commit to user 153
Warga Jepang yang tinggal di Solo untuk tujuan belajar sangatlah menghormati orang yang menjadi gurunya. Dan hal tersebut membuat sang
guru tersebut merasa dihormati dan menilai bahwa orang Jepang memiliki kesopanan yang tinggi bahkan melebihi warga Jawa sendiri. Hal tersebut
sangatlah cocok dengan budaya Indonesia yang juga menganut pandangan hierarkis.
2. Sikap saat berkomunikasi
Keberhasilan komunikasi antarbudaya dapat pula dijelaskan dari perspektif The 5 Inevitable Laws of Effective Communication lima hukum
komunikasi efektif. Lima hukum tersebut adalah Respect, Empathy, Audible, Clarity, dan Humble REACH.
298
a Respect. Hukum pertama dalam mengembangkan komunikasi antarbudaya
yang efektif adalah sikap menghargai setiap individu yang menjadi sasaran pesan yang kita sampaikan. Pada prinsipnya manusia ingin dihargai dan
dianggap penting. Jika kita membangun komunikasi dengan rasa dan sikap saling menghargai dan menghormati, maka dapat membangun kerjasama
yang sinergi yang akan meningkatkan kualitas hubungan antar manusia.
299
Untuk memperlancar komunikasi yang dilakukan, setiap imigran asal Jepang selalu berusaha menghormati orang yang menjadi lawan
298
Suranto AW. Op. Cit. hlm. 194
299
Ibid. hlm. 195
commit to user 154
bicaranya. Hal tersebut mereka tunjukkan dalam berbagai cara misalnya dengan menjaga sikap tubuh serta mendengarkan dengan sungguh-sungguh.
“Oh itu, saya harus hati-hati itu kan sikapnya gitu kan. Kalau misalnya, kalau misalnya, sama kamu juga ya itu. Walau kamu adik, adikku,
tapi aku kalau misalnya ngomong dengan sikap angkuh “Yo gimana?” gitu kan ya, kata-katanya walaupun halus, tapi sikapnya begitu, itu kan
orangnya seperti piye gitu kan?”
300
“Memilih kata-kata supaya sopan dan untuk menghormati orang lain. Tapi, sekarang sudah terbiasa, jadi otomatis seperti itu.”
301
“Saya dengarkan baik-baik.”
302
“Kalau cara saya, mendengar lebih secara focus. Tapi yang biasanya yang sedang berkomunikasi tidak mau pakai HP atau apa apa apa,
berarti yang secara berkomunikasi saya kan mau focusnya yang mendengar terhadap lawan bicara secara kehormatan. Atau yang dalam satu kelompok,
terus kalau lawan bicara ada di belakang, pasti saya menoleh ke arahnya”
303
b Empathy. Empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri kita pada
situasi atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain. Salah satu persyaratan utama dalam memiliki empati adalah kemampuan untuk mendengarkan atau
mengerti lebih dulu sebelum didengarkan atau dimengerti oleh orang lain. Rasa empati akan meningkatkan kemampuan kita dalam menyampaikan
pesan dengan cara dan sikap yang akan memudahkan komunikan
300
Wawancara dengan Hiromi Kano, Responden Tempat tinggal Hiromi Kano: Selasa, 23 November 2010,
jam 15.00‐16.00
301
Wawancara dengan Kaoru Serizawa, Responden Tempat tinggal Kaoru: 24 November 2010, jam 15.00
‐16.00
302
Wawancara dengan Yumiko Takenouchi, Responden YMI: 30 November 2010, jam 17.00‐18.00
303
Wawancara dengan Naomi Kawasaki, Responden Gedung III FSSR: Selasa, 14 Desember 2010, jam 15.30
‐16.30
commit to user 155
menerimanya. Oleh karena itu, memahami perilaku komunikan merupakan keharusan. Sebelum membangun komunikasi atau mengirimkan pesan, kita
perlu mengerti dan memahami dengan empati calon penerima pesan. Sehingga nantinya pesan kita akan dapat tersampaikan tanpa ada halangan
psikologis atau penolakan dari penerima.
304
Warga Jepang yang tinggal di Surakarta pun selalu berusaha memahami kondisi lawan bicara sehingga komunikasi dapat berjalan dengan
lancar. “Apa ya, punya sifat untuk mengerti. Kalau, saya lihat orangnya,
saya bisa bicara atau tidak. Gitu, iya. Boleh saya bicara atau tidak, gitu. Kalau, iya orangnya kira-kira mau menerima atau tidak. Ya, kedudukan kan
beda-beda. Kalau orangnya tertutup, ya saya tidak akan berkata sesuatu, tapi kalau terbuka saya bicara. Jadi, melihat orangnya. Iya. “
305
“Tapi kalau orangnya terbuka dan tidak kaku, saya baru mau mengkritik. Tapi juga lihat-lihat orangnya. Kalau orang tersebut tidak bisa
menerima kritik, saya juga tidak akan mengkritik. Tapi kalau terbuka, saya akan ungkapkan pendapat saya.”
306
c Audible. Hukum ketiga ini berarti pesan yang kita sampaikan dapat
diterima oleh penerima pesan. Yang selalu menjadi masalah bagi warga Jepang dalam
berkomunikasi adalah masih sering ditemukan orang yang menjadi lawan bicara kurang mengerti apa yang hendak disampaikan. Hal tersebut
304
Suranto Aw. Loc. Cit.
305
Wawancara dengan Yumiko Takenouchi, Responden YMI: 30 November 2010, jam 17.00‐18.00
306
Wawancara dengan Kaoru Serizawa, Responden Tempat tinggal Kaoru: 24 November 2010, jam 15.00
‐16.00
commit to user 156
dikarenakan penguasaan bahasa Indonesia yang masih kurang oleh warga Jepang serta keterbatasan kosa kata. Untuk menyiasati hal tersebut, mereka
biasanya mengulangi pesan yang hendak disampaikan sampai lawan bicara mengerti apa yang mereka maksud.
“Mungkin “Tolong bicara lebih pelan-pelan”. Kalau masih bingung, saya mau jelaskan gitu, “tolong tulis”. Jadi, komunikasi aja tidak
ada masalah. Jadi, teman-teman saya sering bantu. “Oh. Mungkin gini jadi harusnya gini.”
307
“Ya memilih kata-kata yang tepat, dan kalau masih ada yang kurang mengerti, diulangi lagi sampai mengerti.”
308
“Kadang-kadang masih ada orang yang kurang mengerti maksud saya. Mungkin karena bahasa Indonesia saya masih kurang. Kalau begitu,
saya ulangi sampai orang itu mengerti.”
309
“Kadang-kadang masih ada yang tidak mengerti, soalnya ya wajahnya kan sangat aneh. “Maksudnya apa?”. Beberapa kali sampaikan,
tapi tetap tidak bisa, juga ada, atau yang menyambung juga ada. Kalau seperti itu, ya saya yang diberi waktu sebentar dulu nanti sampaikan lagi.
Saya susun pikiran saya dulu, nanti coba menyampaikannya lagi.”
310
d Clarity. Selain pesan harus dapat dimengerti, makna pesan itu sendiri
harus jelas sehingga tidak menimbulkan multi intepretasi atau berbagai penafsiran yang berlainan. Clarity dapat pula berarti keterbukaan dan
307
Wawancara dengan Hitomi Matsuda, Responden Gedung H ISI Surakarta: Senin, 29 November 2010,
jam 11.00‐12.00
308
Wawancara dengan Kaoru Serizawa, Responden Tempat tinggal Kaoru: 24 November 2010, jam 15.00
‐16.00
309
Wawancara dengan Keisuke Isobe, Responden Kantin KPRI UNS: Senin, 22 November 2010, jam 13.00
‐14.00
310
Wawancara dengan Naomi Kawasaki, Responden Gedung III FSSR: Selasa, 14 Desember 2010, jam 15.30
‐16.30
commit to user 157
transparansi. Dalam berkomunikasi kita perlu mengembangkan sikap terbuka tidak ada yang ditutupi atau terbuka, sehingga dapat menimbulkan
rasa percaya trust dari penerima pesan.
311
Semua responden mengaku jika memang membutuhkan untuk menyampaikan informasi secara lengkap, maka mereka akan memberikan
informasi secara lengkap pula. Namun, hal tersebut juga tergantung pada tema apa yang sedang dibicarakan serta siapa yang menjadi lawan bicara.
“Ya, tergantung tema dan orangnya. Kalau memang membutuhkan informasi yang lengkap ya saya berikan secara lengkap.”
312
“Ya, tergantung tema dan orangnya. Ada yang bisa semua ada yang harus ditutupi.”
313
“Ya, itu tergantung dengan siapa saya bicara dan apa yang dibicarakan. Kalau soal kesenian, tidak ada yang saya tutupi. Tapi juga
lihat-lihat orangnya. Kalau orang tersebut tidak bisa menerima kritik, saya juga tidak akan mengkritik. Tapi kalau terbuka, saya akan ungkapkan
pendapat saya. Kalau hal-hal pribadi, tidak kepada semua orang, hanya kepada sahabat-sahabat saya.”
314
“Kadang lengkap, kadang disembunyikan. Sebenarnya mau menyampaikan, tapi capek. Karena bahasanya masih kurang. Jadi susah
kalau mau ngomong.”
315
311
Ibid. hlm. 196
312
Wawancara dengan Akira Kawakami, responden Food Court SGM: Minggu 21 November 2010, jam
15.00‐16.00
313
Wawancara dengan Keisuke Isobe, Responden Kantin KPRI UNS: Senin, 22 November 2010, jam 13.00
‐14.00
314
Wawancara dengan Kaoru Serizawa, Responden Tempat tinggal Kaoru: 24 November 2010, jam 15.00
‐16.00
315
Wawancara dengan Naoko Ujiie, Responden Tempat tinggal Naoko Ujiie: rabu, 15 desember 2010,
jam 16.00‐16.30
commit to user 158
e Humble.
Sikap ini merupakan unsur yang terkait dengan hukum pertama untuk membangun rasa menghargai orang lain, biasanya didasari oleh sikap
rendah hati yang kita miliki.
316
Setiap warga Jepang tersebut juga mengaku selalu berusaha untuk bersikap rendah hati, sehingga tidak menyinggung perasaan lawan bicara
sehingga komunikasi berjalan lancar. Hal tersebut diakui sebagai sesuatu yang otomatis dilakukan.
“Iya, itu juga otomatis ya.”
317
Selain kelima hukum di atas, peneliti menemukan beberapa sikap yang dimiliki oleh warga Jepang yang tinggal di Solo yang mendukung
komunikasi antarbudaya. Sikap tersebut antara lain: a Adaptability, yaitu seberapa cepat seseorang untuk terbiasa dalam lingkungan
asing atau norma yang berbeda.
318
Penduduk pribumi yang sering berinteraksi dengan warga Jepang di Solo mengatakan bahwa warga Jepang tersebut memiliki kemampuan adaptasi
yang cepat. Mereka menilai warga Jepang tersebut sudah terbiasa dengan lingkungan di Solo.
316
Ibid
317
Wawancara dengan Kaoru Serizawa, Responden Tempat tinggal Kaoru: 24 November 2010, jam 15.00
‐16.00
318
Fred E. Jandt. Op. Cit. hlm. 42
commit to user 159
“Kehebatan orang Jepang itu paling cepat menyesuaikan dengan kondisi lingkungan, adaptasinya dia cepet, makanya sampai sekarang pun meskipun
dulu Jepang pernah menjajah negara kita, paling mudah untuk beradaptasi dan kita paling mudah menerima.”
319
b Acceptance, yaitu toleransi atau kemauan untuk menerima hal-hal yang menyimpang dari hal-hal yang biasa bagi seseorang.
320
Dalam penelitian ini, hal tersebut dapat dilihat dari bagaimana warga Jepang yang sudah terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan orang Jawa. Misalnya
makanan, cara menggunakan kamar mandi, menyapa orang walaupun belum dikenal, transportasi yang berbeda, serta keadaan lalu lintas yang berbeda.
c Cultural Awareness, yaitu pemahaman seseorang terhadap adat dan sistem sosial dari kebudayaan tuan rumah. Memahami bagaimana orang berpikir dan
bertingkah laku sangatlah penting untung berkomunikasi secara efektif dengan masyarakat budaya tersebut.
321
d Knowledge Discovery, yaitu kemampuan untuk mendapatkan pengetahuan baru pada waktu berkomunikasi.
322
Dalam penelitian ini, hal itu terlihat dari pengetahuan-pengetahuan baru yang mereka dapat dari komunikasi. Sehingga mereka bisa menggunakan
319
Wawncara dengan Mulyono, Responden Fujiyama Gakkou: Rabu, 19 januari 2011, jam 16.30‐ 16.45
320
Fred E. Jandt. Loc. Cit.
321
Ibid. hlm. 44
322
Yukiko Inoue. Ibid.
commit to user 160
pengetahuan tersebut sebagai modal berinteraksi dengan masyarakat pribumi dan beradaptasi.
3. Intensitas