6
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. DAGING
Daging  didefinisikan  sebagai  semua  jaringan  hewan  dan  semua  produk  hasil  pengolahan jaringan-jaringan  tersebut  yang  sesuai  untuk  dimakan  serta  tidak  menimbulkan  gangguan
kesehatan  bagi  yang  memakannya  Soeparno  2005.  Berdasarkan  keadaan  fisik,  daging  dapat dikelompokkan  menjadi:  1  daging  segar  yang  dilayukan  atau  tanpa  pelayuan,  2  daging  segar
yang  dilayukan  kemudian  didinginkan  daging  dingin,  3  daging  segar  yang  dilayukan, didinginkan  kemudian  dibekukan  daging  beku,  4  daging  masak,  5  daging  asap,  6  daging
olahan Soeparno 2005. Protein adalah komponen bahan kering yang terbesar dari daging. Nilai nutrisi daging yang
tinggi  disebabkan  karena  daging  mengandung  asam-asam  amino  esensial  yang  lengkap  dan seimbang Forrest et al. 1975; Frankel 1983. Komposisi daging terdiri dari 75 air, 19 protein,
3.5 substansi non protein yang larut, dan 2.5 lemak Lawrie 2003. Daging  terdiri  dari  tiga  komponen  utama  yakni  otot,  jaringan  ikat,  jaringan  lemak  yang
terdapat  pada  daging  dibedakan  menurut  lokasinya  yaitu  lemak  bawah  kulit  subkutan,  lemak antar  otot  intermuskular,  lemak  dalam  otot  intramuskular  dan  lemak  dalam  sel  intraseluler
Muchtadi dan Sugiyono 1992. Protein daging sendiri dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan kelarutannya, yaitu protein sarkoplasma, protein miofibril dan protein stroma Ockerman 1983.
Protein sarkoplasma berkisar 6 dari berat daging segar dan bersifat larut dalam air, tidak berperan  dalam  pembentukan  gel  dan  kemungkinan  menganggu  cross-linked  miosin  selama
pembentukan  matriks  gel  serta  daya  ikat  airnya  rendah.  Protein  miofibril  merupakan  bagian terbesar dari jaringan yakni sekitar 9.5, larut dalam larutan garam, terdiri dari aktin, miosin dan
protein  regulasi  seperti  tropomiosin,  troponin,  dan  aktinin.  Protein  ini  berperan  dalam pembentukan  gel  terutama  fraksi  aktomiosin.  Miosin  mempunyai  kemampuan  gelasi  selama
pemanasan Suzuki 1981. Protein stroma berkisar 3 dan tidak larut dalam larutan garam. Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum
pemotongan yang dapat memengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif hormon, antibiotik, dan mineral serta keadaan stres.
Faktor  setelah  pemotongan  yang  memengaruhi  kualitas  daging  adalah  metode  pelayuan,  metode pemasakan, tingkat keasaman pH daging, bahan tambahan termasik enzim pengempuk daging,
lemak intramuskular marbling, metode penyimpanan dan pengawetan Soeparno 2005.
B. SOSIS
Sosis  didefinisikan  sebagai  makanan  yang  dibuat  dari  daging  yang  dicacah  dan  dibumbui serta  dibungkus  dalam  casing  menjadi  bentuk  silinder  yang  simetris  Kramlich  1971.  Menurut
BSN  1995,  sosis  daging  adalah  produk  makanan  yang  diperoleh  dari  campuran  daging  halus mengandung  daging  tidak  kurang  dari  75  dengan  tepung  atau  pati  dengan  atau  tanpa
penambahan bumbu dan bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selubung sosis. Syarat mutu sosis daging menurut SNI 01-3820-1995 dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan  sistem  United  State  Department  of  Agriculture  USDA,  sosis  dapat dikategorikan menjadi sosis mentah, sosis asap belum masak, sosis asap masak, sosis masak, sosis
7 fermentasi dan meat loaf. Sosis mentah dibuat dari daging segar atau beku yang belum mengalami
pemasakan,  contohnya  adalah  bratwurst  dan  breakfast  sausage.  Sosis  asap  belum  dimasak  pada dasarnya  sama  seperti  sosis  mentah  tetapi  dalam  pembuatannya  diaplikasikan  pengasapan  untuk
mengembangkan  warna  dan  cita  rasa,  contohnya  kielbasa  dan  metwurst.  Sosis  asap  masak contohnya frankfurters, bologna dan cotto salami. Sosis fermentasi dibuat dari daging segar yang
difermentasi dengan penambahan starter bakteri, contohnya cervelat, salami dan summer sausage. Meat  loaf  dibuat  dari  daging  giling  dan  dibentuk  ke  dalam  wadah  untuk  diproses  dengan  oven
Claus et al. 1994. Tabel 1. Syarat Mutu Daging Menurut SNI 01-3820-1995
No. Kriteria Uji
Satuan Persyaratan
1. Keadaan
1.1 Bau
- Normal
1.2 Rasa
- Normal
1.3 Warna
- Normal
1.4 Tekstur
- Bulat panjang
2 Air
bb Maks 67.0
3 Abu
bb Maks 3.0
4 Protein
bb Min 13.0
5 Lemak
bb Maks 25.0
6 Karbohidrat
bb Maks 8
7 Bahan Tambahan Makanan
Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 7.1
Pewarna 7.2
Pengawet 8.
Cemaran logam : 8.1
Timbal Pb mgkg
Maks. 2.0 8.2
Tembaga Cu mgkg
Maks 20.0 8.3
Seng Zn mgkg
Maks. 40.0 8.4
Timah Sn mgkg
Maks. 40.0 250.0 8.5
Raksa Hg mgkg
Maks. 0.03 9.
Cemaran arsen As mgkg
Maks. 0.1 10.
Cemaran mikroba : 10.1
Angka total lempeng kolonig
Maks. 10
5
10.2 Bakteri bentuk koli
APMg Maks. 10²
10.3 Eccherichia coli
APMg 3
10.4 Enterococci
kolonig 10²
10.5 Clostridium perfringens
- Negatif
10.6 Salmonella
- Negatif
Staphilococcus aureus kolonig
Maks. 10² Kemasan kaleng
Soeparno 2005  membagi sosis  menjadi beberapa jenis,  yaitu 1  sosis segar  yang dibuat dari  daging  segar,  tidak  dikuring  tidak  dilakukan  penggaraman,  dicacah,  dilumatkan  atau
digiling, diberi garam dan bumbu-bumbu, dimasukkan dan dipadatkan di dalam selongsong sarta harus dimasak sebelum dimakan, 2 sosis masak yang dibuat dari daging segar, bisa dikuring atau
tidak dimasukkan dan dipadatkan dalam selongsong, tidak diasap, dan setelah dibuat harus segera
8 dimakan,  3  sosis  spesialis  daging  masak  yang  dibuat  dari  daging  khusus,  dikuring  atau  tidak
dikuring,  dimasak  dan  jarang  diasap,  sering  dibuat  dalam  bentuk  batangan  atau  daging  loaf,  dan biasa  dijual  dalam  bentuk  irisan-irisan  yang  dipak  atau  dibungkus,  dapat  dikonsumsi  dalam
keadaan  dingin,  4  sosis  kering  dan  agak  kering  yang  dibuat  dari  daging  yang  dikuring  dan dikeringkan  udara,  dapat  diasap  sebelum  pengeringan,  serta  dapat  dikonsumsi  dalam  keadaan
dingin atau setelah dimasak. Komponen daging yang sangat penting dalam pembuatan sosis adalah protein. Protein daging berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan sehingga
membentuk  struktur  produk  yang  kompak.  Peran  protein  yang  lain  adalah  pembentukan  emulsi daging, yaitu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi lemak Kramlich 1971
Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi dua cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang berbentuk globula-
globula  kecil disebut fase dispersi atau  fase diskontinu dan cairan tempat terdispersinya  globula- globula tersebut disebut fase kontinu Soeparno 2005.
Struktur  dasar  emulsi  adalah  campuran  dari  bagian-bagian  daging  halus  yang  tersebar sebagai  emulsi  lemak  dalam  air  Pomeranz  1991.  Tiga  tipe  protein  yang  berperan  dalam
pembentukan emulsi sosis yaitu 1 protein sarkoplasma yang larut air, namun kurang larut dalam larutan  garam, 2 aktin dan miosin  yang sangat larut dalam garam, namun tidak larut dalam air,
dan 3 protein lainnya,misalnya mioglobin yang larut dalam air dan garam Wilson et al. 1981. Stabilitas  emulsi  dipengaruhi  oleh  temperatur  selama  proses  emulsifikasi,  ukuran  partikel
lemak,  pH,  jumlah  dan  tipe  protein  yang  larut,  viskositas  emulsi  Kramlich  1971,  jumlah penambahan air Morrison et al. 1971, daya mengikat air daging, garam serta perlakuan mekanik
Pomeranz 1991.
C. SALT REPLACER