pemberian
KPR, saat ini Bank BTN telah memiliki tools untuk mengukur risiko kredit KPR yang berbasis pada data individual yaitu credit scoring model CSM.
Dalam prakteknya, CSM Bank BTN digunakan sebagai second opinion dalam menilai kelayakan debitur untuk mendapatkan fasilitas KPR. CSM
belum memberikan informasi tentang tingkat probability default PD dari calon debitur KPR berdasarkan rating debitur yang disusun dari data
historis, karena penggunaan CSM baru sebatas untuk mengidentifikasikan faktor-faktor risiko yang disusun dan dinilai dengan banyak menggunakan
pendekatan judgement.
4.4. Penentuan Nilai Potensi Risiko KPR dengan