Komunikan Feedback atau Umpan Balik

commit to user 118

5. Komunikan

Komunikan dalam komunikasi antarbudaya juga berasal dari suatu kebudayaan tertentu yang berbeda dengan komunikator. Tujuan komunikasi akan tercapai jika komunikan “menerima” memahami makna pesan dari komunikator, dan memperhatikan attention serta menerima pesan secara menyeluruh comprehension. 211 Dalam komunikasi antarbudaya yang terjadi antara warga Jepang yang tinggal di Solo dengan orang sekitarnya, pihak yang menjadi komunikan bisa dua-duanya. Terkadang warga Jepang yang menerima dan mengolah informasi yang didapat, begitu juga sebaliknya. Misalnya, informasi mengenai pentas seni, atau mendapatkan informasi dari media massa. Berdasarkan hasil pengamatan, terlihat proses saling tukar pesan antara warga Jepang dengan orang-orang di sekitarnya.

6. Feedback atau Umpan Balik

Merupakan respon atau tanggapan seorang komunikan setelah mendapatkan terpaan pesan. Dapat pula dikatakan sebagai reaksi yang timbul. Tanpa umpan balik atas pesan-pesan dalam komunikasi antarbudaya maka komunikator dan komunikan tidak bisa memahami ide, pikiran dan perasaan yang terkandung dalam pesan tersebut. 212 211 Alo Liliweri. Op.Cit. hlm. 27 212 Alo Liliweri. Op. Cit. hlm.30 commit to user 119 Berdasarkan hasil pengamatan, saat menjadi komunikan dalam komunikasi antarbudaya yang berlangsung, warga Jepang juga selalu memberikan umpan balik terhadap pesan yang disampaikan pada mereka. Umpan balik yang diberikan misalnya, membalas sms yang masuk, tertawa, mengkritik, menyampaikan pendapat, dan berpikir.

B. Proses Komunikasi Antarbudaya Warga Jepang di Solo

Dalam komunikasi terdapat sebuah model komunikasi antarbudaya yang dikembangkan dari teori Uncertainty Reduction oleh Berger dan Calabrese 1975. Dalam bukunya Carley H. Dodd, model komunikasi tersebut digambarkan sebagai berikut: commit to user 120 Gambar 1.3 Model Komunikasi Antarbudaya 213 213 Carley H. Dodd, Dynamics of Intercultural Communication 5 th edition Boston: McGraw Hill, 1998 hlm. 7 Uncertainty anxiety motivate intercultural adaptive communication strategies by forming an arena of potentially positive adaption, Cultural C: Culture C Is an invented third culture in which A B experience positive climate, commonality and trust leading to adaptation Functional strategies utilizing intercultural knowledge and skills involving rules, roles, customs, beliefs, social style, affirmation, approachability and adaptability Intercultural Communicatin Effectiveness Outcome: Task, Positive Relationships, Cultural Adjustment Uncertainty Anxiety Dysfunctional strategis such as relying on stereotypes, withdrawal denial , hostily Interpersonal relationship Personality Culture Perceived Cultural Difference Interpersonal relationship Personality Culture commit to user 121 Berdasarkan hasil wawancara dam pengamatan di lapangan, model komunikasi antarbudaya tersebut sangat cocok dengan kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh warga Jepang di Solo. Jika diumpakan, Warga Jepang adalah orang dengan kebudayaan A dan orang Jawa adalah orang dengan kebudayan B. Masing- masing merupakan kontributor untuk pengenalan perbedaan dari masing-masing kebudayaan. Di mana keduanya memiliki hubungan interpersonal, personalitas, dan kebudayaan yang berbeda. Dodd menjelaskan bahwa hanya kebudayaanlah satu- satunya sumber yang menjelaskan kenapa orang-orang mengenali perbedaan. Pengenalan perbedaan budaya tersebut kemudian menjadi sebuah motivasi untuk mengurangi ketidakpastian dan kekhawatiran. Namun, dalam tahap ini juga terkandung resiko terjadinya disfungsi strategi seperti masing-masing individu masih bergantung pada stereotip, penarikan diri, penyangkalan, permusuhan. Ketidakpastian dan kecemasan memotivasi strategi komunikasi adaptif antarbudaya dengan membuat sebuah area dari adaptasi positif yang potensial, yaitu kebudayaan C. Kebudayaan C adalah temuan budaya ketiga dimana A dan B mengalami iklim yang positif, kelumrahan dan kepercayaan yang membimbing ke arah adaptasi. Strategi fungsional menggunakan kemampuan dan pegetahuan antarbudaya seperti peraturan, peran, adat-istiadat, kepercayan, gaya sosial, kepastian, kemudahan untuk didekati, dan kemampuan adaptasi. Dari kebudayaan C yang adaptif, maka dapat menghasilkan komunikasi antarbudaya yang efektif misalnya dalam hal pekerjaan, hubungan yang positif, aturan budaya. commit to user 122 Dalam prakteknya, baik warga Jepang maupun penduduk pribumi menyadari bahwa mereka memiliki perbedaan. Masing-masing mampu menerima perbedaan tersebut, terutama warga Jepang. Mereka menyadari bahwa sebagai pendatang harus menyesuaikan diri dengan kondisi sekitarnya. Hal tersebut mampu mengurangi kecemasan selama tinggal di Solo dan membuat kehidupan berjalan lancar. Seperti beberapa hal yang diungkapkan oleh responden yang mengaku memiliki kebiasaan-kebiasaan baru selama tinggal di Solo dalam upaya menyesuaikan diri dengan lingkungan. “Kalau mau mempersilakan sesuatu, pakai telunjuk. Kalau orang Jepang kan tangannya membuka. Kalau orang Jawa mau lewat di depan orang pasti menunduk dan tangannya di depan. Kalo orang Jepang “Sumimasen” tapi ga pakai tangan di depan.” 214 “Kalau pergi ke kampus pakai kemeja, dan pakai sepatu. Jadi berpakaian rapi.” 215 Berdasarkan hasil penelitian, dalam proses komunikasi antarbudaya warga Jepang dengan warga Jawa, tidak ditemukan adanya disfungsi strategi yang memperburuk keadaan. Hal tersebut dikarenakan adanya kemiripan antara warga Jepang dengan Jawa. Kemiripan tersebut diakui oleh warga Jepang yang tinggal di Solo. 214 Wawancara dengan Hiromi Kano, Responden Tempat tinggal Hiromi Kano: Selasa, 23 November 2010, jam 15.00‐16.00 215 Wawancara dengan Mami Yamamura, Responden Kos Mami: Jumat, 19 November 2010, jam 20.00 ‐21.00 commit to user 123 “Ada. Anu ya, Jepang juga Jawa juga anoo ramah-ramah ya. Tidak urusan dewe-dewe gitu lho. Kayaknya itu gitu Jawa ya. Walaupun mempunyai pikiran atau perasaan yang jelek terhadap seseorang tapi tidak bisa ngomong. Orang Jepang juga ga pernah bilang gitu ya. Makanya kadang-kadang ga ngerti gitu ya, tidak mengerti sebenarnya. Fisiknya agak mirip.” 216 “Jepang desa dan Jawa itu kan sama ya. Menghormati orang yang lebih tua atau senior. Di Jawa kan biasanya ada kumpulan ibu-ibu yang ngobrol atau ngrumpi. Dulu di Jepang juga ada. Namanya “Idobatakai”, jadi para wanita berkumpul dan ngobrol di dekat sumur. Lalu, orang Jawa maupun Jepang menghormati orang yang lebih tua. Dan kalau ada rasa ga suka pada orang lain, sulit untuk mengungkapkan langsung.” 217 Dari hasil pengamatan, hal tersebut terbukti. Ketika mengikuti Hiromi Kano pentas pada tanggal 17 Desember 2010 di BI Surakarta, ketika mengobrol dengan sesorang, ia selalu berusaha menanggapi dengan ramah dan senyum meskipun kurang suka dengan lawan bicara. Hiromi Kano sempat berbalik ke arah peneliti dan menunjukkan rasa tidak sukanya kepada orang yang sedang ngobrol dengannya. Namun, ia tidak mampu menunjukkan hal tersebut kepada orang yang bersangkutan demi menjaga perasaan lawan bicara. Kemiripan tersebut diakui membuat mereka nyaman tinggal di Solo. Karena merasa cocok dengan lingkungan. “Bagi saya, lebih dekat orang sini. Apa ya, kalau kehidupan keseharian lebih dekat orang sini. Lebih bisa mengerti gitu.” 218 “Lama-lama di sini enak. Mungkin sifatnya saya kan cocok, kalau orang yang lain bagaimana.” 219 216 Wawancara dengan Hiromi Kano, Responden Tempat tinggal Hiromi Kano: Selasa, 23 November 2010, jam 15.00‐16.00 217 Wawancara dengan Kaoru Serizawa, Responden Tempat tinggal Kaoru: 24 November 2010, jam 15.00 ‐16.00 218 Wawancara dengan Yumiko Takenouchi, responden Yayasan Music Indonesia: Selasa, 30 November 2010, jam 17.00‐18.00 commit to user 124 “Malah, semakin lama saya disini malah semakin nyaman. Mungkin karena desa gitu. Ya, kerukunannya tinggi tapi tidak tidak terlalu, tidak berlebihan, he’em.” 220 Proses tersebut kemudian berlanjut kepada pembentukan budaya baru yang bisa diterima oleh masing-masing pihak. Terdapat toleransi yang berlangsung dalam masyarakat tersebut. Misalnya, warga Jepang yang tinggal di lingkungan mereka tidak diwajibkan mengikuti serangkaian kegiatan bersama masyarakat. Misalnya, PKK dan Dharmawanita. Penduduk maklum, karena mengetahui bahwa mereka orang asing. “Saya juga tidak tergabung dalam PKK tetapi orang-orang juga sudah pada tahu, jadi tidak ada yang mempermasalahkannya.” 221 “Sekarang saya tinggal di perumahan, kontrak rumah, mugkin saya harus ikut rapat, atau ada acara apa, atau ada apa namanya, jadi mungkin harus terlibat. Tapi karena saya orang asing dan masih sekolah, tapi orang-orang tidak apa-apa, jadi saya berterima kasih dengan tetangga. Seharusnya saya ikut tapi saya masih seperti anak-anak karena masih muda. Jadi saya minta maaf karena tidak ikut.” 222 Tidak hanya dari pihak pribumi yang menerima perbedaan warga Jepang yang tinggal di lingkungan mereka, namun warga Jepang tersebut juga menunjukkan kontribusi atau niat baik terhadap lingkungan. Misalnya ikut membantu dalam acara yang sedang berlangsung. 219 Wawancara dengan Naomi Kawasaki, Responden Gedung III FSSR: Selasa, 14 Desember 2010, jam 15.30 ‐16.30 220 Wawancara dengan Hiromi Kano, Responden Tempat tinggal Hiromi Kano: Selasa, 23 November 2010, jam 15.00‐16.00 221 Wawancara dengan Yumiko Takenouchi, responden Yayasan Music Indonesia: Selasa, 30 November 2010, jam 17.00‐18.00 222 Wawancara dengan Miki Orita, Responden D’Mesem: Selasa, 23 November 2010, Jam 17.00‐ 18.00 commit to user 125 “Bagaimana ya, karena mereka baik sekali dengan saya, jadi saya juga berusaha membantu mereka. Kalau mereka butuh bantuan, kalau saya bisa, saya bantu.” 223 “Tapi kalau ada Darwis, PKK, kalau aku di rumah ya itu aku usahakan.” 224 Dari saling pengertian tersebut kebudayaan C yang disepakati bisa terbentuk. Dan dari kebudayaan ketiga yang positif itulah lahir efektifitas komunikasi antarbudaya. Misalnya lahirnya hubungan yang harmonis, pekerjaan, dan aturan budaya yang positif.

C. Fungsi Komunikasi Antarbudaya Bagi Warga Jepang di Solo

Komunikasi yang dilakukan oleh warga Jepang dengan lingkungan sekitarnya tentunya membawa manfaat bagi mereka. Alo Liliweri membedakan fungsi komunikasi ke dalam dua bentuk yaitu fungsi secara pribadi maupun sosial.

1. Fungsi Pribadi

Dokumen yang terkait

Analisis Hubungan Kecemasan Dan Ketidakpastian Terhadap Kompetensi Komunikasi Antarbudaya Warga Jepang Di Indonesia

8 87 179

Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Asimilasi Pada Pernikahan Campuran (Studi Kasus Tentang Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Asimilasi Pada Pernikahan Campuran Suku Batak Toba-Tionghoa di kota Medan)

17 176 147

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Asimilasi Pernikahan Jawa Dan Minangkabau (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Pernikahan Jawa dan Minangkabau).

0 3 12

PENDAHULUAN Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Asimilasi Pernikahan Jawa Dan Minangkabau (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Pernikahan Jawa dan Minangkabau).

0 2 24

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA DALAM PROSES ASIMILASI PERNIKAHAN JAWA DAN MINANGKABAU Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Asimilasi Pernikahan Jawa Dan Minangkabau (Studi Deskriptif Kualitatif Komunikasi Antarbudaya Dalam Proses Pernikahan Jawa dan Minangkabau).

0 3 13

PERAN IDENTITAS SUKU JAWA DALAM KOMUNIKASI ANTARBUDAYA Peran Identitas Suku Jawa Dalam Komunikasi Antarbudaya (Studi Deskriptif Kualitatif Alumni Pondok Modern Darussalam Gontor Putri yang ada di Demak).

0 1 14

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA MAHASISWA JEPANG DI SURABAYA (Studi Kualitatif Proses Penyesuaian Diri Mahasiswa Jepang).

0 0 10

ADAPTASI ANTARBUDAYA MAHASISWA ASING UNS (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Hambatan Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Asing dalam Beradaptasi di Solo Tahun 2015).

0 2 13

KOMUNIKASI ANTARBUDAYA MAHASISWA ASING (Studi Tentang Kecenderungan-kecenderungan Komunikasi Antarbudaya Yang Berkembang Di Kalangan Mahasiswa Asing Di Surakarta).

0 0 16

Proses Komunikasi antarbudaya dalam proses

0 0 5