SALT REPLACER RANCANGAN PERCOBAAN

8 dimakan, 3 sosis spesialis daging masak yang dibuat dari daging khusus, dikuring atau tidak dikuring, dimasak dan jarang diasap, sering dibuat dalam bentuk batangan atau daging loaf, dan biasa dijual dalam bentuk irisan-irisan yang dipak atau dibungkus, dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin, 4 sosis kering dan agak kering yang dibuat dari daging yang dikuring dan dikeringkan udara, dapat diasap sebelum pengeringan, serta dapat dikonsumsi dalam keadaan dingin atau setelah dimasak. Komponen daging yang sangat penting dalam pembuatan sosis adalah protein. Protein daging berperan dalam peningkatan hancuran daging selama pemasakan sehingga membentuk struktur produk yang kompak. Peran protein yang lain adalah pembentukan emulsi daging, yaitu protein yang berfungsi sebagai zat pengemulsi lemak Kramlich 1971 Emulsi adalah suatu sistem dua fase yang terdiri atas suatu dispersi dua cairan atau senyawa yang tidak dapat bercampur, yang satu terdispersi pada yang lain. Cairan yang berbentuk globula- globula kecil disebut fase dispersi atau fase diskontinu dan cairan tempat terdispersinya globula- globula tersebut disebut fase kontinu Soeparno 2005. Struktur dasar emulsi adalah campuran dari bagian-bagian daging halus yang tersebar sebagai emulsi lemak dalam air Pomeranz 1991. Tiga tipe protein yang berperan dalam pembentukan emulsi sosis yaitu 1 protein sarkoplasma yang larut air, namun kurang larut dalam larutan garam, 2 aktin dan miosin yang sangat larut dalam garam, namun tidak larut dalam air, dan 3 protein lainnya,misalnya mioglobin yang larut dalam air dan garam Wilson et al. 1981. Stabilitas emulsi dipengaruhi oleh temperatur selama proses emulsifikasi, ukuran partikel lemak, pH, jumlah dan tipe protein yang larut, viskositas emulsi Kramlich 1971, jumlah penambahan air Morrison et al. 1971, daya mengikat air daging, garam serta perlakuan mekanik Pomeranz 1991.

C. SALT REPLACER

Salt replacer atau pengganti garam adalah suatu zat selain natrium, yang memiliki rasa asin Kilcast 2008. Salt replacer yang paling sering digunakan adalah kalium klorida KCl, sodium asetat C 2 H 3 NaO 2 , atau Sodium laktat C 3 H 5 NaO 3 . Sodium asetat C 2 H 3 NaO 2 adalah garam organik dengan berat molekul rendah yang telah banyak digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan mikroba, meningkatkan atribut sensori, dan memperpanjang umur simpan berbagai produk olahan daging Maca et al. 2004 dan Samejima 2004, unggas Williams dan Phillips 1998, dan ikan Williams et al. 1995; Boskou dan Debevere 2000; Sallam 2007. Selain menekan pertumbuhan bakteri pembusuk, garam organik dari sodium asetat memiliki aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen pada makanan, yaitu Staphylococcus aureus, Yersinia enterocolita, Listeria monocytogenes, Escherichia coli, dan Clostridium Botulinum Lee et al. 2002. Sodium asetat tersedia secara luas, ekonomis, dan aman digunakan Sallam 2007. Sodium laktat C 3 H 5 NaO 3 ditambahkan pada produk daging untuk memperpanjang masa simpan, mengontrol pertumbuhan bakteri patogen, menambah cita rasa, dan memperbaiki tekstur. 9 IV. ASPEK PRODUKSI

A. BAHAN BAKU PRODUKSI

1. Bahan Baku Utama

a. Daging sapi

Daging sapi yang digunakan merupakan daging impor yang berasal dari Australia dan New Zealand serta daging lokal dari Indonesia. Daging sapi tersebut diterima dalam keadaan beku dan terbungkus plastik di dalam kotak karton. Petugas QC bertugas menerima dan mengecek kualitas serta kuantitas daging impor yang datang dari suplier. Petugas harus mengisi form yang berisi tanggal dan jam penerimaan, nama suplier, nama bahan baku, merek, asal, jumlah yang datang, kode produksi, expired date, organoleptik aroma dan warna, suhu, benda asing, pH, ada tidaknya sertifikat halal dan CoA Certificate of Analysis, dan keputusan yang diambil terima atau tolak. Daging yang digunakan untuk pembuatan sosis sebaiknya daging pre rigor, yaitu daging dengan pH sekitar 6.2-6.8 karena pH tersebut protein daging masih belum terlalu banyak yang terdenaturasi sehingga daya mengikatnya airnya masih bagus Xiong dan Mikel 2001.

2. Bahan Baku Pembantu

a. Garam

Penambahan garam yang cukup bersifat sebagai pengawet, pembentuk tekstur produk, menambah cita rasa dan flavour yang diinginkan Soeparno 2005. Selain itu, garam berfungsi sebagai pembentuk emulsi, dimana protein daging yang berupa miosin dilarutkan dan dikeluarkan melalui serat-serat daging sehingga dapat meningkatkan daya ikat partikel daging. Larutan garam mempercepat kelarutan protein otot dan memperbaiki daya mengikat airnya Wilson et al. 1981. Menurut Kramlich 1971, tanpa penambahan garam, tidak akan terbentuk emulsi sosis dan biasanya sosis mengandung garam 1-5 atau 3. Garam dapat memperbaiki sifat-sifat fungsional produk daging dengan 1 mengekstrak protein miofibril dari sel-sel otot selama perlakuan mekanis, misalnya penghancuran daging, 2 berinteraksi dengan protein otot selama pemanasan sehingga protein membentuk matriks yang kuat, mampu menahan air dan menentukan derajat tekstur daging, 3 memberi citarasa asin pada produk-produk yang mengalami penggaraman, dan 4 bekerjasama dengan senyawa fosfat untuk meningkatkan daya mengikat air dan meningkatkan kelarutan protein daging Trout dan Schmidt 1986. Menurut Winarno 1997, makanan yang mengandung garam kurang dari 0.3 akan terasa hambar sehingga kurang disenangi. Pemakaian garam dengan konsentrasi rendah 1-3 tidak bersifat membunuh bakteri, melainkan hanya memberikan cita rasa. Garam berfungsi sebagai pengawet karena garam berperan sebagai penghambat mikroorganisme tertentu. Selain itu, pemakaian garam juga dapat memengaruhi aktivitas air a w dari bahan, sehingga dapat mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Garam dapat mengakibatkan 10 proses osmosis pada sel-sel mikroorganisme sehingga terjadi plasmolisis kadar air dalam sel bakteri berkurang, sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan bakteri mati Moeljanto 1992.

b. Aires

Penambahan air atau es berfungsi untuk: 1 meningkatkan keempukan dan jus daging, 2 menggantikan sebagian air yang hilang selama prosesing terutama selama prosesing panas, 3 melarutkan protein yang mudah larut dalam air, 4 membentuk larutan garam yang diperlukan untuk melarutkan protein yang larut dalam larutan garam, 5 melayani fase kontinu dari emulsi daging, 6 menjaga temperatur produk, dan mempermudah penetrasi ingredien curing, misalnya ke bagian dalam daging asap Kramlich 1971; Forrest et al. 1975. Selain itu, air atau es berfungsi untuk melarutkan protein miosin yang merupakan pembentuk emulsi sehingga dihasilkan emulsi yang stabil Lawrie 2003. Menurut Kramlich et al. 1973 protein miosin hanya larut pada suhu 4-5 °C. Kandungan air di dalam sosis sekitar 45-55 dari berat total sosis, tergantung jumlah cairan yang ditambahkan dan macam daging Soeparno 2005.

c. Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi

Bahan pengikat adalah material bukan daging yang dapat meningkatkan daya ikat air-daging dan emulsifikasi lemak. Bahan pengisi adalah bahan yang mampu mengikat sejumlah air tetapi mempunyai pengaruh kecil terhadap emulsifikasi Soeparno 2005. Maksud penambahan bahan pengisi dan pengikat pada sosis adalah untuk: 1 meningkatkan stabilitas emulsi, 2 meningkatkan daya ikat produk daging, 3 meningkatkan flavor, 4 mengurangi pengerutan selama pemasakan, 5 meningkatkan karakteristik irisan produk, dan 6 mengurangi biaya formulasi Kramlich 1971; Forrest et al. 1975. Bahan pengikat yang umum digunakan pada pembuatan sosis adalah isolat protein. Isolat Soy Protein ISP dengan nama lain isolat protein kedelai merupakan produk dari protein kedelai yang berlemak rendah, protein ini diolah sedemikian rupa sehingga memiliki kandungan protein yang tinggi. Kandungan protein pada isolat protein kedelai minimum 95. Produk ini hampir bebas dari karbohidrat, serat dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat kedelai dan tepung kedelai Koswara 1992. Tepung tapioka merupakan bahan pengisi yang paling umum digunakan dalam pembuatan sosis. Tapioka merupakan pati yang diperoleh dari ubi kayu melalui proses pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan, dan pengeringan. Pati merupakan komponen utama tepung tapioka yang tidak memiliki rasa dan bau sehingga dapat dipergunakan untuk modifikasi rasa. Tapioka sering digunakan dalam pembuatan sosis karena selain harganya yang murah juga memberikan citarasa netral serta warna terang pada produk sosis. Keberadaan granula pati yang mengembang selama gelatinisasi pati tidak meningkatkan elestisitas gel. 11

d. Fosfat

Fosfat berfungsi untuk meningkatkan daya ikat air oleh protein daging, mereduksi pengerutan daging, menghambat ransiditas oksidatif bersama-sama asam askorbat, dan dapat memperbaiki tekstur. Fosfat meningkatkan kadar keempukan dan kadar jus daging cured, meningkatkan daya terima warna, uniformitas dan stabilitas produk, dan melindungi dari kemungkinan pencoklatan selama penyimpanan Soeparno 2005. Jumlah penambahan fosfat dalam curing tidak boleh lebih dari 5 dan produk akhir harus mengandung fosfat kurang dari 0.5 Soeparno 2005. Menurut Wilson et al. 1981, penambahan polifosfat pada produk olahan daging dalam bentuk kering rata- rata 0.3 . Tujuan utama penambahan fosfat yaitu untuk mengurangi kehilangan lemak dan air selama pemasakan, pengalengan, atau penggorengan. Fungsi penambahan alkali fosfat pada produk daging adalah 1 meningkatkan pH daging dan mengakibatkan meningkatnya daya mengikat air, 2 fosfat dan garam mempunyai fungsi sinergis sehingga memengaruhi daya mengikat air, 3 dapat menurunkan penyusutan makanan karena dapat mengurangi air yang hilang selama pemasakan, 4 meningkatkan keempukan dan memudahkan pengirisan, 5 menstabilkan warna dan keseragaman, 6 menghambat ketengikan karena fosfat memiliki sifat sebagai antioksidan, dan 7 selain dapat meningkatkan mutu produk daging, harganya juga relatif murah De Freitas et al. 1997; Ockerman 1983.

e. Lemak

Penambahan lemak dalam pembuatan sosis bertujuan untuk membentuk sosis yang kompak, empuk, dan lezat. Lemak yang ditambahkan pada sosis dapat berupa lemak nabati maupun lemak hewani, dengan kadar berkisar antara 5-25. Keuntungan dari lemak nabati yaitu, linoleat, oleat, dan linolenat yang lebih besar dibandingkan lemak hewani Dotulong 2009. Sosis yang baik dapat dihasilkan dengan menggunakan penambahan lemak hewani. Dengan lemak hewani, tekstur sosis akan menjadi lebih baik. Sedangkan lemak nabati yang biasanya cair pada suhu kamar akan menghasilkan tekstur yang lebih lunak. Jumlah penambahan lemak dalam pembuatan sosis dibatasi untuk mempertahankan tekstur selama pengolahan dan penanganannya, lemak yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 30 bobot daging Erdiansyah 2006.

f. Bumbu-bumbu

Bumbu-bumbu yang ditambahkan dalam pembuatan sosis bertujuan untuk menambah citarasa produk agar sesuai dengan selera konsumen. Bumbu-bumbu yang dipakai dalam pembuatan sosis adalah bawang putih, bawang merah, biji pala, gula, jahe, merica, MSG, dan lain-lain. Penambahan bahan penyedap dan bumbu ditujukan terutama untuk menambah atau meningkatkan rasa, karena bahan penyedap dapat meningkatkan dan memodifikasi flavour yang berbeda Soeparno 2005. Fungsi MSG hanyalah sebagai pemberi rasa. Menurut Pisula 1984, dalam bentuk murninya MSG tidak memiliki rasa, akan tetapi bila dicampurkan dengan suatu bahan dapat meningkatkan rasa alami produk. Fungsi MSG sebagai pembangkit rasa tidak begitu berpengaruh pada produk yang memiliki bagian protein daging dalam jumlah besar, tetapi 12 pada produk yang hanya memiliki sejumlah kecil protein daging, MSG dapat memperbaiki rasa produk Pearson dan Tauber 1984.

g. Casing

Casing merupakan wadah produk sosis yang berfungsi untuk menentukan bentuk dan ukuran sosis serta pelindung dari kerusakan fisik, mikrobiologi maupun kimia. Casing untuk sosis ada dua tipe, yaitu casing alami dan casing buatan. Casing alami terutama berasal dari saluran pencernaan ternak, misalnya sapi, babi, domba atau kambing. Casing alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, sehingga setelah dibersihkan perlu dikeringkan atau digarami. Casing buatan terdiri dari empat kelompok, yaitu: 1 selulosa, 2 kolagen yang dapat dimakan, 3 kolagen yang tidak layak dimakan, dan 4 plastik. Casing buatan mempunya kekuatan yang lebih besar dibandingkan casing alami Soeparno 2005.

B. PROSES PRODUKSI SOSIS

Proses produksi sosis yang dilakukan oleh PT. Kemang Food Industries terdiri dari beberapa persiapan bahan baku utama dan bahan baku pembantu, penggergajian daging, pencabikan daging, penggilingan daging, curing, pencampuran, pengisian, pemasakan, pendinginan, pengemasan, dan distribusi. Skema proses produksi sosis di PT. Kemang Food Industries dapat dilihat pada Gambar 2.

1. Persiapan Bahan Baku Utama dan Bahan Baku Pembantu

Persiapan bahan baku utama dan bahan baku pembantu dilakukan satu hari sebelum proses produksi dilakukan. Daging beku yang akan digunakan akan diberi perlakuan thawing terlebih dahulu untuk memudahkan proses penggergajian. Penimbangan bumbu-bumbu juga dilakukan sebelumnya sehingga pada saat proses produksi semua bahan telah tersedia.

2. Penggergajian Daging Sawing

Daging yang digunakan oleh PT. Kemang Food Industries sebagai bahan baku merupakan daging beku yang berbentuk balok sehingga perlu dilakukan penggergajian untuk mempermudah proses berikutnya yaitu pengecilan ukuran daging. Penggergajian daging dilakukan dengan menggunakan Bandsaw. Bandsaw adalah alat yang terdiri dari gergaji yang digerakkan oleh motor dan meja sebagai tempat untuk meletakkan daging yang akan diperkecil ukurannya. Potongan daging kemudian ditampung dalam meat car sebelum dilanjutkan pada proses pencabikan. 13

3. Pengecilan Ukuran Daging Cubbing

Proses pencabikan daging dilakukan dengan cubber meat. Cubber meat terdiri dari sebuah tabung horizontal dengan 10 bagian pisau yang berputar cepat. Cubber meat berfungsi untuk mengecilkan ukuran daging beku yang telah digergaji sehingga mempermudah proses berikutnya.

4. Penggilingan Daging Mincing

Daging yang telah diperkecil ukurannya kemudian diproses lebih lanjut dengan menggunakan mincer. Mincer terdiri dari sebuah ulir yang berputar, tiga buah piringan plate, dan dua buah pisau. Daging yang telah dimasukkan ke dalam mincer akan bergerak dengan cara didorong oleh ulir yang berputar searah jarum jam. Daging mula-mula akan melawati piringan plate yang pertama yang terdiri dari tiga buah lubang berdiameter 5 cm. Lubang pada piring tersebut memiliki sisi-sisi yang tajam sehingga dapat memperkecil ukuran daging. Kemudian daging menuju ke pisau berputar yang memiliki empat buah mata pisau yang tajam. Selanjutnya daging masuk ke piringan kedua yang terdiri dari 12 lubang berdiameter 20 mm. Daging lalu menuju pisau yang kedua untuk diperkecil kembali ukurannya dan terakhir masuk ke piringan ketiga. Setelah keluar dari piringan ketiga, daging akan berbentuk silinder dengan diameter 3 mm.

5. Curing

Daging giling hasil penggilingan menggunakan mincer kemudian dimasukkan ke dalam ruang curing selama 24 jam dengan suhu 0 °C. Curing dilakukan dengan cara menambahkan NPS Nitrit Pocalt Salt ke dalam daging giling. Curing bertujuan untuk menstabilkan warna merah pada daging, mengawetkan, dan menghasilkan flavour khas dari daging tersebut.

6. Pencampuran Mixing

Proses mixing dilakukan dengan bowl cutter yang terdiri dari sebuah mangkok berputar yang memiliki diameter 1 meter dan pada bagian dalamnya terdapat sebuah pisau yang memiliki enam buah mata pisau.

7. Pengisian Filling

Proses filling atau pengisian adonan ke dalam casing dilakukan dengan menggunakan mesin filler yang bentuk corong pada bagian atas. Mula-mula daging masuk dari corong kerucut, bergerak ke bawah dengan dibantu oleh sebuah pengaduk dengan arah putaran berlawanan jarum jam, kemudian adonan dimasukkan ke dalam casing. 14 Gambar 2. Proses Produksi Sosis di PT Kemang Food Industries Persiapan bahan baku utama dan bahan baku pembantu Penggergajian daging Sawing Pengecilan ukuran daging Cubbing Penggilingan daging Mincing Curing Pencampuran Mixing Penyiraman Awal Showering Sosis Pengisian Filling Pendinginan Cooling Pelabelan dan Pengemasan Penyimpanan dan Penggudangan Distribusi Pemanasan Awal Renderning Pengeringan Drying Pengasapan Smoking Pemasakan Cooking Penyiraman Akhir Showering 15

8. Penyiraman Awal Showering

Sebelum sosis dimasak dilakukan penyiraman dengan air selama 10 menit. Penyiraman awal bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan lemak pada permukaan sosis. Penyiraman dilakukan dengan kran yang dapat berputar dan terletak di atas sehingga penyiraman air dapat merata dan mengenai seluruh permukaan sosis

9. Pemanasan Awal Renderning

Renderning merupakan pemanasan awal produk dengan suhu 85ºC selama 5 menit agar produk tidak rusak karena perubahan suhu yang mendadak.

10. Pengeringan Drying

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam sosis dengan suhu 90ºC selama 35-45 menit. Ciri sosis yang sudah kering apabila dipegang tidak terasa lengket dan basah. Apabila proses pengeringan tidak sempurna akan menyebabkan warna sosis tidak seragam.

11. Pengasapan Smoking

Tahap pengasapan dilakukan selama 20 menit dengan suhu 65 °C. Pengasapan akan menimbulkan warna, rasa, dan aroma yang spesifik pada sosis karena asap yang dihasilkan dari serbuk gergaji yang dipanaskan akan memiliki efek bakteriostatik yang akan berfungsi sebagai pengawet. Asap tersebut membentuk zat antioksidan fenol, fenol aldehid, asam fenol dan zat anti mikroba formaldehid, asam formalat, serta akan terjadi pengerasan sosis.

12. Pemasakan Cooking

Tahap pemasakan dilakukan pada suhu 90 °C selama 30 menit. Pemasakan bertujuan untuk membunuh mikroba, mempertahankan warna, dan menambah cita rasa. Sosis yang telah matang kemudian diberi perlakuan showering akhir yang bertujuan untuk mendinginkan produk sosis dan memudahkan pengupasan casing.

13. Penyiraman Akhir Showering

Penyiraman akhir dilakukan dengan cara mengalirkan air dari pipa yang berputar searah jarum jam sehingga kotoran sisa pembakaran serbuk gergaji dapat dihilangkan dan suhu produk akan mencapai 25 ºC-30 ºC. Penyiraman ini dilakukan selama 30 menit. Tujuan dari penyiraman ini adalah menyesuaikan kelembaban sosis dengan suhu ruangan dan untuk mempertahankan kadar air sosis agar tidak keriput oleh penguapan sehingga memudahkan pengupasan casing non edible sebelum dilakukan pengupasan. Standar produk yang matang adalah produk tidak keriput, tidak gosong, dan warna merata tidak belang . 16

14. Pendinginan Cooling

Sosis yang telah matang kemudian didinginkan dahulu sebelum dikemas di dalam ruang pendingin sementara anteroom dengan suhu 0 °C- 5 °C. Waktu minimal yang diperlukan untuk pendinginan adalah 5 jam dan maksimal 24 jam .

15. Pelabelan dan Pengemasan

Pelabelan dilakukan sebelum proses pengemasan. Keterangan yang tercantum di dalam label antara lain nama produk, komposisi, ukuran berat, No. Depkes, tanggal kadaluarsa, cara penyimpanan dan penyajian, kode produksi serta kode halal. Pengemasan dilakukan menggunakan vacuum packed. Prinsip kerja vacuum packed adalah mengeluarkan dan menyedot udara dari dalam kemasan sekaligus merekatkan kemasan seal sehingga produk menjadi hampa udara.

16. Penyimpanan dan Penggudangan

Sosis yang telah dikemas kemudian disimpan di dalam gudang. Terdapat dua jenis gudang yang digunakan, yaittu gudang penyimpanan dingin chiller dan gudang penyimpanan beku frozen. Gudang penyimpanan dingin chiller yang memiliki suhu 0 °C-5 °C digunakan untuk menyimpan produk dengan umur simpan tiga bulan. Sedangkan gudang penyimpanan beku frozen yang bersuhu -18 °C- -20 °C digunakan untuk menyimpan produk dengan umur simpan enam bulan.

17. Distribusi

Distribusi produk ke berbagai kota dilakukan menggunakan mobil pengangkut container yang dilengkapi dengan pendingin yang dapat diatur suhunya untuk mempertahankan suhu produk selama proses distribusi agar tidak mengalami kerusakan. 17 V. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi sebagai bahan baku pembuatan sosis. Bahan tambahan dalam pembuatan sosis daging terdiri dari garam, salt replacer Kemira Provian ® , tapioka, Isolate Soy Protein ISP, minyak nabati, aires, sodium tripolyphosphate STPP, casing, serta bumbu-bumbu seperti bawang putih, gula, jahe, lada putih, lada hitam, pala, dan MSG. Seluruh bahan pembuatan sosis diperoleh dari suplier yang telah ditentukan oleh PT. Kemang Food Industries. Proses pembuatan sosis juga dilakukan di pabrik PT. Kemang Food Industries. Sedangkan analisis dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, Bogor. Bahan yang digunakan untuk analisis yaitu HgO, K 2 SO 4 , H 2 SO 4 , NaOH-Na 2 S 2 O 3 , K 2 CrO 4 5, AgNO 3 , indikator H 3 BO 3 , indikator campuran 2 bagian metil merah 0.2 dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2 dalam alkohol, HCl, dan air destilata.

2. Alat

Alat yang digunakan dalam pembuatan sosis adalah food processor, hand stuffer, panci, refrigerator, dan smoke house. Alat yang digunakan untuk analisis yaitu peralatan gelas labu Kjehdahl, labu Soxhlet, pipet tetes dan volumetrik, gelas ukur, tabung reaksi, gelas piala, labu takar, buret, oven, tanur listrik, desikator, timbangan analitik, cawan, penjepit cawan, pemanas listrik hot plate, Atomic Absorpsion Spektrofotometer AAS.

B. METODE PENELITIAN

1. Observasi Lapang

Kegiatan ini meliputi pengamatan terhadap keseluruhan aspek produksi sosis sapi serta melakukan pengamatan proses produksi sosis sapi dan kondisi produk yang dihasilkan. Observasi lapang dilakukan dalam satu sampai dua minggu yang juga dilakukan dengan terjun langsung dalam kegiatan produksi, Quality Control QC, dan Research and Development RD.

2. Penetapan Formula Sosis

Tahap penetapan formula meliputi penetapan bumbu, garam, sodium tripolyphosphate STPP, es, tapioka, dan emulsi, serta penentuan konsentrasi garam yang akan dikurangi dan salt replacer yang akan ditambahkan dalam pembuatan sosis sapi. Tahap penetapan bumbu dilakukan untuk mengetahui komposisi bumbu-bumbu yang dapat ditambahkan pada sosis sapi. Bumbu-bumbu meliputi bawang putih, lada putih, lada 18 hitam, pala, jahe, dan MSG. Tahap penetapan bumbu ini dilakukan secara trial and error. Formula bahan dan bumbu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Formulasi Bahan dan Bumbu Bahan dan bumbu Jumlah Daging 55 STPP 0.2 Garam 1.8 Emulsi 20 Tapioka 5 Es 14.59 Gula 1.3 Lada Putih 0.6 Lada Hitam 0.3 Pala 0.2 Bawang Putih 0.7 Jahe 0.2 MSG 0.11 Total 100 Tahap penetapan garam dilakukan untuk memperoleh konsentrasi optimum garam yang ditambahkan pada pembuatan sosis agar menghasilkan sosis dengan rasa yang dapat diterima oleh panelis. Jumlah garam yang ditambahkan adalah sebesar 1.8. Kemudian konsentrasi garam tersebut digunakan sebagai reference untuk menentukan seberapa besar pengurangan garam yang akan dilakukan pada perlakuan berikutnya, yaitu pengurangan garam sebanyak 50 dan 60. Formula reference yang digunakan merupakan formula baru yang belum pernah digunakan di PT. Kemang Food Industries sehingga belum diketahui karakteristik kimia, fisik, maupun organoleptiknya. Tabel 3. Formulasi Perbandingan Garam dan Salt Replacer Bahan- bahan Jumlah Reference A B C D E F G H Garam 1.8 0.9 0.72 0.9 0.75 0.9 0.75 0.9 0.75 Salt replacer 0.2 0.2 0.4 0.4 0.6 0.6 0.8 0.8 Es 14.59 15.29 15.47 14.89 15.07 14.89 14.87 14.49 14.67 Keterangan : A : Pengurangan garam 50 dan penambahan 0.2 Salt replacer B : Pengurangan garam 60 dan penambahan 0.2 Salt replacer C : Pengurangan garam 50 dan penambahan 0.4 Salt replacer D : Pengurangan garam 60 dan penambahan 0.4 Salt replacer E : Pengurangan garam 50 dan penambahan 0.6 Salt replacer F : Pengurangan garam 60 dan penambahan 0.6 Salt replacer 19 G : Pengurangan garam 50 dan penambahan 0.8 Salt replacer H : Pengurangan garam 60 dan penambahan 0.8 Salt replacer Tahap penetapan salt replacer dilakukan untuk memperoleh kisaran maksimum dan minimum salt replacer yang dapat ditambahkan untuk menghasilkan sosis dengan rasa yang masih dapat diterima oleh panelis. Konsentrasi salt replacer yang ditambahkan adalah sebesar 0.2, 0.4, 0.6, dan 0.8. Salt replacer yang digunakan adalah Kemira Provian ® . spesifikasi Kemira Provian ® dapat dilihat pada Lampiran 5.

3. Pembuatan Sosis

Proses pembuatan sosis sapi terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pembuatan emulsi dan tahap pembuatan sosis. Tahap pembuatan emulsi dan sosis secara skematis dapat dilihat pada Gambar 3-4. Tahap pembuatan emulsi dimulai dengan memasukkan air es dan isolat protein kedelai ke dalam cutter pada suhu 25 ºC-30 ºC selama 3 menit atau sampai campuran tersebut menjadi kalis. Kemudian minyak nabati dituang sedikit demi sedikit ke dalam campuran hingga membentuk emulsi yang homogen. Pembuatan sosis sapi dilakukan berdasarkan formula yang telah diperoleh pada tahap penentuan formula. Pembuatan sosis dimulai dengan menyiapkan bahan baku yang diperlukan. Mula-mula daging dimasukkan ke dalam cutter hingga daging cukup halus. Kemudian bahan- bahan lain dimasukkan sesuai dengan urutan, yaitu STPP, setengah bagian es, garam, salt replacer, emulsi, bumbu-bumbu, setengah bagian es, dan tapioka. Proses cutting dilakukan hingga bahan tercampur dan membentuk pasta dengan suhu di bawah 10 ºC. Adonan sosis kemudian dimasukkan ke dalam casing menggunakan stuffer. Selanjutnya dilakukan penyiraman awal showering sebelum sosis dimasukkan ke dalam smoke house untuk dimasak dan dilakukan pula penyiraman akhir showering setelah sosis dikeluarkan dari smoke house . Sosis yang telah selesai dimasak, didinginkan terlebih dahulu sebelum dilakukan pengupasan casing.

4. Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rating hedonik. Uji rating hedonik dipakai bila uji sensori bertujuan menentukan dalam cara bagaimana suatu atribut sensori tertentu bervariasi diantara sejumlah contoh. Uji rating hedonik menggunakan skala pengukuran berupa skala kategori atau skala garis. Menurut American Standard Testing Material ASTM, jumlah minimum panelis untuk uji rating hedonik adalah 70 panelis tidak terlatih, sedangkan menurut Meilgard et al. 1999, jumlah minimum panelis untuk uji rating hedonik adalah 30 panelis tidak terlatih. Sampel yang akan diuji adalah seluruh formula yang diperoleh dari tahapan penentuan formula. Panelis yang digunakan adalah sebanyak 70 panelis tidak terlatih. Taraf signifikansi yang digunakan adalah 5. Pengujian dilakukan terhadap satu atribut sensori, yaitu rasa asin. Dalam penelitian ini, uji rating hedonik yang dilakukan menggunakan skala garis. Skala garis berupa garis horisontal dengan panjang 15 cm dengan tanda batas di kedua ujungnya. Masing- masing tanda batas diberi label dengan deskripsi intensitas kesukaan. 20 Gambar 3. Diagram Alir Proses Pembuatan Sosis . Daging Sapi Beku Pencairan Kembali thawing Penyiraman Awal showering Pengisian dalam Selongsong filling Penggilingan mincing Pencampuran cutting-mixing Pengupasan Casing Penyiraman Akhir showering Pendinginan cooling Pengasapan smoking - STPP - ½ bagian es - Garam - Salt Replacer - Emulsi - Bumbu - ½ bagian es - Tapioka Sosis Sapi Pemasakan cooking Pengeringan drying Pemanasan Awal renderning 21 Gambar 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Emulsi

5. Analisis Mutu

a. Kadar Air dengan Metode Oven AOAC 1995

Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan dalam cawan yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian sampel dan cawan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C selama 3 jam. Cawan didinginkan dan ditimbang, kemudian dikeringkan kembali sampai diperoleh bobot tetap. Kadar air sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Kadar Air bb = a-b-c a x100 Kadar Air bk = a-b-c b-c x100 Keterangan : a = bobot sampel awal g b = bobot sampel akhir dan cawan g c = bobot cawan g Air es Pencampuran cutting Isolate Soy Protein ISP Pencampuran cutting hingga adonan menjadi kalis Minyak Nabati sedikit demi sedikit Emulsi Pencampuran cutting 22

b. Kadar Abu Total dengan Metode Pengabuan Kering AOAC 1995

Sampel sejumlah 3-5 gram ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kemudian cawan dan sampel tersebut dibakar dengan pemanas listrik dalam ruang asap, sampai sampel tidak berasap dan diabukan pada tanur pengabuan pada suhu 550 °C sampai dihasilkan abu yang berwarna abu-abu terang atau bobotnya telah konstan. Selanjutnya kembali didinginkan dalam desikator dan ditimbang segera setelah mancapai suhu ruang. Cara perhitungan kadar abu total : Kadar Abu bb = Bobot abu g Bobot sampel g x100 Kadar Abu bk = Kadar Abu bb 100 – Kadar Air bb x100

c. Kadar Protein dengan Metode Kjehdahl-mikro AOAC 1995

Mula-mula sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu Kjehdahl, kemudian ditambahkan 50 mg HgO, 2 mg K 2 SO 4 , 2 ml H 2 SO 4 , batu didih, dan didihkan selama 1.5 jam sampai cairan menjadi jernih. Setelah larutan didinginkan dan diencerkan dengan akuades, sampel didestilasi dengan penambahan 8-10 ml larutan NaOH-Na 2 S 2 O 3 . Hasil destilasi ditampung dengan erlenmeyer yang telah berisi 5 ml indikator H 3 BO 3 dan 2-4 tetes indikator campuran 2 bagian metil merah 0.2 dalam alkohol dan 1 bagian metil biru 0.2 dalam alkohol. Destilat yang diperoleh dititrasi dengan larutan HCl 0.02 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Hal yang sama juga dilakukan terhadap blanko. Hasil yang diperoleh adalah dalam total N, yang kemudian dinyatakan dalam faktor konversi 6.25. Kadar protein dihitung berdasarkan rumus : Kadar Protein bb = ml HCl - ml Blanko N HCl x 14.007 x 100 x 6.25 mg sampel Kadar Protein bk = Kadar Protein bb 100 – Kadar Air bb x100

d. Kadar Lemak dengan Metode Soxhlet AOAC 1995

Sejumlah 5 gram sampel ditimbang dan dibungkus dengan kertas saring. Kemudian dimasukkan ke dalam alat ekstraksi Soxhlet bersama dengan dietil eter. Selanjutnya direfluks selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke dalam labu lemak berwarna jernih. Pelarut dalam labu lemak didestilasi, labu yang berisi hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 °C sampai pelarut menguap semua. Setelah didinginkan dalam 23 desikator, labu lemak tersebut ditimbang sampai memperoleh bobot yang konstan. Kadar lemak dihitung dengan rumus : Kadar lemak bb = Bobot lemak g Bobot sampel g x100 Kadar lemak bk = Kadar Lemak bb 100 – Kadar Air bb x100 e. Kadar Karbohidrat dengan Metode By Difference AOAC 1995 Kadar karbohidrat sampel dihitung dengan mengurangi 100 kandungan gizi sampel dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Nilainya dapat ditentukan dengan menggunakan rumus berikut : Kadar Karbohidrat bb = 100 - bb Air + bb Protein + bb Lemak + bb Abu Kadar Karbohidrat bk = Kadar Karbohidrat bb 100 – Kadar Air bb x100

f. Analisis Kadar NaCl Metode Modifikasi Mohr

Sampel uji diabukan setelah sebelumnya ditimbang sebanyak 3-5 gram, kemudian sampel yang telah diabukan dalam cawan porselen ditambahkan air destilata sampai tiga seperempat cawan. Abu dalam cawan porselen diaduk-aduk kemudian cairan tersebut ditempatkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditambahkan air destilata sampai tanda tera. Selanjutnya dari labu takar dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukan ke dalam gelas piala 100 ml dan ditambahkan 1 ml K 2 CrO 4 5. Kemudian larutan sampel dititrasi dengan AgNO 3 sampai terbentuk warna merah bata. Pengukuran kadar garam ini dilakukan secara duplo. Perhitungan NaCl adalah sebagai berikut: Kadar Garam NaCl = ml AgNO 3 x N AgNO 3 x 58.46 x 10 gram sampel x 1000 x 100

g. Analisis Natrium dengan AAS

Atomic Absorpsion Spektrofotometer AAS adalah instrumen untuk menganalisis mineral pada sampel. Analisis dengan menggunakan metode AAS berdasarkan pada prinsip pengukuran sinar yang diserap oleh atom dari unsur-unsur. Setiap jenis atom memiliki nilai absorbansi yang khas yang dapat diukur pada panjang gelombang tertentu. Agar atom dapat menyerap energi radiasi, maka atom dalam bentuk gas diradiasi oleh sumber cahaya dengan 24 panjang gelombang yang sesuai dengan unsur yang dianalisis sehingga menyebabkan terjadi eksitasi, yaitu atom mengalami kenaikan tingkat energi. Penyerapan energi ini bersifat selektif, yaitu hanya sinar dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap oleh suatu atom. Untuk dapat dianalisis dengan AAS, sampel harus terbebas dari bahan-bahan organik. Sampel harus dibuat larutan abu. Konsentrasi mineral dalam sampel berbanding lurus dengan nilai absorbansinya. Oleh karena itu, diperlukan kurva standar yang dibuat dari seri larutan mineral standar. Bila absorbansi dari larutan abu sampel diketahui, maka konsentrasi mineral tertentu dalam contoh dapat diperoleh dari kurva standar.

h. Cooking loss Modifikasi dari Soeparno 2005

Cooking loss dihitung sebagai presentase penurunan berat sosis sebelum dimasak dibandingkan dengan berat sosis setelah dilakukan proses pemasakan. Sampel ditimbang sebelum dan sesudah dimasak pada suhu 80-90 °C selama 30 menit. Kehilangan yang terjadi menunjukkan banyaknya air dan lemak yang hilang selama pemasakan. Cooking loss dihitung dengan menggunakan rumus : Cooking loss = a-b a x 100 Keterangan : a = Bobot sampel sebelum dimasak g b = Bobot sampel sesudah dimasak g

C. RANCANGAN PERCOBAAN

Faktor yang dikaji pada penelitian utama yaitu jenis formula sosis, yaitu reference, formula 1, formula 2, formula 3, formula 4, formula 5, formula 6, formula 7, dan formula 8. Model umum rancangan acak lengkap RAL satu faktor dengan sembilan taraf yang digunakan adalah sebagai berikut : Y ij = µ + ז i + ε ij Keterangan : Y ij = Nilai pengamatan pada taraf ke-i dan ulangan ke-j j=1,2 μ = Nilai tengah atau rataan umum pengamatan τ i = Pengaruh metode pengolahan pada taraf ke-i i=1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 ε ij = Galat atau sisa pengamatan taraf ke-i dengan ulangan ke-j Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA, jika perlakuan menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilanjutan dengan uji LSD untuk data uji organoleptik dan uji Duncan untuk data analisis mutu. 25 Gambar 5. Rancangan Diagram Alir Penelitian Formula 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan 9 Uji Organoleptik Formula Terpilih Analisis Mutu LSD - Analisis Proksimat - Analisis Kadar Natrium - Analisis Kadar NaCl - Cooking loss Penetapan Formula Sosis Pembuatan Sosis Formula yang akan Dikembangkan Observasi Lapang ANOVA ANOVA Duncan 26 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. OBSERVASI LAPANG