commit to user 67
g. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Komunikasi Antarbudaya
Terdapat beberapa aspek kultur yang mempunyai pengaruh besar terhadap komunikasi antarbudaya. Aspek-aspek tersebut bekerja dalam suatu kombinasi dan
saling berhubungan. Aspek-aspek tersebut adalah persepsi, proses verbal, proses nonverbal, dan aspek konteks.
94
1 Persepsi Salah satu aspek komunikasi antarbudaya adalah persepsi, dimana dalam
aspek ini sebagai seorang individu, partisipan memilih, mengevaluasi, dan mengorganisir rangsangan dari luar. Persepsi kultural berdasar pada kepercayaan,
nilai-nilai, dan sistem tingah laku.
95
Persepsi merupakan suatu cara untuk membuat dunia fisik dan sosial menjadi masuk akal. Seorang penulis Jerman mengatakan bahwa tidak ada
kenyataan, selain yang ada dalam diri seseorang. Samovar dkk menambahi bahwa kenyataan itu ada pada diri seseorang, sebagian oleh budaya orang
tersebut.
96
Persepsi seseorang mengartikan pengaruh eksternal dengan mengizinkan orang tersebut untuk menginterpretasi, mengelompokkan dan mengatur stimulus
yang dipilih untuk dimonitor. Seperti yang dinyatakan oleh Gamble dan Gamble bahwa persepsi merupakan proses seleksi, pengaturan, dan penginterpretasian
94
Larry A. Samovar, et.al., Communication Between Cultures Belmont: Wadsworth Publishing, 1998 hlm.
51
95
Ibid.
96
Samovar dkk. 2010 ed.7. Op. Cit. hlm. 221
commit to user 68
data sensor dengan cara yang memungkinkan seseorang mengerti dunia. Dengan kata lain, persepsi merupakan proses di mana orang-orang mengubah kejadian
dan pengalaman eksternal menjadi pemahaman internal yang berarti.
97
Persepsi seseorang angat dipengaruhi oleh budaya. Seperti yang diungkapkan oleh Chiu dan Hong bahwa setiap proses kognitif dasar, seperti
perhatian dan persepsi merupakan hal yang lunak dan dapat diperoleh melalui pengalaman budaya.
98
Samovar dkk menyimpulkan bahwa ada dua cara bagaimana budaya mempengaruhi proses persepsi. Pertama, persepsi itu selektif. Hal itu berarti
bahwa terlalu banyak stimulus yang bersaing untuk merebut perhatian seseorang pada waktu yang sama. Seseorang hanya mengizinkan informasi yang diseleksi
melalui layar persepsi ke dalam pikiran sadar orang tersebut. Apa yang diijinkan masuk, sebagian ditentukan oleh budaya.
99
Kedua, pola persepsi seseorang dipelajari. Setiap orang lahir ke dunia tanpa suatu pemahaman. Budaya mengartikan sebagian besar pengalaman seseorang.
Dengan kata lain, persepsi adalah suatu hal yang ditentukan oleh budaya. Seseorang belajar untuk melihat dunia dengan suatu cara tertentu yang
didasarkan pada latar belakang budaya masing-masing. Sama seperti pada budaya yang lain, persepsi yang tersimpan pada manusia adalah dalam bentuk
97
Ibid. hlm. 222
98
Ibid. hlm. 223
99
Ibid. hlm. 224
commit to user 69
kepercayaan dan nilai. Di mana kedua kosep tersebut bekerja sama membentuk sebuah pola budaya.
100
Rogers dan Steinfatt berpendapat bahwa kepercayan bekerja sebagai sistem penyimpanan bagi pengalaman masa lalu, termasuk pemikiran, ingatan, dan
interpretasi terhadap suatu peristiwa. Kepercayaan dibentuk oleh budaya seseorang. Kepercayaan adalah hal yang penting karena kepercayaan diterima
sebagai sebuah kebenaran. Kepercayaan biasanya mencerminkan tindakan dan perilaku komunikasi seseorang.
101
Kepercayaan adalah bagian dari suatu budaya dan seseorang tidak akan mempertanyakannya atau bahkan meminta bukti. Kepercayaan langsung
diterima, karena seseorang tahu bahwa hal itu benar, sehingga kepercayaan itu tetap bertahan.
102
Selain kepercayaan, aspek yang kedua adalah nilai yang terbentuk dari kepercayaan. Kepercayaan membentuk dasar nilai yang menyediakan aturan
untuk membuat keputusan dan mengatasi konflik. Pentingnya nilai adalah bahwa nilai terdiri atas sistem yang mewakili apa yang diharapkan atau dibandingkan,
dibutuhkan, dan dilarang. Bukan hanya laporan tentang tingkah laku yang sebenarnya, namun sistem kriteria di mana tingkah laku dinilai dan sanksi
diterapkan.
103
100
Ibid.
101
Ibid.
102
Samovar. Op. Cit. hlm. 225
103
Samovar dkk. 2010. Op.Cit. 226
commit to user 70
2 Proses Verbal Bahasa Proses verbal yaitu bagaimana kita bicara satu sama lain dan berpikir.
Bahasa adalah aspek penting dalam belajar komunikasi antarbudaya.
104
Hampir setiap interaksi komunikasi antarbudaya melibatkan satu atau lebih individu yang menggunakan bahasa kedua.
105
3 Proses Nonverbal. Aspek yang satu ini tidak bisa lepas dari kegiatan komunikasi dan
setiap budaya memiliki arti yang berbeda-beda terhadap aksi nonverbal. Barnlund mengatakan:
“Banyak arti penting yang dihasilkan dalam interaksi manusia dapat diperoleh dari sentuhan, lirikan, nuansa vokal, gerakan atau ekspresi wajah
dengan atau tanpa pertolongan kata-kata. Mulai dari saat bertemu dan berpisah, orang-orang saling mengamati dengan semua indra mereka,
intonasi, cara berpakaian dan sikap diri, mengamati lirikan dan ketegangan wajah, juga memilih kata-kata. Setiap tanda keharmonisan dan tidak
keharmonisan mengarah pada interpretasi dari suasana hati yang ada. Di luar evaluasi kinetis, vokal, dan isyarat verbal, keputusan dibuat untuk
disetujui atau dibantah, untuk ditertawakan atau dipermalukan, untuk beristirahat atau ditentang, untuk memotong atau melanjutkan
pembicaraan.”
106
4 Konteks Semua interaksi manusia dipengaruhi oleh keadaan budaya, sosial
dan fisik, di mana keadaan tersebut dinamakan konteks komunikasi. Budaya
104
Ibid. hlm. 265
105
Ibid. hlm. 279
106
Pernyataan Barnlund seperti yang dikutip oleh Samovar dkk 2010 dalam Komunikasi Lintas Budaya:
Communication Between Cultures, edisi 7 Jakarta: Salemba Humanika, 2010 hlm. 292
commit to user 71
menetapkan perilaku komunikasi yang pantas dalam konteks sosial dan fisik yang beragam berdasarkan peraturan yang ada.
107
Terdapat tiga variabel yang mempengaruhi konteks komunikasi yaitu:
a Keformalan dan Ketidakformalan Budaya memiliki pandangan mengenai suatu kejadian dan manusia, mulai
dari yang sangat tidak formal hingga yang sangat formal. Manifestasi keformalan dan ketidakformalan bisa terjadi dalam banyak bentuk.
108
Jika Amerika Serikat terkenal dikenal sebagai budaya yang informal, maka berkebalikan dengan Jepang. Formalitas juga merupakan bukti dari
bagaimana cara memanggil seseorang dalam suatu budaya. Di Jepang, terdapat sebutan sensei, -sama, senpai, -san, -kun, dan –chan untuk
memanggil seseorang tergantung dari derajad orang tersebut. Bangsa Jepang dicirikan seperti buah kelapa yang keras di luar. Bangsa
Jepang menggunakan formalitas sebagai cangkang untuk menjaga jarak dengan seseorang sambil memutuskan apakah ia menginginkan suatu
hubungan dengan orang tersebut. Sekali cangkang itu ditembus, bagaimanapun, bangsa Jepang akan menjadi sangat mengasihi, murah hati,
dan kelemahan pribadi bukanlah suatu masalah.
109
107
Samovar dkk. 2010. Op. Cit. hlm. 343
108
Ibid. hlm. 347
109
Ibid. hlm. 348
commit to user 72
b Ketegasan dan Keharmonisan Interpersonal Dimensi kedua yang mempengaruhi konteks komunikasi adalah cara
seseorang menyatakan diri kepada orang lain. Walaupun ada banyak aspek gaya komunikasi, ketegasan dan keharmonisan interpersonal secara langsung
mempengaruhi ruang lingkup antarbudaya.
110
Budaya Amerika Serikat dikenal luas, karena gaya komunikasinya yang tegas. Sedangkan di Asia Timur dan Asia Tenggara, perjanjian yang
menguntungkan, kesetiaan, dan kewajiban timbal balik merupakan hal yang penting untuk suatu hubungan yang harmonis.
111
Mempertahankan hubungan yang harmonis dan menghindari apa yang kelihatannya merupakan perilaku yang agresif juga merupakan perhatian
penting di antara bangsa Jepang. Begitu kuatnya perhatian akan perasaan orang lain, sehingga orang Jepang terkenal menghindari kata “tidak” yang
mereka anggap kasar.
112
c Hubungan Status Egalitarian dan Hierarkis Variabel ketiga yang mempengaruhi semua konteks komunikasi
berhubungan dengan persepsi dan respons budaya terhadap status. Setiap budaya dan organisasi memiliki protokol yang didasarkan pada budaya
untuk mengarahkan interaksi antara orang-orang yang posisinya bervariasi. Menggunakan skala klasifikasi yang luas, suatu budaya secara umum dapat
110
Samovar dkk. 2010. Op. Cit. hlm 349
111
Ibid.
112
Ibid.
commit to user 73
dikelompokkan sebagai egalitarian dengan sedikit perhatian terhadap perbedaan sosial atau hierarkis yang menenkankan pada status dan tingkatan.
Negara Jepang adalah negara yang menganut hierarkis. Di Jepang, perbedaan status terlihat jelas melalui protokol yang mengatur aktivitas
interpersonal dan oraganisasi. Interaksi antara bawahan dan senior dilaksanakan dalam cara yang formal dan gelar selalu digunakan. Senior
diharapkan untuk melakukan peranan patriarchal sebagai respon terhadap rasa hormat anggota yang lebih rendah. Dalam budaya yang menggunakan
status sebagai tanda, seperti Jepang, guru diperlakukan dengan sangat hormat, bahkan dalam situasi ketika mahasiswa tidak diharapkan menjawab
pertanyaan dosennya.
113
4. Akulturasi