Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada saat sekarang, ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan serta kemajuan ke arah yang lebih baik di bidang pendidikan. Tidak hanya kemajuan teknologi, tapi juga kemajuan ilmu pengetahuan, terutama dalam jenjang pendidikan sekolah. Kemajuan teknologi tidak akan bermanfaat jika tidak diiringi oleh majunya tingkat pendidikan suatu bangsa. Agar kita tidak tertinggal jauh oleh lajunya perubahan dan perkembangan zaman di era global ini, maka diperlukan suatu kinerja pendidikan yang bermutu tinggi. Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat besar dalam membentuk karakter, perkembangan ilmu dan mental seorang anak, yang nantinya akan tumbuh menjadi seorang manusia dewasa yang akan berinteraksi dan melakukan banyak hal terhadap lingkungannya, baik secara individu maupun sebagai makhluk sosial. “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara”. 1 1 UU RI No. 20, Tentang Sistem Pendidikan Nasional 2003, Bab I Pasal 1, h.1 diakses dari http:www.inherent-dikti.netfilessisdiknas.pdf 2 Masalah pendidikan erat kaitannya dengan proses belajar mengajar di sekolah dan keadaan peserta didik. Proses pembelajaran di sekolah diharapkan dapat mengembangkan segala potensi yang dimiliki peserta didik dan mengarahkan peserta didik untuk menjadi orang yang berguna serta memiliki pengetahuan luas akan segala hal. Proses pembelajaran akan berjalan dengan sia- sia, jika tidak di ikuti oleh perubahan dalam sistem dan cara mengajar guru di kelas. Rendahnya tingkat pendidikan di Indonesia tidak hanya disebabkan oleh siswa itu sendiri, tapi juga guru juga memberikan peranan penting dalam hal ini. Disamping itu diperlukan cara mengajar yang dapat mengaktifkan seluruh siswa, tidak hanya sebagian siswa saja. “Menurut data UNESCO, yang dikutip oleh Mudjia Rahardjo bahwa peringkat Indonesia di bidang pendidikan semakin menurun, hal ini sebagaimana di ungkapkan oleh Mudjia Rahardjo bahwa pendidikan Indonesia dari peringkat 65 pada tahun lalu menjadi 69 pada tahun ini cukup menyesakkan dada. Pasalnya, peringkat pendidikan menjadi tolok ukur kemajuan sebuah bangsa. Karena itu, dengan menurunnya peringkat pendidikan tersebut mudah dipahami jika kualitas manusia Indonesia pada umumnya rendah. Padahal pemerintah telah merumuskan „peningkatan daya saing’ atau competitiviness sebagai salah satu pilar visi pendidikan nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah juga telah memperoleh alokasi anggaran sebesar 20 dari APBN khusus pendidikan. Berbagai kebijakan untuk mendukungnya juga telah dibuat, mulai dari perangkat yuridis, sepertu Undang-Undang Guru dan Dosen, hinggan kebijakan operasional seperti Sertifikasi Guru, PLPG, Program Pendidikan Guru PPG, Duel Mode, Sekolah Bertaraf Internasional SBI, Ujian Nasional dan sebagainya. Semua kebijakan tersebut hakikatnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Indeks pembangunan pendidikan di Indonesia berada pada urutan 69 dari 127 negara yang disurvei”. 2 Rendahnya tingkat pendidikan di sekolah akan menimbulkan permasalahan dalam suatu bangsa, diantaranya adalah keadaan suatu bangsa itu tidak terkendalikan dengan baik. Melihat kenyataan tersebut, berarti ada yang harus diperbaiki dalam sumber daya manusia Indonesia. Salah satu yang mempengaruhi rendahnya sumber daya manusia adalah faktor pendidikan. Setiap orang yang ingin berkembang dan maju pasti akan menempuh jenjang pendidikan. 2 Mudjia Rahardjo, Peringkat Pendidikan Indonesia Menurun, diakses dari http:anan- nur.blogspot.com201106peringkat-pendidikan-indonesia-menurun.html 17052011 Pukul 20.00 3 “Kualitas suatu bangsa tergantung dengan kualitas pendidikan warganya. Standar untuk mengukur daya saing suatu bangsa paling tidak dipengaruhi oleh tiga hal penting; pertama, tingkat penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi suatu bangsa; kedua, kemampuan manajemen suatu bangsa; ketiga, kemampuan sumber daya manusia. Untuk meningkatkan daya saing, penekanannya adalah terhadap peningkatan mutu pendidikan baik dari segi proses maupun produk harus menjadi komitmen bersama antara pemerintah, masyarakat, dan orang tua peserta didik”. 3 Masalah pendidikan yang sangat kompleks, diantarnya adalah kurang termotivasinya anak didik untuk belajar. Hal ini dilatarbelakangi oleh berbagai faktor salah satunya adalah karena faktor anak didik itu sendiri karena tidak giat belajar dan asik bermain yang didukung oleh banyaknya game online yang lebih menarik bagi mereka dibanding belajar serta dipengaruhi oleh guru itu sendiri. Sehingga, banyak kita temukan rendahnya hasil belajar. “Upaya peningkatan mutu pendidikan tidak terlepas dari kualitas guru. Guru merupakan orang yang seharusnya ditiru. Guru yang berkualitas akan menghasilkan siswa yang berkualitas pula. Guru bukan hanya orang yang berdiri mentransfer ilmu pengetahuan di dalam kelas. Guru bukanlah orang yang setiap harinya mengajar di kelas. Namun lebih dari itu, guru merupakan pendidik dan merupakan orang yang pantas menjadi panutan, teladan bagi semua elemen masyarakat. Para guru haruslah bijaksana, mampu menjalankan program kerjanya dan meningkatkan kinerja untuk menjadi guru profesional yang berkarakter baik.” 4 Keberhasilan pembelajaran dapat dilihat dari kualitas peserta didik. Jika peserta didik mampu menguasai apa yang mereka pelajari sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diharapkan maka dapat dipastikan keberhasilan pembelajaran telah tercapai. Untuk mencapai hal tersebut tidak terlepas dari peran serta guru untuk menciptakan suasana belajar yang kondusif, sehingga dapat meningkatkan pemahaman siswa akan materi yang akan di pelajari. Guru harus mampu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada di kelas. Jika guru tidak mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif maka akan mengakibatkan suasana belajar menjadi sangat pasif, sehingga semangat belajar siswa akan lemah dan berakibat pada hasil belajar siswa yang rendah. 3 Allan Setyoko, Memaknai Hari Guru Yang ke 65, diakses dari http:www.metrojambi.comopini1258-memaknai-hari-guru-ke-65.html 26052011 Pukul 13.00 4 Allan Setyoko, Memaknai Hari Guru Yang ke 65, ………. 26052011 Pukul 13.00 4 Pada kenyataannya, dari hasil observasi di kelas yang peneliti lakukan terhadap 39 siswa kelas VIII di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan pada tanggal 21 april 2011, ternyata masih banyak guru yang menggunakan metode konvensional seperti ceramah saat mengajar. Padahal sangat banyak model pembelajaran yang bisa diterapkan, agar siswa tidak merasa bosan dengan kondisi belajar yang bisa dibilang sudah biasa-biasa saja. Selain itu, guru hanya memperhatikan sekelompok anak yang pintar dan kurang memperhatikan anak yang kurang pintar. Hal ini menyebabkan terjadinya diskriminasi di kelas itu sendiri, dan peserta didik merasa di anak tirikan sehingga tidak jarang lagi terjadi situasi belajar yang kurang kondusif di kelas. Sebagian peserta didik sibuk dengan aktivitas mereka masing, mengobrol, main HP dan mengerjakan tugas untuk pelajaran berikutnya. “Kita tentu bisa menyadari bahwa guru merupakan pihak yang paling banyak berhubungan dengan proses belajar mengajar di sekolah. Guru yang baik adalah guru yang peka terhadap perkembangan belajar dan prestasi anak didik di sekolah. Peran guru sebagai pendidik merupakan peran-peran yang berkaitan dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan, tugas-tugas pengawasan dan pembinaan serta tugas-tugas yang berkaitan dengan mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada ”. 5 Pembelajaran IPS memiliki cakupan yang kompleks. Hal ini dapat menyulitkan guru untuk menstruktur materi pembelajaran secara cermat berdasarkan tipe isi dalam kaitannya dengan tujuan pembelajaran. Banyak guru yang sembarangan dalam memilih metode pembelajaran IPS. Tak heran banyak ditemukan permasalahan dalam pembelajaran IPS salah satunya adalah siswa pasif dalam kegiatan pembelajaran IPS yang berdampak pada rendahnya daya serap dan hasil belajar siswa. “Hal ini disebabkan juga oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah hambatan yang muncul dalam diri siswa itu sendiri misalnya kemampuan awal siswa yang rendah. Adapun faktor 5 Peran guru dalam pendidikan, diakses dari http:pakguruonline.pendidikan.netbuku_tua_pakguru_dasar_kpdd_154.html . akses tanggal 26 Agustus 2011. 5 eksternal adalah yang muncul dari luar diri siswa yaitu lingkungan kelas, kondisi kelas, dan metode mengajar sebagai contoh kegiatan belajar mengajar kurang menarik, pendekatan kurang mengena, jumlah siswa dalam kelas terlalu besar, bobot kurikulum yang terlalu berat, dan lingkungan yang kurang menunjang”. 6 Selain masalah di atas, permasalahan yang peniliti temukan saat observasi adalah sistem pembelajaran di SMPN 3 Kota Tangerang Selatan di kelas 8.2 cenderung masih bersifat teacher centered, dapat dijadikan sebagai salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya mutu dan hasil belajar siswa di sekolah. Pada pembelajaran sistem teacher centered ini, suasana kelas cenderung kaku, para siswa pasif dan lambat dalam menyerap konsep yang disampaikan guru. Metode yang digunakan oleh guru hanya menerapkan sistem pembelajaran ceramah, sehingga suasana belajar terasa tidak menyenangkan. Sistem pembelajaran seperti ini sering membuat siswa bosan dan jenuh untuk belajar, karena guru hanya mengajar dengan cara yang monoton. Selain penerapan sistem pembelajaran yang monoton, guru juga sering menekankan hapalan kepada siswa. Guru menganggap dengan menghapal dapat membuat siswa menyerap pelajaran dengan maksimal. Pada hal sesungguhnya belajar itu bukanlah dengan cara menghapal materi sampai tuntas, karena pelajaran yang sudah dihafal hanya tersimpan dalam memori jangka pendek dan kebanyakan dari hafalan tersebut dapat hilang dalam beberapa hal. Salah satu upaya yang dapat dilakukan guru guna meningkatkan mutu pendidikan melalui meningkatkan hasil belajar siswa, yaitu dengan menggunakan berbagai metode pembelajaran terbaru yang sedang marak diterapkan oleh kalangan guru-guru kreatif. Salah satu metode yang cukup efektif untuk menunjang keberhasilan belajar siswa adalah metode pembelajaran kooperatif. Metode pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada keaktifan siswa di kelas. Dengan metode ini, suasana belajar menjadi lebih bersemangat dan tidak kaku. Siswa bekerjasama dengan kelompoknya untuk bersaing dengan kelompok lain guna menjadi kelompok terbaik. Metode pembelajaran yang menyenangkan 6 Jurnal Pendidikan Dasar, Soegino, Pamuji, dan Wiwik Widayati . Vol. 5. No. 1. 2004. h. 35, http:jurnal.pdii.go.idindex.phpsearch.html?ac:tampilid=53678idc-32, Akses 12 Oktober 2010. 6 dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar dengan sungguh-sungguh. Jika siswa sudah termotivasi untuk belajar, maka akan mudah bagi guru untuk mentransfer pelajaran kepada siswa dan siswa pun akan lebih mudah menerima dan menyerap materi-materi pelajaran. Salah satu contoh dari pembelajaran kooperatif adalah tipe Kepala Bernomor Struktur. “Kepala Bernomor Struktur pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok, dengan ciri khasnya adalah guru memberikan penugasan pada masing-masing siswa berdasarkan nomor yang dimilikinya. Cara ini menjamin keterlibatan otak semua siswa karena Kepala Bernomor Struktur merangsang kemampuan berpikir siswa untuk memecahkan masalah yang diberikan guru. Teknik ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi ide dengan seluruh anggota kelompoknya dan dapat mempertimbangkan jawaban yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan atau memecahkan permasalahan yang diberikan guru”. 7 Pembelajaran Kepala Bernomor Struktur, juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama. Melalui teknik Kepala Bernomor Struktur siswa bisa belajar dengan menyenangkan tanpa ada perasaan tertekan dengan konsep yang sedang dipelajari dan siswa juga bisa leluasa untuk mengungkapkan hasil pemikirannya khususnya tugas kelompok yang diberikan guru. Pembelajaran Kepala Bernomor Struktur dapat membuat siswa dengan mudah menyerap konsep-konsep yang dipelajari, sebab siswa terjun langsung dalam memecahkan masalah dalam belajar. Selain itu, model pembelajaran ini dapat membuat suasana belajar yang rekreatif, karena pemakaian topi di kepala para siswa membuat mereka senang dalam belajar dan merasa model pembelajaran ini sangat unik lantaran adanya topi. Berdasarkan hasil observasi pra peneltian dapat ditemukan beberapa permasalahan yang dihadapi oleh kelas 8. 2 dalam belajar dikelas yaitu: Pada saat kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran IPS dikelas 8.2 masih ditemukan banyak kendala terutama masalah penggunaan metode pembelajaran yang monoton, ceramah, dan hafalan yang diberikan oleh guru yang belum menunjang 7 Anita Lie, Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta : PT. Grasindo, 2002 h. 58 7 semangat siswa untuk belajar. Kondisi demikian membuat siswa pasif dalam mengikuti pembelajaran dan mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa. “Menurut teori belajar kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget dan Jerome Bruner menyebutkan bahwa belajar adalah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan pengetahuan, sehingga aktivitas membaca dan mencatat menjadi aktivitas yang sangat penting dalam belajar. Perkembangan kognitif ditandai dengan kecakapan mengemukakan beberapa alternatif secara simultan, memilih tindakan yang tepat dan memberikan prioritas yang berurutan dalam bebagai situasi”. 8 Untuk menumbuhkan semangat belajar dalam diri siswa diperlukan suatu model belajar yang tepat agar siswa terbiasa untuk aktif dan semangat dalam belajar, sehingga bisa mendukung agar hasil belajar siswa bagus. Model pembelajaran yang tepat mengaktifkan seluruh siswa antara lain model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif menuntut siswa untuk aktif dan bekerjasama dengan teman-temannya agar bisa memecahkan suatu permasalah yang dihadapi mereka, serta siswa mempunyai tanggung jawab terhadap tugas yang mereka miliki. Disamping itu, pembelajaran kooperatif ini tidak akan membuat siswa tertekan, karena mereka diberikan kesempatan untuk bekerjasama dalam kelompok belajar mereka di kelas. Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Kepala Bernomor Struktur dalam Meningkatkan Hasil Belajar IPS Pada Siswa SMPN 3 Kota Tangerang Selatan ”.

B. Identifikasi Masalah