Istri yang Menjadi Sebab Perceraian

Dari pengertian kata Mut’ah secara bahasa baik dari kamus bahasa Arab maupun kamus Indonesia di atas memiliki pengertian yang tidak jauh berbeda. Jadi dapat disimpulkan kata Mut’ah secara bahasa adalah pemberian sepadan dari suami yang diberikan kepada mantan istrinya sebagai penghibur, baik berupa uang ataupun barang.

2. Dasar Hukum Mut’ah

        Artinya: “kepada wanita-wanita yang diceraikan hendaklah diberikan oleh suaminya mutah menurut yang maruf, sebagai suatu kewajiban bagi orang- orang yang bertakwa”. Qs. Al-Baqarah[2]: 241 Menurut Abu Ja’far yang dimaksud oleh Allah dengan firman-Nya “kepada wanita-wanita yang diceraikan hendaklah mut’ah pemberian oleh suaminya ” ini adalah: sesuatu yang dapat menyenangkan berupa baju, pakaian, nafkah, pelayan, atau lainnya yang dapat menghibur hatinya. 35

3. Pandangan Ulama Tentang Hukum Membayarkan Mut’ah

Dalam pembahasan ini yang dimaksud dengan mut’ah ialah pemberian yang diberikan oleh suami kepada istrinya yang telah diceraikannya. 36 Mazhab Maliki mengartikannya sebagai kebaikan untuk perempuan yang diceraikan ketika 35 Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari, Tafsir ath-Thabari, jilid 2, Kairo: Darussalam, 2007, 1424. 36 Kamal Muchtar, Asas 2 hukum Islam tentang Perkawinan, Jakarta: Bulan Bintang, 1974, h. 215. terjadi perceraian dalam kadar sesuai dengan jumlah sedikit dan banyaknya harta si suami. 37 Ulama Mazhab berbeda pendapat mengenai kategori istri yang berhak mendapat Mut’ah setelah diceraikan.

a. Mazhab Hanafi

Menurut Mazhab Hanafi mut’ah hukumnya wajib dalam dua bentuk perceraian. Pertama, Perceraian mufawwidhah tanpa mahar sebelum terjadi persetubuhan. Atau disebutkan mahar untuk si istri dengan penentuan yang rusak. Maksudnya, perceraian yang terjadi sebelum terjadi persetubuhan dan khalwat dalam pernikahan yang di dalamnya tidak disebutkan mahar, dan tidak diwajibkan setelahnya atau penentuannya rusak. Pendapat ini disepakati oleh jumhur selain Mazhab Maliki. 38 Kewaji ban mut’ah ini didasarkan kepada firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah 2 ayat 236. Allah SWT memerintahkan untuk memberikan mut’ah dan perintah memiliki arti wajib. Hal ini ditegaskan dalam penghujung ayat yang berbunyi,                             37 Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqhu al-Islami Wa Adillatuhu juz 9, h. 6829. 38 Wahbah az-Zuhayli, al-Fiqhu al-Islami Wa Adillatuhu juz 9, h. 6830.