commit to user 125
“Bagaimana ya, karena mereka baik sekali dengan saya, jadi saya juga berusaha membantu mereka. Kalau mereka butuh bantuan, kalau saya bisa, saya
bantu.”
223
“Tapi kalau ada Darwis, PKK, kalau aku di rumah ya itu aku usahakan.”
224
Dari saling pengertian tersebut kebudayaan C yang disepakati bisa
terbentuk. Dan dari kebudayaan ketiga yang positif itulah lahir efektifitas komunikasi antarbudaya. Misalnya lahirnya hubungan yang harmonis, pekerjaan, dan aturan
budaya yang positif.
C. Fungsi Komunikasi Antarbudaya Bagi Warga Jepang di Solo
Komunikasi yang dilakukan oleh warga Jepang dengan lingkungan sekitarnya tentunya membawa manfaat bagi mereka. Alo Liliweri membedakan
fungsi komunikasi ke dalam dua bentuk yaitu fungsi secara pribadi maupun sosial.
1. Fungsi Pribadi
Fungsi pribadi merupakan fungsi-fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang bersumber dari seorang individu.
225
Fungsi pribadi tersebut terbagi dalam beberapa sub-fungsi sebagai berikut:
a. Menyatakan Identitas Sosial Dalam proses komunikasi antarbudaya terdapat beberapa perilaku
komunikasi individu yang digunakan untuk menyatakan identitas diri
223
Ibid.
224
Wawancara dengan Hiromi Kano, Responden Tempat tinggal Hiromi Kano: Selasa, 23 November 2010,
jam 15.00‐16.00
225
Alo Liliweri. 2007. Op. Cit. hlm. 36
commit to user 126
maupun identitas sosial. Perilaku itu dinyatakan melalui tindakan berbahasa baik secara verbal dan non-verbal. Dari perilaku berbahasa itulah
dapat diketahui identitas diri maupun sosial, misalnya dapat diketahui asal- usul suku bangsa, agama, maupun tingkat pendidikan seseorang.
226
Fungsi tersebut juga dirasakan oleh para imigran Jepang yang tinggal di Surakarta. Mereka semua sepakat bahwa dengan berkomunikasi,
orang-orang di sekitar mereka menjadi tahu identitas sosial mereka. Masyarakat pribumi menjadi tahu bahwa mereka merupakan imigran yang
berasal dari negeri para samurai. Bahkan mengetahui profesi ataupun tujuan imigran itu datang ke Surakarta.
“Karena biasa-biasa to, orang sini kan tanya-tanya gitu. Tapi sebenarnya juga ada yang tahu aku itu sinden. Kan anoo..yang siaran
wayang sekarang jarang ya. Tapi dulu kan masih banyak sekali siaran wayang gitu. Kalau begitu masyarakatnya semakin faham.”
227
b. Menyatakan Integrasi Sosial Dalam kasus komunikasi antarbudaya yang melibatkan perbedaan
budaya antara komunikator dengan komunikan maka integrasi sosial menjadi tujuan utama komunikasi. Dan prinsip utama dalam proses
pertukaran pesan komunikasi antarbudaya adalah: saya memperlakukan anda sebagaimana kebudayaan anda memperlakukan anda dan bukan
226
Ibid.
227
Wawancara dengan Hiromi Kano, Responden Tempat tinggal Hiromi Kano: Selasa, 23 November 2010,
jam 15.00‐16.00
commit to user 127
sebagaimana yang saya hendaki. Dengan demikian komunikator dan komunikan dapat meningkatkan integrasi sosial atas relasi mereka.
228
Dalam relasi yang terjadi antara warga Jepang dengan pribumi, tampaknya prinsip utama tersebut juga diberlakukan sehingga integrasi
sosial tercapai. Di satu sisi, warga pribumi memaklumi perbedaan yang dimiliki
pendatang tersebut. Misalnya mengizinkan para imigran untuk tidak mengikuti serangkaian acara ataupun organisasi yang berlaku di
lingkungan tersebut seperti kerja bhakti, PKK, dan Dharmawanita. Hal itu membuktikan bahwa tidak ada pemaksaan kebudayaan terhadap para
imigran tersebut. Warga pribumi mengijinkan imigran untuk beradaptasi dengan cara mereka sendiri tetapi tetap memberi bantuan. Hal tersebut
juga tercermin dari pengakuan warga Jepang yang tinggal di Surakarta. “Tapi kadang-kadang saya tidak punya waktu, kalau di kampung
ada PKKnya, kerja bhaktinya ya dan kalau jagong, itu sesuatu yang agak repot ya. Kalau tidak ada waktu, saya minta suami saya mewakili. Belum
tentu saya bisa ikut. Saya juga tidak tergabung dalam PKK tetapi orang- orang juga sudah pada tahu, jadi tidak ada yang
mempermasalahkannya.”
229
Di sisi lain, tampak kesadaran dari dalam diri warga Jepang untuk diterima di lingkungan baru mereka. Meskipun diijinkan untuk tidak
mengikuti kegiatan tersebut, namun jika ada warga yang butuh bantuan,
228
Alo Liliweri. 2007. Op.Cit. hlm. 37
229
Wawancara dengan Yumiko Takenouchi, responden Yayasan Music Indonesia: Selasa, 30 November
2010, jam 17.00‐18.00
commit to user 128
mereka akan membantu jika mampu. Misalnya, saat diajak untuk latihan karawitan bersama atau untuk pentas, jika ada waktu luang, maka mereka
akan bersedia membantu. “Misalnya, kalau ada kelompok karawitan bapak-bapak yang
ingin saya ikut latihan, kalau saya ada waktu, saya pasti akan bantu.”
230
Selain itu, para imigran sudah bisa menerima perbedaan yang ada di lingkungan baru mereka. Mereka menyadari bahwa sebagai pendatang,
harus mampu menerima keadaan sekitar dan beradaptasi dengan kondisi tersebut. Misalnya, mereka sudah terbiasa dengan cara penggunaan kamar
mandi, makanan, lalu lintas, dan kehidupan sosial lainnya. Serta mereka merasa telah diterima di lingkungan mereka tinggal dari kegiatan
komunikasi tersebut. “Sangat berbeda dengan Jepang. Panas sekali disini. Lalu, cara
memakai kamar mandinya juga berbeda ya. Mau bersih-bersih badan juga berbeda. Cara apa, buang air besar juga beda. Tapi sekarang sudah bisa
dan terbiasa.”
231
“Jadi mungkin inti yang dikomunikasikan ga begitu penting tapi sudah berkomunikasi dengan lingkungan itu saya merasa sudah bisa
diterima di masyarakat.”
232
230
Wawancara dengan Miki Orita, Responden D’Mesem: Selasa, 23 November 2010, Jam 17.00‐ 18.00
231
Wawancara dengan Hitomi Matsuda, Responden Gedung H ISI Surakarta: Senin, 29 November 2010,
jam 11.00‐12.00
232
Wawancara dengan Miki Orita, Responden D’Mesem: Selasa, 23 November 2010, Jam 17.00‐ 18.00
commit to user 129
c. Menambah pengetahuan Fungsi pribadi yang ketiga adalah menambah pengetahuan.
Seringkali komunikasi antarpribadi maupun antarbudaya menambah pengetahuan bersama, saling mempelajari kebudayaan.
233
Bagi warga Jepang yang tinggal di Surakarta, fungsi tersebut sangatlah dirasakan dan membantu bagi usaha mereka untuk terbiasa
dengan lingkungan. Dari komunikasi yang mereka lakukan, mereka mengakui mendapatkan banyak pengetahuan baru dari pesan yang
dipertukarkan. Misalnya mengenai nilai-nilai yang berlaku di lingkungan mereka, informasi tentang pentas seni, pendidikan, maupun urusan
pekerjaan. “He’em. Ada banyak. Saya sudah banyak menemukan kesulitan
dalam komunikasi, kadang-kadang salah paham atau yang ga bisa nyambung, ga bisa apa ya, ya semacam begitulah.”
234
“kan saya tinggal di rumah dosen ISI, jadi dia yang mengajari saya tentang semua yang di sini. Misalnya, kalau bertamu dan disuguhi
teh, kalau tidak diminum, itu nanti menyinggung perasaan yang punya rumah. Tapi kalu cepat-cepat diminum dan dihabiskan itu artinya minta
tambah lagi. Ya seperti itu.”
235
“Hmm, apa ya? Menambah pengetahuan yang pasti.”
236
233
Alo Liliweri. Op. Cit. 38
234
Wawancara dengan Naomi Kawasaki, Responden Gedung III FSSR: Selasa, 14 Desember 2010, jam 15.30
‐16.30
235
Wawancara dengan Mika Masui, Responden Kantin sastra: Rabu, 17 November 2010, jam 12.00‐ 12.45
236
Wawancara dengan Keisuke Isobe, Responden Kantin KPRI UNS: Senin, 22 November 2010, jam 13.00
‐14.00
commit to user 130
“Jadi, komunikasi aja tidak ada masalah. Jadi, teman-teman saya sering bantu. “Oh. Mungkin gini jadi harusnya gini”.
237
“Dan kalau ada pentas, saya diberitahu.”
238
Selain itu, mereka juga mendapatkan informasi dari media massa yang mereka gunakan seperti koran maupun internet.
d. Melepaskan Diri Jalan Keluar Kadang-kadang, kita berkomunikasi dengan orang lain untuk
melepaskan diri atau mencari jalan keluar atas masalah yang dihadapi.
239
Sama halnya bagi warga Jepang di Surakarta. Mereka semua mengakui merasakan manfaat tersebut dari kegiatan komunikasi yang
dilakukan. Ketika sedang mengalami suatu persoalan, kemudian mereka mengkomunikasikan dengan keluarga ataupun teman terdekat. Dari
komunikasi tersebut, seringkali mereka mendapatkan inspirasi atau bahkan jalan keluar dari masalah atau persoalan yang tengah mereka hadapi. Baik
masalah perkuliahan maupun masalah pribadi. “Dengan dosen kalau saya ada kesulian dalam pekuliahan atau
untuk cerita dan minta pendapat. Misalnya waktu itu saat saya bingung mau pulang ke Jepang atau tidak. Saya cerita keadaannya kepada dosen
dan mendapat nasehat. Dulu saya makan di warung, jadi komunikasinya dengan orang itu. Kalau saya ada masalah saya cerita, lalu dikasih
nasihat.”
240
237
Wawancara dengan Hitomi Matsuda, Responden Gedung H ISI Surakarta: Senin, 29 November 2010,
jam 11.00‐12.00
238
Wawancara dengan Miki Orita, Responden D’Mesem: Selasa, 23 November 2010, Jam 17.00‐ 18.00
239
Alo Liliweri. 2007. Op. Cit. hlm 38
240
Wawancara dengan Miki Orita, Responden D’Mesem: Selasa, 23 November 2010, Jam 17.00‐ 18.00
commit to user 131
“Iya. Kalau saya ada masalah, teman saya bisa bantu.”
241
“Ya. Kalau saya ada kesulitan, saya tanya ke suami saya.”
242
“Ya, kebanyaakan didapat dari komunikasi. Dari cerita-cerita dengan teman karawitan, keluarga, anak.”
243
Meski begitu, inspirasi tidaklah selalu datang dari rekan bicara.
Setidaknya, hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh salah seorang responden.
“Iya, itu juga. Tapi inspirasi atau jalan keluar itu tidak harus saya dapatkan dari komunikasi saja. Ya, saya kalau ada masalah,
mendapat jalan keluar itu bukan dari teman curhat saya. Kadang-kadang dari tukang becak, supir taksi, atau kondektur bis. Tapi itu bukan berarti
saya cerita dengan mereka. Misalnya, mereka lagi ngomong apa apa apa, saya dengar, dan ternyata hal yang mereka bicarakan itu memberi saya
inspirasi. “Ooo, iya ya”. Dulu saya pernah, omongan supir bus itu mengena di hati saya, saat saya ada masalah. Inspirasi atau ilham itu kan
bisa datang dari mana-mana. Dari orang, kucing juga bisa.”
244
2. Fungsi Sosial