Pandangan Aparat Pemerintah dalam Penentuan Komoditas Unggulan

45 terbukanya pasar di berbagai tingkatan maka secara langsung akan memberikan nilai tambah baik bagi petani maupun pemerintah daerah sebagai wujud adanya penyerapan komoditi untuk dijadikan sebagai komoditi perdagangan. Faktor dominan yang mempengaruhi keputusan petani dalam membudidayakan suatu komoditi yaitu faktor sosial meliputi tradisi atau kebiasaan dimana kebiasaan ini disebabkan lingkungan mereka memang cocok untuk komoditi yang diusahakan. Aparat pemerintah tidak memprioritaskan preferensi petani dalam penentuan komoditas unggulan sebab komoditas tersebut sudah dikembangkan oleh masyarakat lokal dan pemerintah berperan sebagai fasilitator untuk mengembangkan komoditas yang ada. Kriteria kelembagaan memiliki prioritas terendah berdasarkan tingkat kepentingan dalam mengembangkan komoditas unggulan. Selama ini, kelembagaan sebagai bentuk kemitraan antara petani, lembaga pemerintah dan lembaga swasta masih dirasa sangat kurang terjalin dalam penyediaan modal, sarana prasarana maupun pemasaran. Modal yang digunakan petani dalam berusaha tani umumnya berasal dari mereka sendiri karena kurangnya akses petani ke lembaga swasta yang siap memberikan pinjamankredit lunak. Hal ini mungkin disebabkan karena ketidaktahuan petani dalam mengakses pinjaman tersebut, petani merasa kesulitan dalam menyediakan syarat peminjaman maupun tingginya bunga pinjaman yang dirasakan memberatkan bagi petani. Dalam hal penyediaan sarana dan prasarana. tidak semua komoditas mendapat bantuan. kebanyakan merupakan komoditas yang diprioritaskan pengembangannya. Petani kebanyakan menjual hasil pertanian mereka kepada pedagang atau pengumpul bahkan ada yang menjualnya langsung ke pasar. Hasil analisis AHP menunjukkan tanaman pangan sebagai komoditas pertanian unggulan. Kabupaten Bulukumba memiliki dataran tinggi dan dataran rendah yang cocok untuk pertanian, terutama tanaman pangan. Dataran tinggi terletak di bagian barat sangat cocok untuk mengembangkan tanaman padi, sedangkan dataran rendah terhampar pada bagian tengah dan timur sehingga umumnya membudidayakan tanaman jagung. Tanaman pangan menurut aparat pemerintah prioritas menjadi komoditas unggulan karena tanamana pangan merupakan kebutuhan pangan yang harus terpenuhi, di samping menjadi kebutuhan dasar bagi suatu negara dalam ketahanan pangan. Komoditas tanaman pangan menjadi prioritas utama sebagai komoditas unggulan terutama disebabkan oleh sumber daya alam dan kebijakan pemerintah. Berdasarkan laporan DTPH 2011b, Kabupaten Bulukumba potensial dalam upaya pengembangan tanaman pangan dengan penggunaan lahan mencapai 73.93 persen dari total luas wilayah Kabupaten Bulukumba. Kebijakan pemerintah kabupaten untuk lingkup pertanian lebih banyak diprioritaskan pada tanaman pangan, termasuk kaitannya dengan program pemerintah pusat dan provinsi. Pemerintah daerah dalam upaya meningkatkan pembangunan ekonomi khususnya mengenai pengembangan sub sektor tanaman pangan agar tetap berdasarkan potensi yang dimiliki melalui arah kebijakan yang tepat yaitu dengan pembangunan sentra produksi sehingga melalui kebijakan tersebut dapat memberikan nilai tambah bagi hasil-hasil produksi pertanian Fafurida 2009. Tanaman perkebunan diprioritaskan menjadi komoditas unggulan kedua di Kabupaten Bulukumba. Aparat pemerintah menganggap komoditas perkebunan dapat diunggulkan karena memiliki nilai ekonomis tinggi sebagai komoditas 46 ekspor. Komoditas ini menjadi prioritas terutama dari kriteria konstribusi ekonomi dan pasar yaitu sebagai komoditas ekspor dengan nilai jual tinggi sehingga memberikan nilai tambah yang tinggi dibandingkan komoditas lainnya serta cakupan pasarnya lebih luas. Hasil perkebunan di Kabupaten Bulukumba umumnya dijual masih dalam hasil primer mentah dengan mutu yang rendah. Kendala yang dominan dalam perkebunan di Kabupaten Bulukumba menurut Dinas Kehutanan dan Perkebunan 2011 yaitu: 1. Produktivitas tanaman yang belum optimal Umumnya produktivitas tanaman perkebunan yang dicapai belum optimalmasih rendah sesuai dengan standar potensial masing-masing tanaman. Hal ini dapat dilihat pada berbagai komoditas perkebunan seperti produktivitas kopi yang baru mencapai 278 kgha 11 persen sedang potensinya dapat mencapai 2.500 kgha atau peluang untuk meningkatkan produktivitas bisa mencapai 89 persen. begitu juga dengan komoditi kakao yang produktivitasnya baru mencapai 2035 kgha 34 persen padahal standar potensial bisa mencapai 3000 kgha. 2. Daya saing komoditi yang masih rendah Rendahnya mutu produk hasil tanaman perkebunan menyebabkan harga yang diperoleh oleh petani belum maksimal karena tidak sesuai standarisasi pasar. Petani di Kabupaten Bulukumba masih berorientasi dalam hal peningkatan produksi dengan mengabaikan standar mutu yang dibutuhkan pasar. Komoditas hortikultura merupakan komoditas yang memiliki prospek cukup baik karena memiliki nilai ekonomi apabila dimanfaatkan secara optimal. Komoditas hortikultura saat ini di Kabupaten Bulukumba menurut aparat pemerintah baru berkembang dan memiliki kendala dalam hal penanganan pasca panen. Umumnya komoditas ini masih dijual dalam bentuk mentah sehingga memiliki nilai jual rendah dan dilihat dari kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi komoditas hortikultura masih rendah. Komoditas peternakan untuk saat ini belum berpeluang dijadikan komoditas unggulan bila dilihat dari tingkat prioritas. Usaha yang dilakukan oleh peternak umumnya memelihara ternaknya sebagai usaha sampingan atau digunakan sebagai sumber tenaga bagi petani sehingga diharapkan kedepannya diharapkan menjadi usaha yang produktif.

5.4 Partisipasi Petani

Petani merupakan subjek utama yang menentukan produksi usaha tani yang dikelolanya. Partisipasi petani dalam berusaha tani adalah perwujudan tindakan petani dalam memanfaatkan kesempatan yang tersedia secara optimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki dan di dasari oleh kemauan yang berasal dari dalam diri untuk berusaha tani dan meningkatkan produksi pertanian mereka Petani dapat berpartisipasi dengan baik apabila syarat kemauan, kemampuan dan kesempatan terpenuhi. Ketiga syarat tersebut sangat diperlukan oleh petani di Kabupaten Bulukumba guna pengembangan komoditas unggulan, khususnya komoditas tanaman pangan. 47 Penelitian ini menganalisis tingkat partisipasi petani menggunakan tiga syarat partisipasi yaitu kemauan, kemampuan dan kesempatan sebagai variabel. Dari masing-masing variabel dijabarkan indikator-indikator sebagai berikut: 1. Variabel Kemauan. Indikator terdiri dari harapan, imbalan, motivasi dan penguasaan informasi. 2. Variabel kemampuan. Indikator terdiri dari keterampilan, pengalaman dan ketersediaan modal. 3. Variabel kesempatan Indikator terdiri dari ketersediaan sarana dan prasarana, kelembagaan dan kebijakan pemerintah.

5.4.1 Tingkat Partisipasi Petani Padi

Gambar 14 menunjukkan bahwa sebagian besar 80 persen petani berkemauan tinggi untuk berpartisipasi mengembangkan komoditi padi sedangkan 5 persen pada tingkat sedang, dan 15 persen pada tingkat rendah. Petani berkemampuan sedang 80 persen dalam berpartisipasi mengembangkan komoditi padi, sedangkan untuk kategori tinggi sebesar 5 persen dan 15 persen untuk rendah. Variabel kesempatan sama halnya variabel kemauan, dengan kategori tinggi untuk persentase sebesar 75 persen. Kategori sedang dan rendah masing-masing sebesar 5 persen dan 20 persen. Gambar 14 Persentase Tingkat Partisipasi Petani Padi pada Masing-masing Kategori Kemauan merupakan salah satu faktor psikologis yang mendorong petani untuk berbudidaya. Kemauan petani padi dikategorikan tinggi dengan melihat indikator harapan, imbalan, motivasi dan penguasaan informasi. Dari aspek harapan, petani padi umumnya menjual sebagian hasil panen mereka dan sebagian lagi mereka gunakan sebagai makanan pokok. Petani padi umumnya penggarap yang membagi hasil panen mereka dengan perhitungan membagi dua hasil bersih dengan pemilik sawah. Setelah mereka memperoleh hasil dari pembagian. petani menyimpan beras untuk cadangan makanan pokok sesuai kebutuhan mereka dan sisanya dijual untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Harga komoditi yang mereka usahakan relatif mahal sehingga memberikan pendapatan yang tinggi dan rendahnya kesulitan dalam membudiayakan komoditi tersebut. 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Kemauan Kemampuan Kesempatan Rendah Sedang Tinggi 48 Berkaitan dengan informasi yang dimiliki oleh petani dalam budidaya, pemasaran, kebijakan pemerintah dan akses sarana prasarana yang diperoleh dari berbagai sumber dapat digolongkan tinggi. Penguasaan informasi yang dimiliki oleh petani memberikan gambaran mengenai keinginan petani untuk mencari tahu pengetahuan atau informasi yang berkaitan dengan komoditi yang mereka usahakan. Berdasarkan hasil analisis. tingkat kemampuan petani dalam berpartisipasi mengembangkan komoditi padi tergolong sedang. Salah satu indikator yang digunakan dalam mengukur kemampuan petani adalah ketersediaan modal. Petani padi umumnya memperoleh modal dari bantuan pedagangrentenir yang membeli gabah mereka. Petani meminjam modal kepada pedagang untuk mencukupi kebutuhan biaya produksi dan setelah panen mereka menjual hasilnya kepada pedagang tersebut. Kondisi ini cukup menguntungkan bagi petani karena kapan saja mereka dapat meminjam uang kepada pedagang dibandingkan mereka harus memperoleh modal dengan sistem kredit perbankan yang menurut mereka membutuhkan berbagai persyaratan. Akan tetapi, modal yang mereka peroleh dari pedagang kurang mencukupi untuk membiayai usaha tani mereka disebabkan keterbatasan modal pedagang itu sendiri. Kesempatan partisipasi petani padi dikategorikan tinggi. Hal ini disebabkan karena kemudahan sarana prasarana produksi yang tersedia mudah di jangkau. Selain itu. pemerintah kabupaten dalam hal ini Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura konsisten dalam pengembangan komoditi padi sehingga bantuan baik berupa bibit dan pupuk selalu diberikan kepada petani hampir setiap tahunnya. Dalam hal pemasaran hasil panen, berkaitan dengan sistem permodalan pedagangpengumpul umumnya mendatangi petani yang bersangkutan untuk membeli gabah mereka sehingga petani tidak perlu menjual sendiri gabah mereka ke pasar dan petani pun tidak merasa kesusahan dalam menjual hasil panen mereka.

5.4.2 Tingkat Partisipasi Petani Jagung